Bab 17

Silau cahaya matahari pagi menyusup dari balik tirai jendela kamar salah satu apartemen ternama di kota Leytonstone.Menerawang,membangunkan seorang gadis dari belaian mimpi indahnya.Dan seakan hendak menyapanya "Selamat pagi,ini hari yang cerah maka berbahagialah".

"Ugh...".

Gadis itu menggeliat manja,merentangkan kedua tangannya,meluruskan otot - otot tubuhnya yang terasa kaku.Lalu,mengerjapkan kedua bola matanya dan mengumpulkan setengah kesadarannya yang masih belum pulih.

Entah di mana dia sekarang?.

Atau barangkali masih terjebak dalam mimpi semu semalam.Dia terpaku menatap cahaya mentari yang berpendar seperti permata.Lalu,melirik ke arah jam alarm digital yang terletak di atas nakas.Pukul 06.50 menit!.

Mampus!.

"Astaga,aku terlambat bangun pagi!",seru gadis itu menepuk jidatnya karena lupa menyetel timer sebagai penanda waktu pada alat di samping ranjang empuknya.

Gadis itu gelagapan dan langsung mengibaskan selimutnya,meloncat dari ranjangnya menuju ke kamar mandi.

Bekerja sebagai staff administrasi di departemen tata usaha perusahaan yang memiliki tanggung jawab besar,membuat gadis itu begadang buat menyusun agenda kantor serta mengorganisasi data dan dokumen di tempatnya mencari nafkah.

Setelah memasuki kamar mandi,gadis itu langsung buru - buru membersihkan tubuhnya dengan sabun beraroma bunga melati.Nyaris setengah jam gadis itu melakukan ritual paginya dan kini dia keluar hanya mengenakan handuk yang menutupi bagian dada sampai atas lutut,memperlihatkan kulit mulus nan seputih salju yang sedikit terekspos.

Gadis itu membuka lemari pakaian dan memilih blouse kantor dengan setelan skinny pants yang warnanya senada yaitu biru muda.Sekarang penampilannya terlihat santai,namun terkesan formal dan profesional dengan balutan busana itu.Di kala gadis itu sedang merias diri di depan cermin,ponselnya pun berbunyi dengan nada dering musik milik penyanyi,Bryan Adams.Dia meraih benda tipis itu lalu menekan tombol hijau.

"Hey sayangku".

Terlihat saat ini,sudut bibir pria di seberang sana melengkung ke atas ketika suara mengalun merdu dari sang kekasih yang sangat dia rindukan.

"Sayang,aku sangat merindukanmu.Dan maaf,mungkin satu bulan lagi aku baru bisa pulang.Kau baik - baik saja 'kan?",lanjut pria itu.

"Tentu,aku baik - baik saja.Kau sudah bilang kepada keluargamu,sayang?",balas gadis itu yang ternyata adalah Ceisya Alexandra.

"Belum,aku ingin buat kejutan".

"Hmmm...berarti harus di rahasiakan dong?".

"Iyalah,sayang".

"Oh ya maaf nih,aku harus bersiap - siap untuk bekerja.Jadi,tidak bisa berlama - lama bicara denganmu.Kamu tidak apa - apa 'kan,sayang?".

Sebenarnya,pria itu masih belum puas untuk mencurahkan rasa kerinduannya kepada sang pujaan hati.Namun dia mengerti,bahwa Ceisya pun harus bekerja di perusahaan ayahnya.

"Baiklah,sayang.Jaga dirimu baik - baik dan ingat jangan selingkuh,I Love You".

"Kau meragukanku,sayang.Sebagai tunanganmu,mana mungkin aku berani selingkuh saat sudah memiliki kekasih yang sangat tampan dan selalu mencintaiku.Sudah,ah...aku harus siap - siap nih...bisa terlambat aku ke kantor jika kau masih menyita waktuku,sayang".

Begitu sambungan ponsel terputus,pria di seberang menyunggingkan senyum tipis.Sekian lama menjalani hubungan jarak jauh,membuatnya terpaksa harus memendam perasaan yang membara kepada orang yang di cintainya.

Ceisya melanjutkan memoles wajahnya dengan make up tipis.Riasan sederhana nan natural itu membuatnya terlihat falwless laksana bidadari yang turun dari khayangan.Tak berselang lama,kembali ponselnya bergetar,sebuah notifikasi pesan masuk.Ceisya mengambil lagi alat komunikasi itu lalu menggulirnya ke aplikasi whatsapp.

