Kicauan burung kedasih di pagi hari,terdengar bersahut - sahutan seakan berpartisipasi dalam sebuah ajang kompetisi suara termerdu.Sang surya mulai meninggi,sinarnya semakin terik menyentuh ujung ilalang yang masih basah,bergumpalkan embun sisa semalam.
Seusai menyaksikan keakraban kakeknya bersama Jovian,Xander memilih kembali ke kamarnya.Selaput jantungnya terasa meletup kuat penuh tekanan.Dia merasakan datangnya hari ini seperti waktu yang berhenti memutarkan roda - roda kehidupannya.
Tak bergerak!.
Mati!.
Seperti inikah rasanya di beda - bedakan?!.
Di sela aktifitasnya membersihkan aliran darah yang menetes dari pipi kirinya.Telepon selulernya berdering,mendendangkan irama lagu yang di gemari para remaja saat ini.Dengan desahan nafas panjang,Xander mengambil ponsel dari kantong celananya kemudian menyisipkan di telinga.
"Hallo...".
"Hey bocah tengik,kapan kau transfer uang sisa pembayaran itu kepada kami?!".
Xander mengerutkan keningnya dan berkata,"Apa maksudmu?,kau coba memerasku?!".
Kekehan sarkas dari ujung ponsel menggema seperti dentuman musik elektronik yang menghentak,"Jangan berpura - pura bodoh!.Apakah kau lupa dengan perjanjiannya,bocah tengik?.Jika kau tak sanggup membayarnya,jangan pernah libatkan kami ke dalam masalahmu!.".
"Perjanjian itu batal karena kau gagal mengeksekusinya",balas Xander tenang.
"Jangan pernah bermain - main dengan kami,bocah tengik".
"Memangnya kau bisa apa,preman kampung?!".
"Aku bisa membuatmu menyesali semua perbuatanmu,bisa jadi mayatmu esok atau lusa akan di temukan mengambang di sungai...Dan mungkin-".
Pria di seberang sana,menunda rentetan kalimatnya seolah memikirkan ancaman yang tepat bagi Xander.Meskipun,hanya gertakan biasa.Dia tak mau itu terlihat setingan seperti alur cerita di sebuah novel.
"Katakan apa?!",sentak Xander mulai emosi.
"Hmmm...mungkin,pihak berwajib akan menyambangi kediamanmu dan menyeret dirimu ke dalam penjara,bocah tengik".
"Bagaimana?.Dua pilihan yang sama - sama tak menguntungkan,bukan?",lanjut sang penelepon di ikuti gelak tawa merasa dirinya di atas angin.
"Kau tahu akibatnya mengancamku?".
"Sayangnya tidak,bocah tengik.Karena aku tahu,kendati pun kau cucu seorang penguasa di kota ini tapi kau tak memiliki wewenang dalam menjalankan apa pun di lingkunganmu.Miris sekali",ejeknya dengan nada di buat seprihatin mungkin.
"Kau seperti seonggok sampah di dalam kubah emas dengan glitter permata,bocah tengik",pria itu menambahkan sindiran penuh sarkasme.
"Tutup mulutmu,b4ngs4t!".
Api kemarahan di hati Xander membara berkobar - kobar.Pembuluh darah di lehernya menegang.Tatapannya seolah - olah ingin mencincang tubuh pria yang secara gamblang merendahkannya dengan gergaji mesin jenis jigsaw.Harus dia akui,ungkapan kata demi kata pria itu 100% benar adanya.Dia tak memiliki kekuasaan,bahkan untuk sekadar memerintah para pengawal di kediamannya,Eurydome Hills.
"Sepertinya kau ketakutan,bocah tengik.Baiklah,aku tak akan berlama - lama denganmu.Hanya ingin memperingatkanmu,lunasi pembayaran itu dalam waktu 3 hari!.Jika tidak,kau akan tanggung resikonya nanti".
Puas mengancam,pria yang memiliki bekas luka sayatan memanjang seperti lipan di wajahnya itu menutup sambungannya.Bukan cuma itu saja,yang lebih buruk 5 jari tangan kirinya semua terpotong dan pupil kanannya terlihat rusak dan masih bernanah.Baunya busuk seperti bangkai yang terendap selama 5 hari!.
