Bab 14

Dalam menyusuri jalan menuju Eurydome Hills,dingin dan senyap menyergap tubuh atletis Jovian.Malam pun semakin kental dan pekat menyimpan misterinya.Meruapkan bulu tengkuk.Ah,sesuatu sedang bersembunyi nun jauh di sana.Mengintai dalam kelam yang kian menghitam.Kebekuan pun kian terasa menguasai sendi - sendi kehidupan duniawi.

"Bagaimana keadaan anak itu?".

"Dia baik - baik saja 'kan?".

Jovian langsung mencecar beberapa pertanyaan kepada Adela,saat pemuda itu memasuki ruang tengah dengan 4 pilar megah berukiran rumit di tambah dinding terbuat dari panel kayu yang terpahat indah.Lampu kristal berukuran besar menggantung elegan,semakin mempercantik ruangan itu.

Seperti berada di istana!.

"Tn.Xander baik - baik saja,Tuan muda.Hanya saja,setelah insiden tadi pagi Tn.Xander mengurung diri di kamar dan tak mau makan,Tuan muda".

Jovian berhenti,langkahnya terasa berat usai mendengar laporan asisten rumah tangganya.Dia berbalik,menatap tajam Adela.Perempuan paruh baya itu menunduk,tak kuasa memandang majikannya yang memantulkan aura dingin begitu pekat.

"Siapkan makanan dan segera antar ke kamar Xander!".

"B-baik,Tuan muda".

Inilah keistimewaan dari Jovian.Meskipun,selalu berselisih dan tak pernah di anggap ada oleh adiknya.Namun,jauh di lubuk hatinya dia sangat menyayangi Xander.Sampai kapan pun,Jovian akan selalu menganggap Xander sebagai anak kecil di matanya.Di balik sifat kerasnya,dia menaruh harapan besar di pundak Xander agar nasibnya tidak seperti dirinya

Jovian melenggang,menuju lantai 2 di mana kamar Xander berada.Sesampainya di depan pintu,Jovian masuk setelah membuka kunci melalui akses pemindai sistem biometrik yang di miliki oleh orang - orang tertentu saja.

Klek!.

Saklar lampu di nyalakan yang membuat ruangan itu menjadi terang benderang.Di sebuah ranjang king size,seorang remaja tampak terbaring dengan selimut berantakan.

Pelan - pelan,Jovian mendekati Xander dengan hati - hati.Dia takut,kehadirannya akan membangunkan tidur pulas adiknya.Tatapan matanya memandang Xander penuh penyesalan,melihat pipi kiri adiknya di perban dengan kapas.Perlahan,dia meraih selimut berbahan polyester yang acak - acakan itu,lalu merapikannya agar sepenuhnya menutupi tubuh Xander.

"Sampai kapan hubungan kita akan seperti ini,Ant?".

"Sampai kapan kamu akan mengerti,bahwa semua yang aku lakuin demi kebaikanmu.Jujur,kakak kecewa berat sama kamu,Ant.Saking kecewanya,kakak merasa gagal jadi kakak yang baik buat kamu.Maaf...",pungkasnya.

Nafas Xander memburu tak teratur.Keningnya berkeringat.Jovian menengadah,melihat ke arah AC.Mati!,AC di kamar ini sengaja di matikan.Pemuda itu mengambil remote AC yang tergeletak di atas meja kecil samping ranjang,lalu menyalakannya.

Sebuah kecupan mendarat lembut di kening Xander,menarik atensi empat pasang mata yang menyaksikan sekelebat fragmen itu.Terenyuh,itu yang di rasakan dalam hati mereka.

Percayalah,Xander belum tertidur.Remaja itu mendengar keluh kesah Jovian.Awalnya,Xander terhanyut mengikuti arus positif ungkapan hati sang kakak.Namun,tak lama jiwanya kembali bergejolak hebat.Entah rasa apa yang telah di tanamkan Tuhan di hati remaja itu,seperti virus yang terus tumbuh dan menggerogoti pikirannya dari waktu ke waktu.

"Ya Tuhan,semoga ini menjadi awal yang baik buat hubungan Tuan muda dan Tn.Xander",ucap Adela dalam hati.

