Keputusan Kepala Sekolah

Larik cahaya mentari pagi menimpa wajah Mawar yang masih tertidur pulas dengan posisi menghadap jendela kamarnya. Cahayanya yang menyilaukan berhasil membuat kedua kelopak matanya terbuka, dan kemudian ia menggeliat menyadari hari telah berganti. Akan tetapi, ketidaksukaan terlintas dari tatapannya yang dingin. Mawar lantas bangkit dan menutup tirai gorden dengan kasar, menghalangi sinar matahari memasuki kamarnya.

“Aku harus melanjutkan sekolahku,” gumam Mawar memikirkannya.

Jam menunjukkan pukul 7:15 pagi, dan Mawar tersadar bahwa ia terlambat ke sekolah. Ia pun menyadari konsekuensi yang harus dihadapinya setelah absen berbulan-bulan. Kendatipun demikian, waktu tak lagi menjadi fokusnya. Keputusannya untuk kembali ke sekolah mendorongnya untuk bersiap dengan segera tanpa memedulikan berbagai hal yang telah terlewat.

Mawar bergegas membersihkan diri dan segera mengenakan seragam sekolah. Wajahnya mengernyit ketika ia berusaha keras mengaitkan kancing atas bajunya yang sempit. Kasihan. Sesuatu yang dipaksakan memang menyakitkan, terlihat dari kancing seragam paling atas yang hampir putus karena ukuran dada yang terlampau besar. Ia pun mengakalinya dengan memakai outwear berupa cardigan rajut berwarna putih lengan panjang. Cantik dan elegan, kesan yang akan didapatkan bagi siapa pun yang melihatnya.

“Pak Satpam!” Mawar berseru dari depan pintu.

Paijo yang sedang berjaga di pos depan, meluruh dan dengan langkah cepat menghampirinya.

“Saya, Nona,” ucap Paijo dengan sikap hormat.

“Antarkan aku ke sekolah!” pinta Mawar.

“Siap, laksanakan!” Paijo dengan semangat menggebu, berlari mengambil kunci mobil dan kembali dengan membukakan pintu mobil untuk sang gadis dengan gaya elegan.

Mobil sedan Mercedes-AMG melaju sedang melintasi jalan perumahan yang lengang. Paijo, lelaki hitam bertubuh kekar duduk di bangku kemudi, membawa Mawar yang duduk di belakangnya. Lantunan lagu Dewa mengiringi perjalanan dengan riang, mendayu-dayu, menghidupkan suasana hangat di pagi hari. 

Sesekali Paijo melirik spion dalam, memperhatikan sang gadis yang terus menatap ke arah luar. Namun, ketika Mawar membalas menatapnya melalui spion, Paijo bergidik ngeri melihat tatapan tajam dari sang gadis. Pada saat itu, ia tak lagi berani melihatnya.

Bosan tanpa adanya obrolan, Paijo mengulurkan tangan mengecilkan volume. Ia kemudian memberanikan diri memulai percakapan. “Non, tiga bulan yang lalu, saya menerima surat panggilan dari sekolah. Maafkan saya yang baru mengingatnya.”

“Tidak apa-apa, Pak. Tujuanku ke sekolah untuk menanyakan statusku,” sahut Mawar.

Senyum merekah terukir di bibir Paijo yang hitam, menciptakan kontras yang nyata dengan kulit Mawar yang putih namun pucat. 

“Jenazah Pak Alexander dan putranya telah selesai saya bakar sampai tak tersisa,” imbuhnya melaporkan.

Tidak ada tanggapan, Mawar hanya memandang arah luar sampai akhirnya Paijo menyempatkan diri menolehkan kepala di tengah konsentrasinya menyetir.

“Nona!” panggilnya sedikit meninggikan suara.

“Eh.” Mawar mengerjap, lalu melirik ke arah spion hingga keduanya saling bertatapan.

“Terima kasih, Pak, tapi Bapak tidak perlu membicarakannya lagi,” kata Mawar memintanya.

“Ba-baik, Nona. Maafkan saya,” sahut Paijo yang kembali fokus pada tugasnya.

“Ba … bagaimana dengan orang-orang yang nanti mencarinya? Apa Nona sudah memikirkannya?”

“Tidak usah khawatir, bilang saja kalau Pak Alexander dan putranya tengah pergi ke luar negeri.”

“Baik, Nona.”

Sesampainya di gerbang sekolah, Paijo menerobos gerbang yang akan ditutup oleh satpam sekolah hingga si satpam yang kesal langsung berlari mengejar mobil.

“Hei, siapa Anda? Mengapa Anda menerobos masuk ke dalam lingkungan sekolah?” tegur sang penjaga sekolah dengan nada ketus.

Paijo keluar dari mobil dan lekas membukakan pintu belakang. Ia tak mengindahkan teguran penjaga sekolah yang menegurnya. Mawar yang tidak ingin ada keributan, langsung menatap penjaga sekolah dengan tatapan dingin hingga membuat kemarahan si penjaga sekolah berganti dengan ketakutan yang sulit dipahaminya.