Itu jelas - jelas,di sebabkan oleh tebasan dan tusukan sebuah pisau!.
Oh my God,siapa yang telah melakukan tindakan keji seperti ini kepadanya?.
Seharusnya dia tak akan mendapatkan bekas luka sebanyak itu kalau tak tergiur oleh tawaran anak ingusan seperti Xander.Namun,nasi telah menjadi bubur.
Semua tidak bisa di kembalikan seperti semula!.
"Semua karena bocah tengik itu!".Pria itu menyeringai lebar,sambil mengelus bekas luka yang nampak begitu parah dan menyeramkan itu.Tak berapa lama,dia kembali menekan beberapa digit angka di handphone-nya.
"Arghhh...!",Xander membanting ponselnya.
Dia mencengkram kuat rambutnya,lagi - lagi frustasi.Dari mana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat?.Tabungannya saja sudah ludes untuk berfoya - foya dengan wanita penghibur dan minuman beralkohol.Bahkan,dia rela mengambil tanpa izin,barang - barang antik di rumahnya sendiri untuk di jual kepada kolektor dan arkeolog ternama di kota Leytonstone.
Dengan hasil penjualan itu,Xander menyewa seorang pembunuh bayaran paling kejam untuk menghabisi Jovian.Sialnya,ternyata uang yang terkumpul cuma separuhnya saja dan Xander berjanji akan membayarnya jika tugasnya selesai.Akan tetapi,asanya pupus.
Orang yang di sewanya gagal melaksanakan tugas.Malah sebaliknya,dia mengancam balik Xander karena telah mengkhianati kesepakatan yang telah terjadi.Barangkali,inilah yang di namakan sudah jatuh masih tertimpa tangga.
***
Tok,Tok,Tok...
"Tuan!.Tuan Xander!",Adela memanggil dirinya.
"Masuk saja!".
Pintu kamar terbuka pelan dan menampakkan sosok perempuan paruh baya sedang membawa nampan,"Ada apa?".
"Saya mengantarkan sarapan untuk anda,Tn.Xander".
"Taruh saja di sana!".
Xander menunjuk ke arah meja kecil di sudut kiri kamarnya.Di atas sisi kanan dinding,terpajang satu pigura besar yang berisi potret seorang pria dewasa sedang melempar anak kecil ke udara dengan background panorama laut.Ekspresi mereka tampak ceria dan bahagia.
Itu adalah foto Xander bersama dengan Arthur 14 tahun yang lalu.
Adela berjalan menuju tempat yang di arahkan majikannya.Meletakkan nampan itu dengan hati - hati.Setelahnya,dia keluar mengambil perlengkapan kebersihan dan segera membersihkan lantai kamar itu dari bekas makanan yang tumpah berceceran.
Xander memperhatikan Adela,perempuan yang telah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengurus dirinya.Dia berucap.,"Adela,boleh tanya sesuatu?".
Adela yang baru saja berjongkok untuk memunguti pecahan piring dan gelas.Sekejap mendongak,menatap remaja itu dengan tatapan teduh,"Ya,ada apa Tn.Xander?".
"Hmmm...maukah kau meminjamiku uang?".
Mungkin permintaan ini terkesan menurunkan derajat dan martabat Xander,tapi apa boleh buat?.Hanya itu satu - satunya cara yang bisa dia lakukan untuk melunasi hutang.Adela terdiam,berpikir beberapa detik.Dia bisa menangkap rona di wajah Xander yang meratap putus asa.Menggambarkan ada masalah besar bergelayut di dalam kepalanya.
"K-kalau boleh tahu untuk apa,Tn.Xander?".
Pada akhirnya,Adela menjawabnya dengan ragu - ragu.Hatinya berada dalam kebimbangan.Sebelumnya,dia sudah mendapatkan amanat baik dari Arthur maupun Jovian untuk tidak memberikan apa pun kepada remaja itu.Andaikata,dia melanggar pasti akan kena amuk dari Tuan besarnya.Tapi,jika menolak hal serupa mungkin juga akan terjadi.
Sejenak,Xander memejamkan matanya.Dia juga memijit pangkal hidungnya,terlihat frustasi."Apa semua yang aku lakukan,kamu harus tahu,Adela?".
