Meninggalkan Hutan

Di malam sunyi, tubuhku tak berdaya,

Dalam pelukan kematian yang mendalam.

Aku, penyihir tua nan bijaksana,

Obati luka hati, rindu akan cahaya.

Gelap menyelubungi, angin membisikkan,

Rahasia alam, kematian pun merayu.

Aku, sang pelayan keabadian,

Sentuhanku usir kengerian dalam angan.

Bayang maut datang, menari di sekitar,

Namun diriku, tak gentar menantang.

Dalam ramuan mistis, obatilah duka,

Cahaya tersembunyi, terpancar di malam.

Mawar redup, dalam tidur yang lelap,

Takdir berbisik, namun nyawa merayap.

Aku, tabib dalam kegelapan,

Embuskan napas, hidup kembali membara.

Lirih senandung, alunan kematian,

Bersatu dengan hidup, takdir yang terjalin.

Aku, penyembuh di malam kelam,

Genggam tanganku, terbangun dari mimpi.

Di ruang gelap yang dipenuhi bau ramuan herbal, Bunda Wulan duduk di samping Mawar yang terbaring lemah di atas tempat tidur. Suaranya yang lembut mengalun, menyusuri lorong-lorong kenangan di dalam ruang tidur itu.

"Mawar Merah," ucapnya dengan senyum lembut, sambil terus menyanyikan lirih penuh makna. Matanya yang bijak memandang Mawar dengan kelembutan seorang ibu yang penuh kasih.

Mawar, yang tubuhnya masih lemah, meresapi setiap lirih yang disampaikan Bunda Wulan. Ia merasakan kehangatan dan ketenangan yang terpancar dari sosok penyembuh di sampingnya. Mata Mawar mulai terbuka, menatap wajah tua yang dipenuhi kearifan di depannya.

"Bunda …," desis Mawar dengan suara lemah.

Bunda Wulan tersenyum lembut. "Tenanglah, Mawar! Kau kini berada di bawah perlindungan Bunda. Istirahatlah, dan biarkan ramuan mistis menyembuhkan luka hatimu!"

Saat senandung lirih itu masih terus mengalun, Mawar pun memejamkan matanya. Ia merasa pelukan kasih ibu dari Bunda Wulan meliputi dirinya, mengusir kegelapan dan membawa kedamaian ke dalam jiwanya yang terluka.

Beberapa bulan kemudian, Mawar terlihat sibuk membersihkan halaman depan rumah Bunda Wulan. Penampilannya kini memiliki sentuhan yang unik. Tidak lagi polos tanpa busana, bagian tubuhnya yang sebelumnya terbuka kini tertutup. Namun, jangan membayangkan penampilannya seperti orang pada umumnya. Mawar kini mengenakan pakaian yang terbuat dari anyaman kelapa (daun, serat buah, dan akar pohon), membentuk rok rumbai dan kemben di bagian atas yang menutupi sesuatu yang “ya ampun besarnya”. Biarpun begitu, Mawar tidak menganggapnya sebagai masalah. Ia merasa nyaman meskipun agak sedikit gatal.

“Mawar …!” seru Bunda Wulan memanggilnya dari kejauhan.

Mawar menghentikan aktivitasnya lalu menoleh ke arah suara. Ia menyipitkan mata menatap lurus ke pepohonan besar yang disinyalir sebagai lokasi keberadaan Bunda Wulan memanggilnya. Namun setelah dicermati, sosok sang bunda tidak terlihat di tempat yang diduganya. Mawar menggeleng-gelengkan kepala dengan bibir mengerucut menanggapinya. Akan tetapi, begitu ia berbalik, sang bunda memelotot tajam ke arahnya. Namun, bukan reaksi kejut yang tergambar di wajah Mawar, melainkan perubahan wajahnya yang menjadi sosok menakutkan. Sorot mata yang tajam, wajah yang pucat, dan dengus kebencian, seolah ia tengah siap menikam musuh di hadapannya.

“Bagus, seperti inilah yang aku harapkan,” puji sang bunda yang langsung berbalik memasuki rumahnya.

 Mawar mengerjap lalu menyusul sang bunda memasuki rumah.

“Mawar, tidak ada lagi yang bisa kuajarkan kepadamu. Tetapi ….” Bunda Wulan menggantung perkataannya. Ia menatap Mawar dengan tajam dan mengisyaratkannya untuk duduk di dekatnya.

“Sebelum kamu kembali pulang, cobalah makan semua ini.” Bunda Wulan mengeluarkan berbagai jenis bunga dan rempah-rempah di hadapan Mawar.

Mawar memperhatikan berbagai jenis bunga dan rempah-rempah dengan seksama dalam sekali lirik. Ia hanya tertarik pada kelopak bunga mawar merah seperti namanya. Lalu, tanpa ragu-ragu ia memakannya.

“Mengapa mawar ini begitu enak rasanya?” tanya Mawar sambil mengunyah kelopak mawar dengan begitu nikmatnya.

“Aku sudah menduganya, kamu akan memilih bunga yang sesuai dengan namamu. Cobalah kamu memakan yang lain dan kamu akan mengetahui keajaibannya,” ujar Bunda Wulan tanpa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Mawar.

