Penyembuhan

Sinar matahari pagi masih merayap perlahan di antara celah dedaunan yang rimbun. Seorang nenek yang pastinya sudah tidak muda lagi, melangkah tenang dengan ember hitam yang terayun pelan di tangan kanannya menuju tepi sungai, tempat biasanya ia mencuci dan memenuhi hajatnya.

Saat si nenek mulai mencuci pakaian di tepi sungai, cahaya matahari menari-nari, menciptakan kilauan emas di permukaan air yang mengalir deras. Suasana yang begitu damai seolah memanggilnya untuk menikmati repetisi keindahan harian. Namun, di balik pemandangan yang menenangkan itu, tak ada sedikit pun kedamaian yang terlukis dari sorot mata si nenek yang dingin. Cahaya yang memantulkan ke permukaan air hanya menyoroti kegelapan dalam batinnya.

Meskipun usianya telah tergerus oleh waktu yang tak terelakkan, sosoknya terlihat seperti bayangan dari masa lalu yang terpendam dalam kegelapan. Keanggunan yang kini ia perlihatkan adalah seperti bayangan yang memudar di tengah kerutan-kerutan di kulitnya, menciptakan gambaran tubuh yang terombang-ambing oleh kekejaman waktu. Rambut abu-abu tebalnya dibiarkan terurai panjang, seperti serat-serat kelam yang merayap perlahan-lahan, membentuk jalinan kisah kelam yang terpendam dalam relung hatinya.

Pakaian yang dikenakannya terlihat kusam dan serba kehitaman, mencerminkan kebengisan dan kesedihan yang mungkin telah merajai hidupnya. Ia memiliki daya tarik misterius yang menarik perhatian dan ketakutan secara bersamaan bagi siapa pun yang bertatapan dengannya. Memancarkan misteri yang membayangi kehidupannya, dan mengukir jalan untuknya yang terus hidup sebatang kara di tengah rimbunnya hutan rimba.

Kedua tangan si nenek bergerak begitu kuat mengucek kain yang dicucinya. Sekilas ia menoleh ke arah bebatuan yang tertata tak beraturan di sepanjang aliran sungai. Matanya terbelalak, dan kain yang dipegangnya hampir jatuh dari tangannya yang gemetar. Terlihat olehnya sesosok tubuh seorang gadis yang dipenuhi luka, tengah terjepit di antara bebatuan. Ekspresi heran bercampur rasa penasaran menggelayuti wajah si nenek. Matanya menyipit memperhatikan dengan seksama apa yang ditemukannya.

Seketika itu juga, pemikiran si nenek penuh dengan pertimbangan, antara menghanyutkan atau membiarkannya saja sampai terhanyut sendiri ataupun ada orang lain yang akan menemukannya. Pada akhirnya, si nenek enggan direpotkan dengan penemuan tubuh gadis yang bisa menjadikannya saksi hukum dari penemuannya itu. Dengan rasa enggan, si nenek mengambil sebatang ranting yang tergeletak tak jauh dari tempatnya. Ia bermaksud untuk menghanyutkan tubuh si gadis lebih jauh dari posisinya yang terjepit di antara bebatuan.

Ia melangkah menyeberangi lebar sungai dengan menggenggam sebatang ranting yang akan digunakannya untuk mendorong tubuh si gadis. Namun, ketika si nenek mulai menggerakkan ranting, matanya menangkap tanda kehidupan yang masih ada pada tubuh si gadis. Ia kemudian berpikir ulang untuk menghanyutkannya.

“Sepertinya malaikat masih belum ditugaskan untuk mencabut nyawanya. Namun, dengan kondisi yang mengenaskan seperti ini, mustahil bagi siapa pun untuk dapat bertahan hidup,” gumam si nenek setelah memperhatikannya sambil berpikir.

Tanpa ragu lagi, si nenek melemparkan ranting yang dipegangnya lalu menyeret tubuh si gadis ke tepian. Ia membawa tubuh si gadis dengan langkah hati-hati menuju rumahnya yang terpencil di tengah hutan.  Suasana di sekitar rumahnya penuh dengan kesunyian yang hanya dipecahkan oleh desiran angin dan nyanyian burung-burung. Rumah si nenek terlihat seperti benteng kuno yang menyimpan berbagai rahasia alam.

Melihat kondisi tubuh si gadis yang penuh memar dan luka menganga, si nenek bergegas memasukkannya ke dalam rumah dan memasuki sebuah kamar kecil lalu membaringkannya di atas tumpukkan daun kering yang dijadikan alas. Di dalam, tercium aroma rempah-rempah dan ramuan obat yang menyelimuti seluruh ruangan. Si nenek dengan keahlian yang dimilikinya, mulai meracik ramuan obat dari tanaman-tanaman herbal khusus yang dikumpulkannya dari penelusurannya di kedalaman hutan.