“Kembalilah ke rumah dan tidak perlu menjemputku!” ujar Mawar kepada Paijo.

“Baik, Nona,” sahut Paijo mantap.

Mawar kemudian memasuki ruang kantor sekolah dengan langkah mantap, diiringi sorotan heran dari beberapa guru yang tengah duduk di barisan meja. Ruangan itu menjadi sunyi sejenak ketika tatapan penuh tanda tanya menghujani sang gadis.

“Permisi, Bapak dan Ibu. Apakah Kepala Sekolah ada? Saya ingin menemuinya,” tanya Mawar, suaranya memecah keheningan.

“Maaf, Adik ini siapa? Apakah Adik merupakan murid dari sekolah ini?” tanya balik seorang pria berkacamata tebal, mencoba memahami kehadiran Mawar.

Mawar menatapnya dengan tajam. “Mengapa Bapak Anto tidak mengenali murid Bapak sendiri? Saya Mawar, murid kelas XI IPA,” jawab Mawar, mengungkapkan identitasnya.

Semua guru yang berada di ruangan mencoba mengingatnya. Sementara Pak Anto sendiri menjelajahi tubuh Mawar dari kepala sampai ke kaki.

“Ma-Mawar! Betulkah ini kamu?” seru Pak Anto dengan ekspresi terkejut, meresapi perubahan yang terjadi pada anak asuhnya.

Suasana kantor sekolah seketika terisi dengan keharuan dan ketidakpercayaan yang berpadu. Para guru langsung mengerubunginya dan menatap haru kehadiran sang murid yang telah lama hilang setelah insiden yang terjadi.

“Ayo, Mawar. Bapak Heri Purnama ada di ruangannya. Biar Bapak sendiri yang antar kamu,” ujar Pak Anto yang langsung membawa Mawar memasuki ruang kepala sekolah.  

Bersama Pak Anto, Mawar melangkah masuk ke ruang kepala sekolah dan langsung disambut antusias oleh Kepala Sekolah yang memintanya duduk dengan ramah. Baginya, gadis yang duduk berhadapan dengannya itu hanyalah seorang siswi baru dari pindahan sekolah lain. 

Namun, setelah dijelaskan oleh Pak Anto bahwa gadis itu adalah Mawar Merah, suasana hati Pak Heri berubah 180 derajat. Sebuah ekspresi keterkejutan dan keragu-raguan menyelinap di wajahnya. Pikirannya langsung memutar kembali ingatan akan kasus kematian kedua orang tua Mawar yang telah menguras waktu dan perhatiannya. 

Beberapa pihak berwajib dan orang-orang dari perusahaan telah memintanya untuk memberikan keterangan, membuatnya terjebak dalam pusaran urusan yang rumit. 

Pak Heri memandang Mawar dengan tatapan yang sulit diartikan. Di matanya, tergambar keraguan dan pertimbangan. Keputusan yang harus diambilnya kini menjadi beban berat, di mana kerumitan akan kembali menghampirinya dan membuat sekolahnya menjadi pemberitaan media massa. 

Suasana di ruangan tampak membeku, Pak Heri dipusingkan dengan keputusan apakah dirinya akan menerima kembali Mawar dengan mengambil semua konsekuensi yang mengikutinya, atau menolaknya demi menjaga citra sekolah.

Mawar memahami kesulitan yang menghinggapi pria tua di depannya. Ia kemudian berkata, “Aku telah mencoreng nama baik sekolah meskipun aku hanyalah seorang korban. Bapak tidak perlu menerimaku untuk kembali sekolah di sini, tapi bisakah Bapak membantuku mencarikan sekolah lain?”

Pak Heri menoleh ke arah Pak Anto yang mengerutkan kening mendengar perkataan dari sang murid.

“Pak Anto, siapkan rapat! Saya butuh masukan dari semua guru,” ujar Pak Heri memberi perintah.

“Baik, Bapak. Segera saya laksanakan,” sahut Pak Anto yang langsung meninggalkan ruangan.

“Mawar, kamu tunggu di sini sampai keputusan terbaik bisa Bapak ambil!” pinta Pak Heri penuh kebijaksanaan.

Mawar mengangguk dan berkata, “Terima kasih atas kebijaksanaan Bapak.”

Dua jam berlalu, Pak Heri kembali memasuki ruangannya. Mawar yang masih duduk di kursinya menatap penuh harap pada keputusan yang akan diterimanya.

“Mawar, setelah Bapak menerima semua masukan dari para guru, Bapak memutuskan bahwa kamu dipindahkan dari sekolah ini demi kebaikan kita bersama. Dan ntuk administrasi kepindahan, Bapak menugaskan Pak Anto yang mengakomodir semuanya. Semoga Mawar bisa menerima keputusan ini dengan baik,” ujar Pak Heri menyampaikan keputusannya.

“Terima kasih, Bapak,” sahut Mawar menerimanya dengan lapang dada.

Terpopuler

Comments

Claudia Jung 🐻🐰

Claudia Jung 🐻🐰

Lah mbak Mawar masih sekolah?

2023-12-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!