Xander menatapnya tajam,meskipun perangai remaja itu dingin dan acuh tapi Adela tak pernah marah sedikit pun.
"B-bukan begitu,Tn.Xander",balas Adela takut.
"Hanya saja,Tuan besar akan sangat marah jika beliau mengetahuinya.Belum lagi Tuan muda Jo-".
"Jangan pernah sebut nama itu di hadapanku,Adela!",sergah Xander dengan intonasi di naikkan satu oktaf.
Remaja itu berdiri,berjalan ke sisi jendela.Tangannya mengepal kuat dengan rahang mengeras menahan gelegak amarah yang tak kunjung surut.
"Kenapa?",sahut Arthur yang tahu - tahu sudah berada di ambang pintu.
"Tuan besar",lirih Adela menoleh lalu memberikan jalan kepada pria tua itu untuk masuk ke dalam kamar cucu kandungnya.
"Lanjutkan pekerjaanmu,Adela!",perintah Arthur yang terdengar seperti desis peringatan.
"Baik,Tuan besar".
Tanpa embel - embel lainnya,perempuan paruh baya itu sesegera mungkin melaksanakan tugasnya.Dia merasakan tubuhnya sedikit gemetar seolah temperatur ruangan itu telah berubah total menjadi beku.
"Kau merasa kalah saing dengan Jovian sampai untuk mendengar namanya saja kau tak sudi?!".
"Kenapa kakek selalu membela anak itu?.Seburuk itukah aku di mata kakek?",sinis Xander tanpa berbalik ke arah lawan bicaranya.
Nafas remaja itu tersengal.Namun,dia menyadari ada satu hal bahwa - jantungnya tak lagi berdetak.Xander yang tergugah dari fantasinya segera menoleh.Mempertanyakan,beginikah rasanya mati?.
Arthur tampak tersenyum.Dia berjalan dan duduk di pinggiran ranjang besar itu.Netranya menyusuri setiap lekuk tekstur wajah Xander yang innocent,kemudian membandingkannya pada foto yang sudah terbingkai dan terbentang di dinding bercatkan warna cream itu.
"Sudah besar saja sekarang.Dulu terakhir kali,tinggimu masih 105 cm.Sekarang tambah tinggi dan tampan cucu kakek".
"Xander yang dulu...udah mati,Kek?".
Yang di tanyai langsung mengerutkan dahi.Menatap manik pupusnya lamat seraya tersenyum tipis tanpa berniat membalas.Dalam balutan senyum sendu itu,Arthur kembali menatap sang cucu dalam - dalam.Menyampaikan rasa rindu panjang yang akhirnya bersua dalam situasi tak tepat.
"Boleh kakek tahu alasannya,kau berucap demikian?".
"Kakek gak pernah sayang sama aku,kakek selalu saja mendewakan anak pungut itu".
Arthur tak kuasa menahan gelak,"Perlu kau ketahui,di hati kakek antara kau dan Jovian itu sama.Mungkin,yang membedakan dari sikap dan perilakunya saja.Kakek yakin,kau bisa melebihi segalanya dari Jovian bila memiliki tekad untuk berubah".
"Ingat,seekor elang tidak peduli dengan gagak yang suka menempel di punggungnya.Ia selalu terbang dan terbang ke atas hingga membuat si gagak kehabisan nafas dan akhirnya pergi.Sama halnya dengan hidup kita.Kita mempunyai 2 pilihan untuk itu,melayani si gagak dengan cara bertarungnya atau mengabaikannya dan fokus memperbaiki diri hingga yang di katakan mereka hanyalah omong kosong tanpa bukti".
Arthur begitu menghayati perkataannya,bahkan menambahkannya penuh dengan improvisasi dan gerakan tangan bak seorang pemain teater.
"Apa aku bisa,Kek?".
"Kau sudah beranjak dewasa,hanya kamu sendiri yang tahu kemampuanmu sesungguhnya".
"Maaf Tuan besar,saya permisi dulu",sela Adela yang sudah selesai membersihkan kamar Xander.
Arthur mengangguk kecil sebagai reaksi.Sesaat,hawa di ruangan itu kembali normal,penuh kehangatan sepeninggal Adela.Mendengar nasihat Arthur,hati Xander terasa lega dan terbuka.Namun untuk urusan dengan Jovian,dia masih merasa gamang.