[Ceisya,sayang.Sebelum berangkat kerja mampir dulu ke rumah,sudah lama 'kan tidak ke sini?].

Gadis itu tersenyum simpul,kemudian jari lentiknya mengetikkan sesuatu untuk membalas pesan tersebut.

[Baik,Aunty.Tunggu 15 menit lagi ya].

Setelah semua beres,Ceisya mengambil tas kerjanya dan beberapa berkas tentang laporan yang telah di kerjakan semalam,lalu keluar dari apartemen untuk memesan sebuah taksi.Terdesak oleh waktu,gadis itu membeli dua potong sandwich di salah satu outlet makanan yang tersedia di apartemen itu sebagai sarapan.

***

Dengan langkah gontai,Jovian menuruni anak tangga dengan wajah datarnya.Setibanya di ruang keluarga,suara serak - serak basah menggelitik gendang telinganya.

"Anak nakal,kemarilah!".

Suara sayup itu mengalihkan perhatiannya pada sosok Arthur yang sedang bersantai di kursi,sambil meneliti beberapa lembar berkas di tangannya.Ekspresinya sangat serius sekali.Awalnya,Jovian berniat ingin menghampirinya,tapi tak lama dia berubah pikiran.

"Pasti masalah Xander",gumamnya malas.

Jovian pun melanjutkan langkah kakinya,mengabaikan sapaan sang kakek.Suasana hatinya lagi tak bagus seperti mendung kelabu yang mengeliminasi kebahagiaan.Rasanya,dia ingin sekali mengibarkan bendera putih di hadapan si bandit kecil,Xander!.

"Apa kau pura - pura tak mendengarku,anak nakal?!".

Mendadak,langkah Jovian terhenti.Tanpa sebab yang jelas,dia merasakan sensasi panas dan kebas di telinga kanannya.Jovian menoleh dan menyadari kakeknya telah berada di sampingnya,menjewer kuat telinga Jovian dengan gemas bercampur kesal.

"Aww..aww...sakit,pria tua!!.Sakit...lepaskan!",ucap Jovian meringis.Namun,Arthur masih menjewer telinganya tanpa iba.

"Kakek,ampun...sakit",pintanya memelas.

Tak bisa di bayangkan betapa sakitnya jeweran itu yang membuat tampangnya seperti kepiting rebus.Raut wajahnya sedikit tertekan dan memerah.Hanya Arthur-lah,satu - satunya orang yang berani kepada pemuda arogan itu.

Bisa di bilang,dialah pawang dari ketua Cestyan itu!.

"Ini hukuman bagi orang yang berani mengabaikanku,anak nakal!",tandas Arthur dengan mata melotot seperti penyihir hitam yang sedang menakuti anak kecil.

"Okey...aku turuti kemauanmu,pria tua.Tapi,lepaskan dulu tanganmu dari telingaku".

"Benarkah?,kau tak akan melarikan diri setelah aku melepaskanmu?".

"Iya,Kek",jawab Jovian pasrah.

Melihat ketulusan dalam netra cucu angkatnya,akhirnya Arthur melepaskan jewerannya yang membuat Jovian terlihat rileks.Pemuda itu mengusap - usap telinganya,sambil mengikuti kakeknya menuju kursi di ruang keluarga.

"Jelaskan kepadaku soal ini!".

Arthur melempar sebuah amplop besar ke atas meja,setelah keduanya duduk di kursi masing - masing.Jovian menatap pria tua itu sekilas,lalu beralih ke benda yang tergeletak di hadapannya.

Dengan ragu - ragu,Jovian mengambil amplop berwarna cokelat itu,membuka dan membaca dalam diam dan fokus satu demi satu kertas di dalamnya.Ekspresinya tampak rumit.Tanpa bisa di multitafsirkan maknanya,begitu tahu bahwa berkas itu ternyata adalah berkas tentang informasi penyelidikan Gizza terhadap anak yang di adopsi oleh keluarga Andersen.

"Sialan kau sungguh bodoh,Jo!.Bisa - bisanya kau serampangan melewatkan hal ini!",umpat Jovian dalam hati.

Semalam,usai bergumul dengan Arthur di kamar Xander.Tak terlintas sama sekali di benaknya untuk memasuki ruang kerja.Padahal,sehari sebelumnya dia menyuruh Gizza untuk menaruh berkas itu di meja ruang kerjanya selama ini.

Bodoh!.

Bodoh!.

Bodoh!.

Hanya kata itu yang terucap berulang - ulang di hatinya,menyesali keteledorannya sendiri.Dia merasa malu dengan kesalahan fatal ini,mengejawantahkan dirinya yang tak becus dalam menyelesaikan masalah.

"Masalah pribadi dan aku tak ingin kakek ikut campur dalam urusanku!".

Jovian mengangkat wajahnya,usai membaca isi keseluruhan berkas itu.Dia menatap Arthur dengan teduh.Ada rasa sakit,kecewa dan keputusasaan yang tersimpan dalam manik hitamnya.

"Apapun keburukan yang mereka lakukan kepadamu di masa silam,mereka tetap keluargamu,Jo.Haruskah kau mengorbankan orang - orang yang tak bersalah demi dendam dan kebencianmu?".

"Aku tak akan melarangmu,jika kau ingin kembali pada keluargamu,Jo.Itu semua hakmu,kau boleh memilih selama kau merasa bahagia",imbuh Arthur memberi wejangan bak siraman rohani di pagi hari.

Menyejukkan hati!.

Walaupun sejujurnya dalam hati Arthur,rasanya berat jika harus kehilangan sosok di depannya.Kebersamaannya bersama Jovian selama 15 tahun telah merubah paradigma - paradigma yang keliru dalam kehidupan pria tua itu.Dia juga merasakan kenyamanan dan kehangatan jika berada di sisi Jovian,sesuatu yang dia impikan sepanjang hidupnya.

"Kau mengusirku?".

Jovian menatap tajam Arthur dengan pandangan mata merah berkaca - kaca,tak kuasa menahan bulir yang tak paham etika.Dia berusaha,tak ingin membiarkan barang satu tetes air itu terjun menjatuhkan harga dirinya.

"Kau tak bisa membohongiku,Jo!.Aku tahu kau merindukan mereka".

"Aku benci mereka!",sanggah pemuda itu.

"Jangan munafik,Jo!.Bila kau membenci mereka,lantas kenapa kamu menerima kerja sama yang di ajukan oleh mereka saat perusahaan ayahmu di nyatakan pailit?.Kau bisa membiarkan mereka hancur waktu itu,tanpa harus mengotori tanganmu seperti ini,Jo!",debat Arthur.

Bila di analisis,memang benar apa yang di katakan oleh Arthur.Tiga tahun lalu,Mestalla sedang di ambang kehancuran akibat ulah tikus - tikus tak tahu diri yang menyelewengkan dana operasional perusahaan milik keluarga Andersen itu.Dalam masa terpuruk,muncullah seorang remaja yang datang ke Northern Star untuk mengajukan kerja sama dengan mempresentasikan Mestalla di hadapan Gizza.

Pertama kali mendengar laporan dari asistennya.Jovian sempat menolak mentah - mentah kerja sama itu.Tetapi,di detik - detik terakhir Jovian berubah haluan karena tahu Mestalla memiliki hubungan erat dengan masa lalunya.Dia yakin,jika Mestalla hancur ada pihak - pihak tertentu yang akan merasa senang dengan runtuhnya perusahaan keluarga Andersen itu.

"Aku hanya ingin bermain - main saja dengan mereka",ujar Jovian berkelit.

Dia memalingkan wajahnya ke sembarang arah,menghindari tatapan manik Arthur yang terkesan menerornya.

"Mereka bukan bidak catur yang bisa kau jalankan seenak jidatmu,Jo".

"Kek...",iba Jovian lirih di hadapan sang kakek.

Arthur bangkit dan menghampiri cucu angkatnya,lalu duduk di sebelahnya.Pria tua itu tersenyum seraya mengusap lembut pucuk surainya.

"Masalah kamu seberat apa,Jo?.Mau berbagi cerita sama kakek?".

Tak ada lagi gengsi untuk menahan netra merah Jovian yang merambah air buat di tumpahkan.Dia memeluk tubuh renta pria di hadapannya,menangis sejadi - jadinya.

"Menangislah,tidak apa - apa.Jangan sok kuat kamu,Jo".Arthur terkekeh,mengelus pelan bahu si cucu yang rupanya makin lebar dan kokoh.