"Kau apakan bocah itu,anak nakal?".

Suara khas itu menyusup tajam ke gendang telinga Jovian,bahkan vibrasinya mampu membuat bulu kuduk merinding.Akan tetapi tidak bagi Jovian,serasa dia sudah kebal dengan suara yang menurutnya biasa - biasa saja itu.

"Kenapa?".

"Kau tidak terima,pria tua?".

Jovian berbalik dan mendapati seorang pria berumur 70 tahun-an duduk di sofa dengan kedua tangan di lipat ke dada.Penampilannya sangat prefeksionis,dingin,dan terkesan tak suka berbasa - basi.

Dialah,Arthur Lynch Griffiths.Seorang pria tua yang telah menyelamatkan hidup Jovian kecil dari kejamnya kehidupan dunia luar.Perubahan fisik yang di alami Jovian,semua berkat pertolongan Arthur hingga keluarganya pun sama sekali tak mengenalinya.

Arthur yang telah mendatangkan dokter - dokter spesialis terbaik dunia untuk menangani kondisi Jovian saat itu.Berbagai macam treatment pengobatan di lakukan sepanjang hari selama hampir 7 tahun buat kesembuhan anak malang itu.Dia melalui masa - masa suram itu penuh peluh dan air mata.Tekad yang bulat dan kuat dalam jiwa Jovian untuk membalas rasa sakit hatinya menjadi motivasi yang sangat besar untuk sembuh.Setelah itu,Arthur melatih Jovian dalam bidang militer,bisnis,dan teknis lainnya.

Di kenal sebagai pemuda yang ulet dan cerdas,Jovian sama sekali tak menemui kesulitan berarti.Semua di lakukan tanpa melewatkan hal sekecil apa pun.Meskipun,sesekali dia merasa berat untuk menjalani latihan fisik yang menguras energi dan cukup menyiksa raganya.

Dalam kurun waktu 2 tahun,Jovian sudah mahir dalam ilmu seni bela diri,penguasaan senjata api,bahkan taktik dan strategi dalam dunia bisnis.Kemampuannya yang terlatih sempurna,membuat Arthur mempercayakan Northern Star dan Cestyan untuk di kelolanya.Terbukti,kedua nama itu mencapai puncak kepopularitasan yang mentereng di kota Leytonstone.

Siapa yang bisa menebak jika dia adalah Nathan?.Anak kecil yang 15 tahun lalu begitu bodoh,payah,dan cacat.Dan sekarang,Jovian menjelma sebagai ksatria pemberani dengan paras rupawan.Dia memiliki tubuh yang atletis dan bugar,otot - otot yang terdefinisi dengan baik,menambah daya tarik fisiknya terhadap kaum hawa.Pemuda yang dingin seperti kulkas dan tak tersentuh oleh siapa pun!.

"Kenapa selalu dengan kekerasan,Jo?".

"Dia keras kepala!",sahut Jovian sambil menghembuskan nafas kasar.

Tak lama,dia merotasikan bola matanya ke arah Adela yang masih berdiri di ambang pintu sambil membawa nampan berisi menu makan malam.Pandangannya menghunus tajam,refleks bikin nyali Adela menciut dan langsung tertunduk,tubuhnya gemetar dan lemas,takut Jovian menyemburkan kata - kata pedas.

"Jangan salahkan,Adela!.Aku yang melarangnya untuk memberitahumu tentang kedatanganku dari luar negeri",kata Arthur mengetahui gestur Jovian yang tampak kesal.

"M-maafkan saya,Tuan muda",ujar Adela memberanikan diri untuk bicara.

"Untuk apa kau menyuruh Adela membawa makanan ke sini?.Kau ingin membangunkan bocah itu,hah?!".

"Kata Adela,seharian bocah itu tak makan,aku hanya berbaik hati agar dia tak mati kelaparan.Itu saja...".

"Adela,kau boleh keluar dan bawa kembali makanan itu ke pantry!",tambah Jovian.

"Baik,Tuan muda".Adela pamit undur diri meninggalkan kamar Xander.

Jovian berjalan ke arah kakeknya lalu duduk di sebelahnya tanpa ragu.

"Kenapa kakek tak memberitahuku kalau ingin pulang?.Aku bisa menjemputmu".

"Emang,kau punya waktu?".

"Buat kakek tersayang,apa sih yang tidak bisa aku lakukan?".

"Cih,kau tak ingat setahun yang lalu?".

"Jangan di ungkit lagi,itu sepenuhnya salahku,pria tua",tukas Jovian merasa bersalah.

Satu tahun yang lalu,Jovian sudah berjanji akan menjemput Arthur di bandara Stansend kota Leytonstone.Tetapi,hingga hari yang telah terjadwal oleh pihak penerbangan,Jovian tak kunjung muncul dan menelantarkan sang kakek berjam - jam setelah pesawat kedatangan tiba di tempat tujuan.Alih - alih cucunya yang menjemput,justru Gizza yang datang menggantikan posisinya.Dan apa alasan Jovian mangkir dari janjinya?.Dia tertidur!.

Alasan yang membuat Arthur begitu murka.Merasa di bodohi oleh cucu angkatnya sendiri!.Wkwkwk...

"Dasar anak nakal!".

Plak!.

Satu pukulan lumayan keras mendarat secara tiba - tiba di kepala Jovian.

"Kakek...!",bentak Jovian sembari mengusap kepalanya yang terasa berdenyut.Kedua matanya menatap tajam seakan menantang pria di hadapannya.

"Kenapa?.Sakit?.Itu hukuman yang pantas buat anak nakal sepertimu!",ucap Arthur dengan nada mengejek.

Begitulah,bila keduanya bertemu,ada - ada saja yang di ributkan seperti anak kecil.Kehangatan dari orang terdekat seperti inilah yang tak bisa di rasakan oleh Jovian selama ini.Sebuah hal yang akan membuat hidup terasa lebih bermakna dan membuat setiap manusia akan bisa bertahan hidup dalam situasi lingkungan yang ekstrim.

***

Deru mesin mobil terdengar di depan sebuah gerbang vila megah keluarga Hendersen.Seperti perintah dari pamannya,Gavi mengantar Dylan sampai ke tempat tinggalnya yang berlokasi 15 km dari Fottesmore Gardens Residence.

"Aku langsung pulang saja,sampaikan salamku pada paman Joseph!".

"Kau tak mau mampir dulu,bagaimana aku menjelaskan kejadian ini?".

"Itu bukan urusanku dan ku rasa,tanggung jawabku sudah selesai",tegas Gavi.

"Baiklah".

"Oh ya,aku ingatkan padamu,jangan pernah mencari masalah dengan sopir baru di keluargaku.Di matanya,aku dan kamu cuma sehelai alang - alang liar yang tak berguna",ucap Gavi memberitahu Dylan yang hendak turun dari mobilnya.

Dylan mengerutkan dahinya dalam - dalam,menggarisbawahi maksud perkataan Gavi.Ada semacam kelinglungan di hatinya.Apa yang harus di takuti dari seorang sopir?.Dia juga manusia biasa,sama seperti dirinya!.

"Kau bergurau?.Apa hebatnya dia?".

"Hanya mengingatkan dan ini terakhir kalinya..."

"Terserah,kau mau percaya atau tidak!",sambung Gavi cuek.

Tak ada tanggapan dari Dylan,dia hanya manggut - manggut selayaknya per boneka di dashboard mobil.Kemudian,keluar dari mobil yang di tumpanginya.Mobil pun kembali melesat,menembus pekatnya malam yang sedikit berkabut.Pemuda itu memandang kepergian Gavi,seringai licik tersulam dari kedua bibirnya.

"Semua keturunan Andersen memang sangat sombong",lirihnya.

Gak kebalik,tuh?!.

Dylan masuk ke dalam vilanya dan di sudut ruang tunggu,tampak pria berwajah arogan sedang menyeduh pahitnya sepi pada secangkir kopi hitam.

"Bagaimana kau berhasil mendapatkan informasi,Dylan?",tegurnya sambil meneguk kopi yang berada di tangannya.

Putra Joseph itu tak menghiraukan pertanyaan ayahnya.Dia membanting tubuhnya di atas sofa,riak di wajahnya nampak kesal dan marah,membuat Joseph terheran - heran.

