Pelatihan II

Bunda Wulan memberikan instruksi dengan suara yang lembut, "Mawar, sekarang fokuskan pikiranmu di antara dua alismu. Apa pun yang terjadi, jangan pernah kehilangan fokus!"

Mawar mengangguk patuh, duduk dengan kaki bersila di tengah gua yang dipenuhi aura mistis. Remang-remang cahaya yang berpendar dari kunang-kunang terus memberikan sentuhan mistis di dalam gua, menciptakan bayangan-bayangan yang menari-nari pada dinding gua.

Bunda Wulan, setelah memberikan instruksi, meninggalkan Mawar bermeditasi sendiri. Langkah-langkahnya yang lembut terdengar semakin redup, dan akhirnya, Mawar tinggal sendiri di dalam keheningan gua. Suara tetesan air yang jatuh di atas celah-celah bebatuan menciptakan suasana yang tenang dan membantu Mawar dalam meningkatkan fokus.

Mawar mengikuti instruksi Bunda Wulan, memusatkan pikirannya di antara kedua ujung alisnya. Ia berusaha untuk memahami dan merasakan kekuatan yang tersembunyi dengan menutup mata dan meresapi setiap detik meditasi di dalam gua yang dingin.

Ia mulai meresapi meditasinya dengan ketekunan. Namun, semakin dalam dia terbenam menyelami alam batinnya, semakin jelas ia merasakan kehadiran makhluk gaib di sekelilingnya. Gangguan demi gangguan mulai menghampirinya, melintas dengan cepat dan menghasilkan suara-suara desingan dan desiran menakutkan. Ditambah pula dengan suara benda jatuh ataupun pecah yang silih berganti terdengar di sekitar Mawar dengan begitu keras, memekakkan telinga. Keberadaan makhluk tak kasat mata itu semakin terasa nyata, menyelinap dengan gerakan aneh dan mencoba menggertak Mawar dari segala arah.

Sentuhan gaib yang awalnya halus kini menjadi serangan yang mencekik, mencoba merayapi setiap pori-pori tubuh Mawar dengan kegelapan yang tak terbayangkan. Gua itu seolah-olah menjadi pintu gerbang ke alam mengerikan, di mana entitas jahat bersembunyi dan bersiap untuk menghancurkan ketenangan pikiran sang gadis.

Meskipun dihadapkan pada teror yang tidak dapat dijelaskan, Mawar masih mencoba mempertahankan meditasinya. Pergulatan antara keheningan mistis dan serangan gaib yang mengerikan menciptakan suasana yang mencekam, seolah-olah gua itu sendiri menghirup napas kegelapan yang mengancam untuk memadamkan cahaya harapannya.

Ketakutan yang menyelimuti gua semakin nyata ketika gangguan kepada Mawar tidak hanya berhenti pada serangan gaib yang misterius. Suara-suara aneh dan kegaduhan lainnya mulai memenuhi gua, menciptakan atmosfer yang semakin mencekam. Dalam kegelapan yang menggumpal, Mawar merasakan bahwa makhluk gaib yang mengganggunya kini meluapkan kemarahannya dengan ancaman yang mengerikan.

"Pergi dari sini! Kehadiranmu hanya mengganggu kedamaian kami!" Suara serak dan menggertak terdengar, bersamaan dengan suara langkah-langkah gaib yang berserakan di sekitar Mawar. Makhluk yang selama ini berdiam di tempat itu merasa terusik dengan kehadiran sang gadis.

Ancaman-ancaman yang dilontarkan oleh makhluk tak kasat mata itu semakin meruncing, seolah-olah gua itu sendiri memberikan sorotan pada ketegangan yang memuncak. Mawar terdorong ke sudut gua oleh gelombang ancaman dan kegaduhan yang tak terlihat, menciptakan suasana yang semakin dramatis dan mencekam.