"Kau belum sarapan,Ant?.Mau kakek suapin?",tanya Arthur kala ekor matanya melihat nampan di meja kecil yang masih utuh.
"Aku bukan anak kecil lagi,Kek",seloroh Xander tersipu malu.
"Benarkah?,kau tak akan cemburu jika nanti aku melakukannya pada Jovian?",goda Arthur.
"Kita lihat saja nanti,Kek".
"Ya sudah,kakek keluar dulu".
Arthur bangkit dari duduknya,sebelum benar - benar keluar dia justru menghampiri Xander.Lantas,membelai puncak kepala cucu kandungnya itu penuh kasih sayang.Menenangkan jiwa yang terluka karena sebuah kesalahpahaman.
"Kek,aku membutuhkan uang",sapa Xander yang menghentikan langkah Arthur dan memaksa pria tua itu memutar badan.
"Masalah yang kau buat akibat dari kebodohanmu sendiri.Jadi,selesaikanlah sendiri tanpa menjerumuskan orang lain.Bijaklah jadi manusia,Ant!".
Bak mempunyai kemampuan supranatural,Arthur seolah bisa membaca pikiran Xander,membuat remaja itu melongo dengan fenomena tak wajar yang di miliki oleh sang kakek.
"Apakah kakek seorang paranormal?",pikirnya.
***
Laju taksi yang di tumpangi Jovian dan Ceisya sudah memasuki kompleks perumahan elite milik orang - orang kelas atas di Leytonstone.Sembari tiba,Jovian meraba - raba saku menyiapkan ongkos taksinya,"Mampus,dompetku ketinggalan di rumah!".
"Kenapa,Tuan?",sahut Ceisya yang merasa aneh dengan perubahan sikap pria di sebelahnya.
"Uang saya ketinggalan",bisiknya malu - malu.
Gadis berparas cantik itu menepuk jidat lalu menghembuskan nafasnya.Namun satu detik berikutnya,timbul ide jahil buat membalas sikap congkak dan menyebalkan Jovian.
"Sengaja 'kan?".
"Maksudmu,Nona?".
"Sengaja biar aku yang membayarnya sekalian 'kan?".
Jovian berdecak kesal,"Dengar Nona,aku bukan tipe orang yang suka mencari - cari alasan demi keuntungan pribadiku!".
"Bagus,jadi buktikan omonganmu dan jangan mencoba untuk memanfaatkanku lagi atas kesalahanku kemarin,Tuan".
Mendapatkan sindiran telak dari gadis di sebelahnya,hanya di tanggapi oleh Jovian dengan tersenyum kecut.Ingin rasanya dia,membantah tuduhan Ceisya,tetapi dia sadar itu hanya akan memperumit dirinya saja.
"Andaikata kau tahu kalau aku bisa membeli taksi ini sekarang juga,mungkin kau akan menyesali ucapanmu,Nona.Aku yakin,kau akan mendekatiku dan menyanjungku setinggi langit seperti kebanyakan para wanita munafik di luar sana!",batin Jovian.
"Kenapa,Tuan?,tanya sang sopir taksi yang mendengar keributan antara Jovian dan Ceisya.
"Saya lupa membawa uang,pak".
"Waduh,trus bagaimana Tuan?.Gak ada e-wallet kah,Tuan?",ujar sopir taksi sambil menengok ke bangku penumpang.
"Oh iya,syukur bapak mengingatkan,saya ada Amazon Pay pak.Nanti saya topup ke akun e-wallet bapak ya".
"Itu di dashboard depan sudah ada akunnya,tinggal pilih Tuan",ujar sopir taksi sambil menunjukkan akun e-walletnya.
"Terima kasih,pak",balas Jovian.
"Rupanya,kau lupa filosofi yang mengatakan "Banyak jalan menuju Roma",Nona",ejek Jovian dengan senyum tipis di bibir seksinya yang berwarna sedikit kemerahan.
"Ya,mungkin aku lupa soal itu.Tapi ingat,hari apes tak ada dalam sebuah kalender dan mungkin bisa terjadi 2 kali dalam sehari",balas Ceisya tak ingin mengalah.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments