Daun - daun berbisik di tengah hembusan angin malam yang menusuk sukma.Terdengar seperti simphoni kerinduan antara dua insan yang sedang memadu kasih.Namun,alunan yang tercipta itu tak bisa menenangkan seorang Jovian yang sedang gundah gulana.
Dalam pembaringannya,dia membolak - balikkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri seperti cacing kepanasan.Sepasang netranya tak kunjung terpejam,padahal jarum jam telah menunjukkan pukul 2 dini hari.
Bugh!.
Jovian agak membanting tubuhnya dari miring ke terlentang,menatap langit - langit kamarnya yang begitu estetik.Di hembuskannya nafas perlahan,lalu mulai mencoba menenangkan pikiran.
Dia berdecak kesal karena tak bisa tertidur,"Brengsek apa yang sedang kau pikirkan,Jo?!".
Pemuda setengah telanjang itu bangkit dari ranjangnya,mengambil sebotol cocktail dari kulkas lalu menuangkannya ke dalam gelas.Dia berjalan keluar menuju balkon yang berada di samping kamarnya.Di sana,Jovian menyesap salah satu minuman kesukaannya itu.
Suasana terasa hening.Langit malam itu begitu cerah,bertaburkan kerlap - kerlip bintang yang menghiasi angkasa.Sangat indah,di padukan bersama bulan purnama yang setia menemani dengan sinarnya.
Terbayang dalam benaknya,kejadian pagi tadi yang membuat dirinya terlambat menuju kediaman keluarga Andersen.
***
Flashback :
"Za,kita ke pemakaman Griveyard dulu!".
Selarik kata - kata itu menghilangkan fokus menyetir Gizza.Betapa tidak,dia sudah mati - matian menempuh separuh perjalanan menuju ke Fottesmore Garden Residence dan tiba - tiba di suruh berbalik arah ke tempat yang lokasinya justru berjauhan dari titik yang di tuju.
"Ya Tuhan,ujian apa lagi ini?,kenapa tidak bilang dari awal?",batin Gizza penuh sesal.
"Tapi Tuan muda,kita bisa terlambat-".
"Jangan membantah!".
Bias manik mata berwarna hitam pekat itu menyalang tajam kepada Gizza layaknya laser yang siap menembak musuh tanpa aba - aba.Dia tak menyukai yang namanya penolakan atau perbincangan yang sifatnya bertele - tele.Semua harus terlaksana sesuai sabda yang di ucapkannya.
"B-baik,Tuan muda".
Terpaksa,Gizza harus memutar jalan ke tempat yang di inginkan oleh empunya meski dalam hati mengumpat kesal.Bukan sekali ini saja,Gizza di permainkan oleh atasannya.Berulangkali,sudah lebih dari 5 kali Jovian melakukannya tanpa merasa berdosa dan malah terlihat menikmati permainan itu.Sesuatu hal yang membuat Gizza lama - lama bisa gila dan mendekam di rumah sakit jiwa.
Mobil mewah incaran para selebriti itu memecah kemacetan kota Leytonstone di pagi hari,sudah bukan rahasia umum lagi jika Leytonstone terkenal dengan situasi jalanan yang padat tak peduli siang atau pun malam.Semua akan mengalami keterlambatan,jika mereka tak menggunakan perhitungan waktu yang tepat.
Kelihaian Gizza dalam membawa kuda besi sudah tak di ragukan lagi.Terukur dan terlatih secara matang.Kini,mobil itu sudah tiba di sebuah kawasan yang di pinggirnya berjajar penjual buket bunga khas berziarah.Tempat yang dalam 2 tahun terakhir ini,sering dia kunjungi hanya untuk mencurahkan kemelut di hati dan pikirannya.
"Tunggu di sini!".
Gizza hanya mengangguk,dan memperhatikan Jovian yang turun dari mobil melalui kaca spion.Sebelum masuk ke area pemakaman elite itu,Jovian membeli sebuket bunga yang tertata rapi,cantik mempesona.
Dengan langkah pasti,pemuda itu menapaki setiap jengkal tanah,bebatuan,dan rerumputan menuju persinggahan terakhir Daniela Andersen.Bentuk bakti dan penghormatan seorang anak kepada ibunda tercintanya yang telah tiada.
Nuansa sepi dan tenang menaungi tempat keramat itu.Sesekali,terdengar kicau burung dan gemerisik dedaunan yang membentuk seuntai harmoni yang begitu syahdu.
Mendayu dan menghanyutkan jiwa!.
Selapis air mulai mengembun,memenuhi ujung sudut netranya,memaksa tumpah walau hanya setetes.Tak bisa di pungkiri,meskipun dia telah bersumpah untuk tersenyum tapi dia selalu gagal.Jovian terlalu rapuh jika berhadapan dengan pusara sang ibunda.
"Mommy...".
Jovian menunduk di depan batu nisan yang tersemat nama "Daniela Andersen" pada permukaannya.Tanpa bisa di bendung,aliran kristal begitu jernih melesak di kedua pipinya.Pria itu terisak pilu,di tengah hijaunya permadani rerumputan yang menjadi saksi bisu eksistensi Jovian yang kini sedang berjongkok seorang diri.Di momen ini,Jovian bagaikan genangan air yang tak ada artinya sama sekali.
Keruh!.
Pria yang tidak meneteskan air mata hanyalah mitos.Namun,mereka hanya menangis saat merasakan sakit yang mendalam.Bukan,karena sebuah luka tusuk yang di sebabkan oleh benda tajam atau luka tembak dari senjata api melainkan sakit karena kehilangan orang terkasih dalam kehidupannya.
Di sandarkannya sebuket krisan putih,tepat di depan batu nisan yang tertutup oleh daun - daun kering yang berguguran itu.Embun pagi yang masih membasahi dan menetes di setiap kelopak krisan itu,seolah - olah menggambarkan air mata kerinduan yang tak pernah kering di telan masa dan akan terus mengalir selamanya.
Jovian menyeka air matanya yang terus meronta keluar tanpa henti.Pandangannya begitu sendu.Entah bagaimana reaksi Gizza,bila megetahui tragedi ini?.Pria yang terkenal arogan itu,ternyata juga bisa cengeng.
"Mom,aku datang menepati janjiku,hari ini...",ucapan Jovian terjeda.
Dia terisak lagi,tatkala mengusap batu nisan ibundanya dengan lembut.Punggung kokohnya bergerak naik turun lantaran air mata yang kembali menodai pipinya.Ritme nafasnya terputus - putus,merasakan sesak yang menghimpit rongga diafragma pernafasannya.
Di tengah tangisan dan perasaannya yang tak menentu,Jovian berusaha menyelesaikan serangkai kata tanpa diksi indah itu."Hari ini aku akan kembali ke rumah itu,Mom.Aku akan membalaskan rasa sakitku dan pengorbananmu,Mom.Aku bersumpah,akan membuat mereka bersujud di hadapan batu nisanmu,Mom".
Jovian menerawang jauh ke atas,matanya terpejam,berusaha mendamaikan kerisauan di hatinya.Bibir tipisnya bergerak - gerak seperti memanjatkan do'a demi do'a untuk ibundanya.
"Aku menyayangimu,Mom",ujarnya lirih seraya tersenyum getir.
Tentu saja,tak ada jawaban!.
Hening!.
Akan tetapi,semilir angin yang datang dari kejauhan mengibaskan rambutnya yang di pangkas cepak dan menyusup ke dalam tubuhnya,membuat Jovian merasakan kehangatan seolah di peluk seseorang.Pemuda itu berharap,Daniela akan mendengar setiap curahan hati putranya dari atas nirwana sana.
"Aku pulang dulu,Mom",pamit Jovian.
Sebelum pergi,Jovian mengecup nama sang ibunda yang tersegel di batu nisan berlapiskan batu pualam itu.Sebuah bukti,bahwa Jovian akan selalu ada di sisi ibundanya meskipun telah terpisah alam.
Jovian melangkahkan kakinya keluar dari tempat itu,menjelang gerbang pemakanan Griveyard,tiba - tiba saja...
Brukkk!.
Entah sengaja atau tidak,punggung lebar nan kokoh pemuda itu di hantam dari belakang begitu keras.Naasnya,sebagai korban bukan Jovian yang terjatuh tetapi justru orang yang menabraknya.Dia terpental dan mengerang kesakitan.
"Aduh...",rintih orang itu yang tidak lain adalah seorang wanita.
Sembari mengusap lututnya yang sedikit memar tergesek kerikil,wanita itu berusaha bangkit untuk memunguti berkas - berkas yang berserakan dengan perasaan campur aduk tak karuan.Ada rasa bersalah,kesal,dan takut dalam raut wajahnya yang manis.