Mawar kini merasakan kehadiran gangguan gaib yang semakin intens merayap ke dalam jiwanya. Setiap suara aneh dan kegaduhan di sekitarnya seolah-olah menciptakan kisah teror yang melibatkan setiap serat pikirannya. Keberanian yang semula menyala di matanya kini digantikan oleh ketidakpastian dan kegelisahan. Namun, meski teror semakin meningkat, Mawar tetap bersikeras mempertahankan meditasinya, mencoba menemukan ketenangan di tengah teror yang semakin intens.

Dalam meditasinya, Mawar merasakan tekanan psikologis yang begitu berat. Setiap serangan gaib menciptakan kekacauan di ruang batinnya, menggoyahkan fokusnya. Meski dia mencoba memusatkan pikirannya, gangguan tersebut menyulut kekhawatiran yang mendalam. Suara-suara yang tidak dapat dijelaskan itu seperti teriakan bayangan yang mencoba merobohkan dinding-dinding pertahanannya.

Lambat laun, gangguan-gangguan gaib mulai berkurang dengan sendirinya. Seketika, Mawar kembali merasakan kedamaian yang menyelimuti hatinya. Kini, ia bisa kembali memusatkan konsentrasinya. 

***

Matahari yang tinggi di langit menandakan bahwa siang hari telah tiba, dan Mawar masih berada dalam posisi meditasinya yang mendalam. Namun, kehadiran Bunda Wulan menghentikan proses kontemplatifnya. Suara lembut Bunda Wulan membelah keheningan gua, memanggil nama Mawar yang hanyut dalam meditasi.

"Mawar, bangunlah!" pintanya dengan lembut saat berada di dekat Mawar yang masih terdiam. "Pada siang hari, kamu tidak perlu bermeditasi. Kamu bisa merenggangkan otot-ototmu yang kaku."

Mawar perlahan membuka kedua matanya, menemui sorot penuh misteri dari Bunda Wulan yang berdiri di hadapannya. Cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah batu gua menyoroti wajah Bunda Wulan, menciptakan siluet yang tenang dan penuh kebijaksanaan.

“Bunda!” 

Sementara Mawar melonggarkan posisi meditasinya, Bunda Wulan dengan penuh kehangatan mengeluarkan sekantung singkong rebus yang terikat rapi sebagai bekal untuk berbuka nanti setelah matahari terbenam. 

"Selamat, kamu mampu bertahan semalaman ini," ujar Bunda Wulan, “hidup ini seperti bunga yang mekar, dan setiap momen adalah kelopak indah yang perlu dinikmati. Puasalah dengan indahnya proses dan nikmati setiap detiknya.”

“Baik, Bunda,” sahut Mawar, tenang.

Keduanya berbincang hangat menceritakan kisah hidup masing-masing. Begitu cair tanpa adanya sikap dingin yang sebelumnya ditunjukkan oleh keduanya. Setelah seharian keduanya berbincang, Bunda Wulan kembali meninggalkannya. 

“Pada hari ketujuh, aku akan kembali ke sini. Kuharap kamu mampu melewatinya dengan baik,” ujar Bunda Wulan yang beranjak pergi keluar gua.

Mawar berdiri tanpa busana di pintu gua, memperhatikan sang bunda yang menghilang dalam bayang-bayang pepohonan yang menjulang. 

Mawar dibiarkan sendiri, dan malam hari pun menjelang membenamkan senja. Tanpa ragu, Mawar kembali memulai sesi meditasinya setelah menghabiskan sepotong singkong dan seteguk air yang tersedia di dalam gua.

Malam semakin larut, ketenangan yang seharusnya menjadi teman setianya malam ini terganggu oleh kehadiran binatang melata dan serangga yang mulai menjelma menjadi pengganggu di kesunyian. Suara desiran dan langkah-langkah kecil binatang melata melengking di udara, menciptakan orkestra yang meresahkan pikiran Mawar.

