BAB.6 DI PERMALUKAN

     POV SAHARA

Namaku Sahara saya berasal dari keluarga terpandang ke dua orang tuaku seorang pembisnis yang berjaya pada masanya. Tapi ada kalanya bisnis itu pasang surut sampai gulung tikar.

Seperti yang di alami orang tuaku saat ini. Sudah gulung tikar hanya mengandalkan warkop yang satu satunya yang masih bertahan itu pun sudah mulai sepi pengunjung.

Saya memiliki kekasih namanya Alwani tapi sekarang ia sudah menikahi wanita yang dari kampung. Seiring berjalannya waktu kami tetap memiliki hubungan karna katanya tidak pernah mencintai istrinya. Alwani seorang pengusaha sukses dia memiliki beberapa toko sembako bahkan ia di juluki juragan beras.

Sementara orang tuanya sangat dengan ku dan memberiku restu untuk menikah dengan anaknya. Ya siapa lagi kalau bukan Alwani. Saya tidak salah memili pasangan hidup karna cinta pun tak cukup dan saya mau materi berkecukupan.

Tibalah dimana hari saya harus menikah dengan Alwani tapi di gelar di rumahnya. Anehkan biasa akan diadakan di rumah tapi kata calon mertuaku di rumahnya saja sekalian dia ulang tahun.

"Sayang dimana istrimu. Kok gak ada di mana mana." Ucapku bermanja manja dengan nya. Karna lagi hamil ia jadi semakin perhatian denganku.

"Jangan cari dia. Yang penting kamu ada di sisiku." Memang ia sebucin itu sama aku sehingga saya percaya diri untuk menyingkirkan istri buluknya itu.

"Sayang tapi saya tidak mau tinggal serumah dengannya." Sambil memainkan jariku di dadanya.

"Gak bisa gitu lah. Dia masih istriku jika kamu mau apa apa tinggal bilang ke dia seperti mau ke mall, mau makan." Kamu tinggal bilang saja."

"Yes. Akhirnya saya sedikit lagi jadi Nyonya Alwani." Bersorak dalam hati.

Malam pun tiba. Akad akan di adakan sebentar lagi dan bersamaan ulang tahun calon mama mertua. Ya ku panggilnya mama karna supaya lebih akrab saja. Tapi entah masalah berasal darimana mas Alwani di maki maki sama istrinya bahkan saya membela suamiku kena amukannya.

Gagal total acara malam ini. Saya memutuskan pulang bersama ke dua orang tuaku bahkan saya di hujat habis habisan tak ada yang membelaku bahkan calon suamiku sekalipun. Se sampainya di rumah saya masih memikirkan langkah apa supayah secepatnya kami menikah. Tadi karna sudah porah porandah penghulunya tidak ingin menikahkan kami kalau Alwani belum resmi bercerai dengan istrinya atau setidaknya mendapatkan restu dari istrinya.

"Sial. Ribet juga ternyata kalau mau menikah sama suami orang." Rancauku dalam kamar yang tak begitu luas. Karna perusahaan bapaku bangkrut mau tak mau kami meninggalkan rumah mewah yang kami tinggali sejak saya kecil.  Kami membeli rumah dengan ukuran kecil karna uang hanya cukup seperti itu. Apes dah siapa sih sebenarnya pembawa sial.

"Sahara. Bapa mau bicara sama kamu. Sekarang di tunggu di ruang tamu. " titah mama karna saya penasaran ku putuskan untuk menemui papa.

"Bapa ada apa?" Tanyaku dengan antusias.

"Kamu nggak mau kerja. Sia sia loh ijazamu kalau gak di pake." Tanya Bapak sambil menyesap teh panas yang ada di depannya.

"Saya sebentar lagi akan jadi istri pa. Jadi gak usahlah repot repot kerja. Lagian Alwani kan kaya pa."

Bapa hanya menghela napas membuangnya dengan kasar. Saya yakin bapa kecewa dengan keputusanku. "Pa biarlah dia dengan keputusannya. Lagian Alwani itu kaya jadi mama pastikan dia tidak akan ke kurangan apa pun." Ucap mama membelaku. Jika saya di marahi atau di tentang keputusanku mama lah orang pertama yang membelaku bahkan jika saya melakukan kesalahan yang fatal.

"Ma sebenarnya papa malu apa lagi hamil di luar nikah. Bahkan tetangga banyak yang ginjingin kita sekarang warkop sepih gara gara video semalam.

"Video apa?" Tanyaku antusias. Sebab saya lagi tidak buka media sosial bahkan saya masih carger ponselnya.

Bapa menapaku dengan tajam seola ola saya musuhnya.

Tok tok tok

Kami saling pandang ternyata yang datang tante Heti. "Ehh. Bu besan ada apa tumben datang kemari." Tanya mama sekedar basa basi sementara papa menghilang begitu saja.

"Tante tumben datang kemari." Ku duduk di samping mama. Kami terlibat obrolan serius. Karna video itu sudah viral maka mempercepat pernikahan kami.

"Tante tapi saya maunya pesta. Apa kata teman temanku nanti kalau hanya akad saja." Ku coba bernegosiasi dengan tante Heti padahal ia juga orang yang keras kepala bahkan mama sampai kewalahan ia membujuknya agar pesta.

Tapi lagi lagi tante Heti menolak dengan tegas dengan alasan malu.  Mau tidak mau harus mengikuti daripada harus batal menikah ya kan. Nanti gaji suamiku nanti saya yang ke lola. Tak ada lagi tapi tapian.

Malam harinya pun saya terpaksa menikah hanya dengan akad. Banyak yang video lalu di up di berbagai media sosial. "Emang ya pelakor zaman sekarang mah mau dapat restu atau nggak dari istri pertama tetap saja di gas." Ucap salah satu hadirin yang mulutnya ember sekali.

"Gimana gak di gas orang sudah bunting. Kasian loh istri pertamanya itu baik sekali."

"Iya ya nyesal pastinya dia itu. Sudah buang berlian demi batu gunung."

Seketika tawa mereka pecah. Emosiku sudah di ubun ubun bahkan siap meledak tapi kutahan demi menjaga citraku di depan suamiku dan ibu mertuaku. Yah kami suda sah dari beberapa menit yang lalu. Bahkan hanya menika siri saja.

"Mas aku sudah pengen." Godaku sama suamiku.

"Ihhh. Amit amit jabang bayi, wanita ulat bulu gak sabaran amat. Modelan seperti ini mah laku di jual seribu satu malam." Ucap ibu ibu yang melewatiku.

Padahal saya goda suamiku sendiri, bukan suaminya aneh itu ibu ibu.

"Kamu bisa nggak. Gak usah bikin malu!" Bentak suamiku yang baru beberapa menit berlalu.

"Hiks hiks."

"Kenapa kamu bentak aku mas. Dimana salahku." Saya menangis tersedu sedu agar menarik simpatik orang lain. Suamiku pergi begitu saja sementara aku di hujat banyak orang. "Pantas bunting orangnya saja gatal seperti itu." Ucap salah satu ibu ibu yang lagi makan sementara yang lain tertawa. Seola ola saya ini badut. 

"Tante." Panggilku butuh pembelaan dan hanya peduli sama aku itu hanya tante Heti. "Iya sayang jangan menangis ya." Dia sambil memeluk ku bahkan dia memberiku kata kata motivasi.

Pagi ini saya bangun sudah siang sekitar jam sepuluh. "Hoammm."

Memang saya bangun itu selalu siang karna saya nyonya bukan babu yang wajib bangun pagi. Tapi ngomong ngomog suamiku kemana ya. Kok gak keliatan dari tadi.

"Sayang. Sayang" panggilku tapi gak ada di mana mana.

"Darimana yank." Tanyaku penuh selidik.

"Saya cari Sera dari kemarin dia gak pulang pulang." Jawabannya membuatku sakit hati

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!