"Ada apa,Dylan?".

"Semua gara - gara sopir baru sialan itu,Dad".

"Sopir baru?",sesaat Joseph tertegun.

Angannya melayang,teringat pada ucapan Kenny pekan lalu yang memberitahukan bahwa sopir pribadi keluarga Andersen tiba - tiba mengundurkan diri dan keberadaannya pun saat ini tak di ketahui dengan pasti seolah lenyap dari muka bumi.Sesuatu hal yang menurutnya sangat ganjil.

"Jadi,keluarga itu sudah mempunyai sopir baru lagi?".

"Ya dan dia telah berani mematahkan jariku,Dad",ucap Dylan.

Dia menunjukkan jari telunjuknya yang sudah terbungkus pita perekat dan menceritakan kejadian yang menimpanya dengan sedikit bumbu penyedap lainnya,memutarbalikkan kata dan fakta tanpa merasa bersalah hanya untuk memuaskan keinginan terbesarnya,yakni memberikan pelajaran kepada sopir baru di keluarga Andersen.

Brak!.

"Kurang ajar,berani - beraninya dia melakukannya pada putraku!",marah Joseph seraya memukul meja kasar.

Senyum tipis simetris terulas pada bibir Dylan.Tak terlihat oleh penglihatan Joseph karena terhalang oleh telapak tangan Dylan yang sengaja menutupinya,merasakan kepuasan yang tak terkira.

"Ayah,akan diam saja melihatku di permalukan seperti itu?".

"Tentu saja,tidak!".

Sekali lagi,Dylan tersenyum puas melihat emosi tumpang tindih yang di alami ayah kandungnya.Melihat kepalan tangan serta urat nadi yang menonjol di bagian lehernya,menjelaskan pria itu tak bisa meredam amarahnya.

"Sayang,kau sudah pulang?".

Seorang wanita setengah baya muncul dari balik pintu,senyum merekah di wajahnya segera berganti menjadi kecut setelah melihat sang suami menyorotkan aura kemarahan yang luar biasa.

"Ada apa,Joseph?",tanyanya.

"Kau lihat,putra kita telah di aniaya oleh seorang sopir dari keluarga Andersen,Sofie!".

"Apa?!",teriak wanita yang bukan lain adalah ibu kandung Dylan,Sofie Grace.

Sofie menghampiri putranya dengan wajah panik di landa kecemasan.Wanita itu duduk di sebelahnya,lalu tangannya memeriksa pipi kanan dan kiri Dylan.Tak ada bekas tamparan atau pukulan yang tercetak di kedua sisi pipi Dylan.Lantas,di mana letak penganiayaan itu?.

"Di mana lukanya,sayang?",Sofie terus membolakbalikkan pipi Dylan tanpa henti karena khawatir.

"Hentikan,Mom...",potong Dylan merasa lelah.

Sofie menatap Dylan serius,menuntut jawab tanpa bicara.Tak mau membuat ibunya penasaran,Dylan memperlihatkan jari telunjuknya kepada Sofie.Wanita setengah baya itu terhenyak,lalu menyentuh jari putranya yang mengalami cidera.

"Aw...",pekiknya kesakitan.

"Maaf,sayang".

"Joseph,ini tak boleh di biarkan begitu saja!.Kita harus buat perhitungan dengan sopir itu!".

Patah jari yang di alami Dylan,seketika membangkitkan amarah Sofie hingga ke puncak kepalanya yang terasa pening dan panas.Reaksi normal di kala seseorang di kuasai hawa nafsu yang menggebu tanpa kendali.

"Kau tenang saja,Sofie.Tak akan ku biarkan sopir itu berkeliaran bebas di luar sana!".

"Dia harus mempertanggungjawabkan semuanya!",imbuh Sofie dengan sorot mata berapi - api.

"Hmmm...".

Joseph berdehem sebagai konfirmasi.Dan satu tegukan kopi terakhirnya menyudahi drama panjang yang menguras emosi itu.Keluarga itu tak terima,jika salah satu anggota keluarganya menderita.Mereka akan menuntut balas tanpa mempedulikan siapa yang salah dan benar.Sebuah dugaan yang tepat dari seorang Joshua!.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!