Bersamaan dengan itu, serangga-serangga dengan sayap yang bersuara memenuhi gua dengan melodi gemuruh yang mengganggu. Mereka seperti pesan-pesan kegelapan yang diantar oleh serangkaian serangan fisik. Meskipun Mawar mencoba memusatkan pikirannya, binatang-binatang tersebut terus mengujinya dengan ketidaknyamanan yang makin lama makin tak tertahankan.

Dalam keheningan malam yang semakin dalam, serangan dari binatang-binatang itu semakin intens. Beberapa ular hitam mulai merayap di tubuh Mawar, membelit dan menyisir kulitnya dengan gerakan yang penuh intrik. Mawar harus menahan geli yang teramat di tubuhnya, seakan-akan tubuhnya itu tak lebih dari bangkai yang dikerubungi binatang.

Puncak ketegangan terjadi saat beberapa ular hitam dengan gesit melingkari tubuh Mawar, menciptakan spiral yang menyelimuti tubuhnya. Di antara mereka, seekor ular hitam berdiameter 7 centi dengan panjang 1,5 meter berusaha masuk ke mulut vertikal Mawar. Mawar merasakan gesekan halus ular tersebut di bibir vertikalnya, membuatnya bergidik dan terkejut. Meski begitu, ia memilih untuk tetap tak tergoyahkan dalam meditasinya.

Kepala ular itu terus menekan, memaksa masuk ke dalam mahkota Mawar. Sontak saja, sensasi geli dan sentuhan dingin dari ular itu membuat tubuh Mawar menggelinjang. Napasnya memburu dan lenguhan-lenguhan kecil mulai terdengar dari bibir horizontalnya.

Saat sebagian tubuh ular berhasil memasukinya dengan lembut dan terasa licin, kedua tangan Mawar mencengkeram keras. Bibirnya digigit bersamaan dengan kepala yang terdongak ke belakang ketika dirinya merasakan sensasi yang begitu nikmat menjalar melalui seluruh saraf di tubuhnya.

Ia terus melawan hasrat naluriah yang menggebu di dalam dadanya. Namun, sang ular seperti sedang mempermainkannya. Ular itu memutar tubuhnya menggesek-gesek dinding dalam di tubuh Mawar, hingga menciptakan sensasi yang semakin sulit untuk ditahan sang gadis. Meskipun begitu, Mawar masih mampu bertahan  dalam gejolak hasratnya. Hingga pada puncaknya, ia merasakan semburan dingin di dalam tubuhnya, bercampur dengan cairan yang merembes keluar dari dalam tubuhnya.

“Aah!” Mawar melenguh panjang.

Tiba-tiba saja hawa panas menjalari seluruh tubuhnya, membuat kulitnya memerah dan melepuh. Mawar tidak membiarkan hal itu merusak upayanya. Ia tak bergeming, lalu mengalihkan rasa sakit di tubuhnya dengan lebih menguatkan pusat konsentrasinya.

Semua itu ia lalui dengan tabah, walaupun keringat terus mengucur keluar dari pori-pori kulitnya yang melepuh, menciptakan perih yang teramat menyakitkan. Keberanian Mawar diuji dalam meditasi yang tak hanya mengharuskannya menenangkan pikiran, tetapi juga menaklukkan tubuhnya yang terus-menerus merasakan sakit yang bertubi-tubi.

Pada akhirnya, Mawar kembali berhasil melewatinya dengan baik, dan menjadikannya sebagai bekal untuk melewati ujian-ujian berikutnya. 

Terpopuler

Comments

Mimik Pribadi

Mimik Pribadi

Ngeri bngt sumpah Ular berusaha msk lewat onoh 😬😬😬 lalu Itu yng menyembur dingin bisa ular kah atau apa??

2024-02-19

0

Claudia Jung 🐻🐰

Claudia Jung 🐻🐰

Ngeri, Pak. Nahan nafas aku bacanya, ngilu.

2023-11-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!