Tragedi Kelam

Sore sebelum kegemparan terjadi di pekatnya malam, suasana di perumahan elit yang berlokasi di tengah pedesaan itu sangatlah tenang dan jauh dari kebisingan kota. Perumahan yang terapit oleh perkampungan dan bernuansa alam itu merupakan salah satu mahakarya dari seorang pengusaha properti bernama Agung Pramono.

Berkolaborasi dengan desainer ternama, Jasmin Intan, yang menjadi pasangan hidupnya selama 18 tahun, ia dan istrinya sukses membangun perusahaan properti terbesar di Nusantara. Kiprah mereka dalam dunia bisnis properti begitu mengagumkan, dengan prestasi menembus pasar Asia dan menjadi pionir dalam pembangunan setiap daerah yang menggunakan jasa perusahaan mereka. Namun, kesuksesan yang luar biasa juga membawa risiko besar, karena mereka harus tangguh menghadapi persaingan bisnis yang selalu penuh intrik dan perselisihan di antara para pengusaha yang tak segan untuk saling menjatuhkan.

***

Keindahan senja melukis warna-warni semesta, menyisipkan kehangatan magis di setiap sudut rumah yang menjadi tempat kediaman Agung Pramono dan istrinya, Jasmin Intan.

Mereka duduk di sofa empuk nan besar sambil bercengkrama penuh keakraban. Seperti biasanya, sepasang suami istri itu akan mengisi waktu luangnya dengan berduaan di dalam rumah. Namun, bukan berarti di rumah itu hanya ada mereka berdua saja, mereka juga memiliki seorang putri yang menginjak usia remaja bernama Mawar Merah.

Nahas, kehangatan keluarga itu harus sirna tatkala pintu depan rumah dibuka paksa oleh sekelompok pria berjas hitam yang melangkah masuk dengan membawa senjata tajam yang tergenggam erat di tangan mereka.

Sontak saja sepasang suami istri itu terkejut mendengarnya. Keduanya lekas berdiri dan menghampiri para pria dengan raut wajah yang begitu tegang.

“Agung Pramono, kami datang untuk menyampaikan pesan dari Baron Martin,” ucap pria bertubuh kekar dengan intonasi yang kuat.

“Siapa kalian, apa maksud semua ini, dan pesan apa yang kalian bawa?” Agung Pramono melemparkan beberapa pertanyaan secara langsung dan lugas.

“Anda ini banyak tanya!” sungut pria yang sama, “namun … terlebih dahulu saya akan menyampaikan pesan darinya, hidup kalian akan berakhir di sini dan sekarang.”

“Kami tidak memiliki masalah dengan Tuan Baron, mengapa dia ingin membunuh kami?” Jasmin Intan mempertanyakan alasannya.

“Anda salah alamat menanyakannya kepada kami, Nyonya. Kami datang hanya untuk menyampaikan pesan dan menjalankannya.” Pria kekar itu mengangkat tangan kanannya memberikan isyarat kepada yang lainnya untuk mengeksekusi.

“Tunggu!” pekik lantang Agung Pramono mencoba mengulur waktu.

“Masalah ini bisa diselesaikan dengan cara lain. Tolong, bicaralah dengan Baron, katakan padanya kita bisa menemui solusi!” imbuhnya.

“Tidak ada negosiasi di antara kita.” Pria kekar melambaikan tangan, menyeru kepada para pembunuh untuk menjalankan tugas.

Suasana menjadi semakin tegang. Ruang keluarga yang sebelumnya menjadi saksi kebahagiaan, kini menjadi tempat terakhir mereka berdua; terseret dalam persaingan bisnis yang kejam. Sementara itu, Mawar Merah yang belum pulang, tidak tahu dirinya berada di ambang kehidupan yang mencekam.

Belum sampai para pembunuh menebaskan senjata, tiba-tiba terdengar suara lantang dari pria kekar yang mendadak menghentikan eksekusi. Para pembunuh langsung menoleh ke arahnya dengan tatapan heran.

“Tidakkah kalian memperhatikan Nyonya Jasmin begitu menggairahkan?” Pria kekar menatap rakus pada pinggul sang nyonya yang begitu montok tengah berdiri dengan merapatkan tubuh pada suaminya.

Para pembunuh langsung mengalihkan pandangan ke arah pinggul Nyonya Jasmin, seperti yang ditunjukkan oleh tatapan si pria kekar. Mereka semua melebarkan mata menatap bongkahan besar yang begitu menggairahkan.

“Bunuh saja kami, tapi jangan kalian lecehkan istriku,” pinta Agung Pramono, membela kehormatan istrinya.

Sayangnya, permohonan Agung Pramono seakan tersapu oleh embusan angin dingin. Dengan kejam, beberapa pria merenggut Nyonya Jasmin dari pelukan suaminya. Agung Pramono–tanpa menyerah–berusaha mempertahankan istrinya dengan kedua tangannya yang melingkar semakin erat memeluknya, tetapi upayanya menjadi sia-sia. Para pembunuh dengan kejam mengayunkan golok-golok mereka secara berulang ke arah kepala Agung Pramono. Tubuh pengusaha properti itu jatuh tanpa daya, ditandai oleh luka-luka keji di sekitar kepala. Nyawanya lenyap seketika di pangkuan sang istri. Sekarang, giliran Nyonya Jasmin yang menjadi sasaran, dengan kedua tangan dan kakinya ditarik paksa oleh para pembunuh yang tanpa belas kasihan menelantangkannya di atas lantai.