Selesai meramu obat, si nenek dengan penuh perhatian menyapukan ramuan obat ke seluruh tubuh si gadis yang dipenuhi luka. Rasa hangat dari ramuan itu seolah menyembuhkan lebih dari sekadar luka fisik, menciptakan lapisan perlindungan yang menenangkan. Setelahnya, tubuh si gadis ditempatkan di dalam sebuah drum yang berisi air yang juga dicampur dengan berbagai ramuan herbal. Proses penyembuhan dimulai, dan rumah si nenek menjadi saksi bisu dari upaya penyelamatan yang dilakukan dengan penuh keahlian dan harapan.

“Di dalam keheningan hutan yang gelap, di antara dedaunan yang gemetar oleh kehadiran yang tak terlihat, aku membawa seonggok daging yang terbuang melintasi alam. Seorang gadis yang terselimut duka. Merintis jalan yang terkutuk di antara benang kehidupan yang terputus!” racau si nenek dengan pandangan yang sulit untuk diartikan.

Sejenak, si nenek memandang tubuh si gadis yang terendam dalam air beraroma ramuan obat. Matanya yang tajam seakan bisa membaca setiap luka yang menganga di tubuh si gadis. Ajaibnya, luka-luka di tubuh si gadis bereaksi seketika, menyerap ramuan obat seperti mulut-mulut yang sedang mengunyah.

Selama seminggu proses penyembuhan berlalu, lebam-lebam dan luka-luka yang menganga mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Si gadis yang awalnya tampak seperti mayat hidup, kini kembali mendapatkan warna dan semangatnya. Akan tetapi, tidak ada kebahagiaan yang terpancar dari raut wajah sang nenek, meskipun proses penyembuhan menuai hasil yang luar biasa. Ia masih bersikap dingin seperti biasanya. Hanya pandangannya yang sedikit menyibak rasa kagum pada kecantikan sang gadis.

Pada hari kedelapan, sang gadis yang tak lagi berendam di dalam drum penyembuhan mulai membuka kelopak matanya. Pandangannya terarah ke langit-langit yang dipenuhi oleh akar pohon yang menjalar.

“Akhirnya kau membuka matamu,” ucap si nenek dengan suaranya yang parau.

Si gadis memutar wajahnya untuk menatap si nenek dengan tatapan dingin, penuh kebencian. Wajahnya menjadi panggung untuk drama kegelapan yang tak terbendung. Tidak ada rasa takut yang tercermin di matanya, hanya gelombang kebencian yang membalut setiap gerakannya. Di sisi lain, si nenek tetap tak tergoyahkan oleh tatapan tajam si gadis, seolah-olah dia telah berdiri di antara bayangan kegelapan di sepanjang hidupnya.

Tidak satu ekspresi pun tampak di wajah si gadis, seakan-akan ia adalah patung tanpa jiwa. Begitu pun si nenek, yang tidak memedulikan tatapan dingin yang diarahkan padanya. Namun, di balik ketidakpedulian itu, ada kerisauan yang dalam menghiasi mata si nenek, melihat bahwa sosok gadis yang telah diselamatkannya dari kematian, tidak memahami arti terima kasih.

Mereka berdua, satu dalam ketidakpedulian yang dingin, saling bertatapan di tengah ruang yang dipenuhi oleh atmosfer kegelapan. Kebekuan itu menjadi panggung untuk ketegangan yang menyatu, sementara isi hati si nenek terus mengalir dalam sorot matanya yang kecewa.

"Sepertinya kau tidak ingin diselamatkan," ujar si nenek. Tanpa menunggu jawaban dari si gadis, ia berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan gadis itu terdiam dalam keheningan yang mulai mencekam.

"Tunggu!" Si gadis membuka mulutnya, mencoba menahan langkah si nenek yang semakin menjauh.

Seketika, si nenek menghentikan langkahnya tanpa membalikkan badan untuk menatap sang gadis. Aura dingin menyelimuti keberadaannya.

"Siapa Anda …? Dan mengapa Anda menyelamatkan saya?" tanya si gadis dengan suara datar, tatapannya tajam memotret kesunyian yang menghinggapinya.

"Aku …? Kau tidak perlu tahu siapa aku …. Kau tersangkut di bebatuan sungai, dan aku tidak ingin pakaian yang aku cuci dikotori olehmu. Sekarang, kau boleh pergi meninggalkan rumahku!" jawab si nenek dengan nada dingin dan tanpa belas kasihan.

"Ja ... jadi benar, mereka membuangku ke sungai," gumam si gadis, mengonfirmasi kecurigaannya.

"Siapa mereka? Mengapa mereka membuangmu?" tanya si nenek, suaranya menusuk tajam melintasi ruang di antara mereka, mencoba membongkar lapisan misteri yang menyelimuti sang gadis.

Terpopuler

Comments

Amindha

Amindha

aku kira mawar tua

2024-05-04

2

Claudia Jung 🐻🐰

Claudia Jung 🐻🐰

Aku kira Mawarnya sudah tua, ternyata si Mawar diselamatkan oleh si Nenek.

2023-11-22

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!