***

Tanpa sepengetahuan mereka,Xander menyaksikan kejadian langka itu.Dia tak mengira,pemuda yang di kenalnya perkasa ternyata memiliki sisi emosional yang tak bisa di telaah oleh orang awam.

"Sepertinya ini akan semakin menarik,ternyata si brengsek itu juga memiliki kelemahan yang bisa aku manfaatkan!",desis Xander menyunggingkan senyum licik.

Hatinya terasa miris memikirkan nasibnya sendiri.Sebagai cucu kandung Arthur,perlakuan Arthur jauh berbeda dengan apa yang di rasakan Jovian saat ini,bagai bumi dan langit.Dengan menahan emosi,Xander merekam aktivitas dua insan manusia yang sedang bercengkrama,bahkan salah satunya berusaha merengkuh jiwa yang di hinggapi kebimbangan itu.

***

"Manusia iblis itu selalu egois dan mementingkan dirinya sendiri.Dia hanya peduli pada reputasi dan kehormatannya saja.Tak pernah terpikirkan olehnya untuk mencariku,Kek".

Jovian menggeram marah.Mengingat luka lama yang membuatnya kian memupuk rasa benci luar biasa kepada sang ayah.

"Mereka yang mempunyai keterbatasan pun masih punya nurani,Kek.Terus kenapa manusia yang di ciptakan utuh membatasi nuraninya?".

"Jo-",ucapan Arthur tersendat.

"Kenapa manusia terobsesi sama uang?.Kenapa mereka tidak memiliki antusiasme untuk memanusiakan?".

Arthur terkekeh tipis."Bahkan untuk memanusiakan,kita di tuntut untuk punya uang agar berbagi jadi lebih mudah.Begitu realitanya,Jo".

"Asal kau tahu saja,jadi ayahmu tak mudah.Sejak dulu dia di didik untuk mengemban ekspetasi keluarga,makanya pola asuh ke kamu begitu juga.Jika kamu melihat sisi jahat ayahmu sekarang,jelas kau buta soal kebaikannya.Ingatkan,dia juga mengangkat seorang anak yang hidupnya kurang beruntung sepertimu?".

Pelukan itu langsung terlepas begitu saja.Mata sendu Jovian menatap pria tua itu sangat tajam,"Buat menggantikan posisiku di rumah itu 'kan?".

Arthur mendesah berat.Pandangannya tak terputus menatap pemuda di depannya.Mau di nasehati berapa kali pun akan terasa sia - sia saja.Emang dasarnya,udah keras kepala.Sesaat,ruangan berubah hening.

"Maaf Tuan muda,anda sedang di tunggu oleh Tn.Gizza di depan teras",ucap Adela memecah keheningan menyiksa itu.

Arthur dan Jovian termangu,sejak kapan perempuan paruh baya itu berdiri di sana?.

"Aku harus pergi dulu,Kek",pamit Jovian sambil menyeka air matanya.

Pemuda itu memasukkan kembali berkas - berkas itu ke dalam amplop,namun tak sengaja dia menjatuhkan sebuah foto berukuran 10R yang terselip di antara kertas - kertas lain.Foto itu menampilkan gambar seorang wanita berparas ayu.Jovian mengambil foto itu dan seketika menyipitkan matanya.

"Bukankah dia-",perkataan Jovian terjeda.

Otak kecilnya berkelana pada selembar foto itu,ada hubungan apa wanita ini dengan anak angkat keluarga Andersen.Jovian memijit pelipisnya,meluruskan pikirannya yang kusut macam jeruk mandarin tua yang terbengkalai dalam gudang.

"Hmmm...".

Deheman Arthur membuyarkan imajinasi Jovian.Dia segera memasukkan foto itu ke dalam amplop,lalu bangkit meninggalkan kakeknya.

"Adela,bersihkan kamar Xander dan siapkan lagi sarapannya!",instruksinya tatkala melewati asisten rumah tangga keluarga Griffiths itu.

"Baik,Tuan muda",balas Adela.

Iris gelap Arthur memandang siluet yang menjauh layaknya matahari terbenam,"Dia memang anak berbeda dan tidak biasa.Meskipun,di besarkan dalam lingkungan bersulamkan sutera dan emas,tapi dia tak pernah manja atau menyombongkan diri pada kasta di bawahnya".

Satu nilai plus yang membuat Arthur takjub akan integritas yang di miliki oleh pemuda itu.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!