Sang nyonya terus menjerit histeris, meronta-ronta, dan mengalihkan pandangan menatap wajah suaminya yang tak lagi dapat dikenalnya karena penuh dengan luka tebasan. Ia lalu dirudapaksa secara kasar di samping tubuh suaminya yang tak lagi bernyawa. Tiba-tiba saja ia berhenti menjerit dan tak lagi meronta-ronta. Bukan karena dirinya mulai menikmati perlakuan keji para bajingan itu, melainkan amarah yang bersemayam di hatinya semakin dalam hingga menembus seluruh saraf di tubuhnya. Wajahnya beralih memandang pria yang menindihnya. Mata sang nyonya melebar menatap dingin penuh amarah pada para bajingan yang tengah menggagahinya.

“Setelah kematianku, aku pastikan kalian dan keluarga kalian akan mengalami kematian yang teramat pedih,” ucapnya begitu dingin dipenuhi dendam kesumat.

Plak, plak! Bugh, bugh!

Bukan jawaban kata yang diterima sang nyonya, melainkan jawaban dalam bentuk tamparan dan pukulan yang keras, merintih dalam derita. Ancaman yang dikeluarkan olehnya kepada para pembunuh yang terjerat dalam nafsu keji sepertinya diabaikan dengan dingin.

Setelah mereka puas, seorang pria bercodet langsung menggorok leher sang nyonya dengan sekali tebasan. Mereka lalu merapikan celana dan bersiap untuk meninggalkan kedua jasad. Akan tetapi, belum lekas para pembunuh keluar dari rumah, terdengar jeritan histeris dari ambang pintu. Seorang gadis remaja berdiri dengan kedua tangan terkepal setelah menyaksikan kedua orang tuanya mati dengan begitu mengenaskan.

“Bajingan! Mengapa kalian membunuh kedua orang tuaku?” murka sang gadis yang tak lain adalah Mawar Merah, anak semata wayang dari kedua tubuh yang tergeletak tak bernyawa.

Para pembunuh saling melirik satu sama lain dengan alis yang terangkat dan mimik wajah yang bahagia. Sang pria kekar terkekeh melihatnya. Terlintas ide menjijikkan dari pikirannya yang kotor.

“Aku yakin gadis ini masih perawan, dan kalian akan bergantian menikmatinya setelah aku selesai merenggutnya,” ucap si pria kekar dengan tatapan dingin.

“Baik, Ketua,” sahut para pembunuh serentak.

“Tangkap gadis itu dan seret dia ke kamar!” perintah sang pria kekar.

Aneh atau mungkin bodoh dalam kekalutan, Mawar bukannya lari meninggalkan rumah, ia malah meluruh ke arah para pembunuh. Sontak saja sang pria kekar yang dipanggil ketua itu dengan mudahnya menangkap tubuh sang gadis, lalu menyeretnya ke kamar terdekat dari ruang keluarga.

Setelah membuka pintu kamar, sang ketua tiba-tiba berhenti lalu menoleh ke arah anak buahnya.

“Kita akan sedikit lebih lama di sini, jadi pastikan tidak ada seorang pun yang mencurigai rumah ini, dan pastikan juga tidak ada CCTV yang merekam kejadian ini, ” ujarnya seraya tersenyum simpul.

Para pembunuh menyeringai lalu berbagi tugas mengamankan rumah dari kecurigaan orang luar termasuk menghapus memori rekaman dari CCTV. Sementara sang ketua langsung menutup pintu kamar dan melakukan aksi bejatnya. Tidak sampai satu jam ia melakukannya, sang ketua keluar kamar dengan wajah yang penuh kepuasan.

“Kerbau Tiga, gadis itu sangat ranum dan capit udangnya begitu menjepit. Nikmatilah!” ucap si ketua dengan senyum mengerikan.

Dengan seringai penuh hasrat, pembunuh yang dipanggil Kerbau Tiga itu terkekeh pelan, lalu memasuki kamar dan menutupnya.

Secara bergantian para pembunuh memasuki kamar hingga sampai pada seorang pembunuh yang bertubuh kurus namun wajahnya sangat mengerikan dengan tato yang terukir hampir menutupi wajahnya, berjalan ringan memasuki kamar.

Terpopuler

Comments

YuniSetyowati 1999

YuniSetyowati 1999

Hai Thor 🙋 aku hadir karena harum bunga mawar memanggilku

2024-05-04

2

Mimik Pribadi

Mimik Pribadi

Astaghfirullaahh,,,,,mereka bener2 iblis berwujud manusia,udh membunuh ibu dan anak mereka diruda paksa 😭😭

2024-02-18

0

Nikodemus Yudho Sulistyo

Nikodemus Yudho Sulistyo

damn!

2024-01-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!