Mawar mengangguk lalu mengambil setangkai bunga melati dan memakannya. Sesuatu yang aneh terjadi, Mawar berkeringat dingin dan langsung memuntahkannya. Namun yang keluar dari mulutnya bukanlah bunga melati, melainkan seekor kadal yang telah menjadi bangkai.

“Minumlah!” Bunda Wulan menyodorkan segelas air.

Mawar mengambilnya lalu dengan cepat ia meneguknya. Lagi dan lagi ia memuntahkannya. Kali ini yang keluar adalah cairan hitam yang berbau busuk dan begitu pahit di mulutnya.

“Air apa ini, Bunda?” tanya Mawar, heran.

“Rahasia,” jawab Bunda Wulan yang langsung melangkah ke pintu luar disusul Mawar di belakangnya.

Bunda Wulan merangkul Mawar dengan penuh kasih sayang, suaranya merayap lembut di antara hening yang tiba-tiba tercipta.

"Setelah semua dendammu terbayar, kembalilah ke sini!" pintanya dengan lembut namun penuh kehangatan.

Dengan penuh kelembutan, Bunda Wulan mengusap pucuk kepala Mawar, matanya penuh harap dan kesedihan yang tersembunyi. Mawar terdiam, hening dalam pikiran yang sebenarnya penuh dengan riuh emosi. Keputusan sulit untuk meninggalkan Bunda Wulan yang telah menjadi sosok ibu dan guru selama beberapa bulan terakhir, namun api dendam yang masih berkobar di dalam dirinya memaksa Mawar untuk pergi. Matanya menghindari tatapan sang bunda, beralih dan menatap pohon-pohon besar yang menjulang tinggi di depannya.

"Bunda ...," gumam Mawar seraya memutar kepala menatap sang bunda.

"Aku pergi," imbuhnya dengan suara serak.

Bunda Wulan hanya bisa mengangguk dengan penuh pengertian, namun tatapannya menyiratkan kesedihan mendalam yang tak terungkap sepenuhnya. Mawar melangkah pergi, meninggalkan Bunda Wulan yang terdiam di belakangnya, penuh dengan perasaan yang tak terucapkan.

Dalam perjalanan menyusuri rimba raya, Mawar hanya membawa pakaian unik yang kini melekat erat pada tubuhnya dan kesaktian yang telah berhasil ia raih dari Bunda Wulan.

Di bawah kanopi pepohonan yang lebat, Mawar melangkah dengan hati yang penuh tekad. Matahari perlahan terbenam di ufuk barat, menyelimuti suasana hutan dengan selimut kegelapan yang semakin menebal.

Sampai menjelang pagi, Mawar sudah berada di tengah jalan yang membelah kedalaman hutan. Langkahnya mantap menyusuri lintasan jalan yang sering dilalui oleh orang-orang. Dalam keheningan hutan yang masih tidur, ia berharap agar ada kendaraan yang melintas, membawa peluang untuk menumpang dan keluar dari hutan yang telah menjadi saksi bisu perjuangannya.

Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Seperti peribahasa yang mencerminkan kehadiran sesuatu yang diinginkan, hati Mawar berdebar kencang ketika deru mesin mulai menghiasi hutan dari arah belakangnya. Ia memperlambat langkahnya, terus melangkah seiring suara mesin kendaraan yang semakin mendekat.

Bim, bim!

Klakson mobil memberikan suara nyaring yang menggetarkan hutan. Mawar dengan cepat menghentikan langkahnya, lalu memutar badan untuk menghadapi sumber suara yang menarik perhatiannya.

Seorang pria muda, bertopi hitam dan berkacamata hitam besar, melangkah keluar dari mobil dengan langkah mantap. Ia mendekati Mawar dengan pandangan mesum yang tak menyenangkan, melayangkan tatapan liar ke tubuh sang gadis.

“Mau ke mana, Neng? Jalan sendirian di tengah hutan angker seperti ini?” tanya si pria dengan nada merayu, penuh harapan bahwa gadis itu akan bersedia menumpang di mobilnya.

Mawar menjawab dengan polos, “Aku tersesat, Bang. Aku hanya ingin pulang.”

“Biar Abang antar Neng pulang dengan selamat. Ayo, Neng!” seru si pria, tanpa memedulikan kesopanan, ia langsung merangkul pundak Mawar dan membawanya masuk ke dalam mobil dengan tatapan liar yang mengarah pada kedua bukit kembar yang membusung indah.

“Gila, udah cantik ditambah besar pula melonnya!” seru si pria di dalam pikirannya.

Terpopuler

Comments

AnnaYoung

AnnaYoung

Apa kelemahan Mawar akan ada pada makanan? Gak mungkin kan dia kuat terus. 🤔

2023-11-29

1

Rere Sativa

Rere Sativa

Hmmmm, ternyata bunda wulan benar-benar nggak punya baju buat Mawar☺

Kayanya balas dendam mawar banyak adegan di atas umur ini. 😁✌

2023-11-29

1

Claudia Jung 🐻🐰

Claudia Jung 🐻🐰

Melon ya, Bang? Aku kira semangka 🤣✌️

2023-11-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!