Sementara,Jovian masih terpaku di tempatnya.Namun,semburat merah di paras tampannya memberikan kesan dia sedang meredam kemarahan.Dan siap berbalik,menyemburkan hujatan demi hujatan kepada si terdakwa.Benar saja,dalam hitungan detik...
"Maaf,Tuan....saya sedang terburu - buru".
Wanita itu berdiri meskipun masih menahan perih pada lukanya,membuat Jovian melongo.Cacian yang hendak di lontarkan mendadak sirna seiring wajahnya bersitatap dengan netra wanita itu yang jernih nan indah.
"Apakah Tuan baik - baik saja?",tanya wanita itu.
Jovian tertegun seperti terkena mantra,penampilan wanita berpakaian bussines formal itu terlihat anggun dengan tubuh tinggi serta langsing.Rambut panjang hitamnya tergerai sempurna.Memberikan kesan dirinya merupakan wanita berpendidikan tinggi dan penuh martabat.
Tak tahu kenapa,bayangan wajah wanita itu sekarang berubah menjadi wajah ibundanya,Daniela.Dia tersenyum manis,Jovian membalas senyuman itu dengan mata berbinar,tak menduga mamanya hadir di sana,membuat dirinya terbawa ke dalam suasana romansa yang indah.
"Mommy",lirihnya
Wanita itu menatap heran,kenapa dengan cowok ini?.
"Tuan...".
Ketiga kalinya,wanita itu memanggil seraya melambaikan tangan mungilnya ke wajah Jovian.Pemuda itu tersentak kaget,wajah Daniela memudar menjadi gadis asing.Ternyata dirinya halusinasi,bayangan Daniela adalah sebuah ilusi yang membelenggukan hati.
"Y-ya...".
"Tuan,baik - baik saja 'kan?".Wanita itu mengulang pertanyaannya.
Jovian hanya mengangguk samar seakan mantra yang menyelubungi dirinya masih tersisa,belum sepenuhnya luntur.
"Sekali lagi,saya benar - benar minta maaf Tuan",ucap wanita itu lagi sambil merogoh sesuatu dari dalam tasnya,tapi sepertinya tak kunjung menemukan apa yang di carinya.
"Ish,kenapa sih saat di butuhkan selalu saja menghilang?!,umpatnya dalam hati sambil menggigit bibirnya yang ranum semerah delima.
"Tuan,pagi ini saya harus bekerja.Jadi,maaf jika anda harus saya tinggal duluan".
Pada akhirnya,wanita itu menyerah untuk mengatakan kalimat tersebut.Tanpa menanti reaksi Jovian,wanita itu segera berlalu dari pria rupawan di hadapannya.Dalam hati,dia kecewa dengan sikapnya yang tak bisa menunjukkan rasa tanggungjawab atas sebuah masalah.Bukannya menghindari,tetapi dia tak bisa berlama - lama di tempat ini karena pekerjaan menuntutnya untuk profesional.
Beberapa saat,Jovian mulai mengerjapkan kedua bola matanya yang masih terselimuti air.Dia tersadar,tapi juga tak berniat memperpanjang urusan dengan orang yang tak di kenalnya.Dia sudah terlalu banyak melihat dan menjalani kehidupan penuh warna di balik kejamnya Leytonstone yang menyimpan rahasia serta intrik - intrik jahat.Kini,hatinya jauh lebih dingin dan membeku seperti bongkahan es.Selama,masalah itu tak melibatkan dan merugikan dirinya,dia tak mau ikut campur urusan orang lain.
Jovian beringsut dari tempatnya,tapi ujung matanya menangkap sesuatu yang terselip di antara batu dan rerumputan.
Sebuah kartu nama!.
Perlahan,Jovian mengambilnya dan mengamati dengan teliti.Di kertas itu tertulis sebuah nama dengan huruf balok "CEISYA ALEXANDRA".
"Nama yang cantik...",desisnya lalu memasukkan benda itu ke dalam saku bajunya.
***
"Lajukan mobilnya!",perintah Jovian begitu kembali masuk ke mobilnya.
"Baik,Tuan muda".
Tanpa menunggu perintah dua kali,Gizza segera meluncurkan mobilnya menuju ke kediaman keluarga Andersen.Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Jovian selama di perjalanan.Bungkam!.Hanya desir udara kosong yang terdengar samar.
Sang asisten melihat pantulan rona wajah bosnya dari spion.Ada yang aneh!.Sepasang matanya sembab seperti habis menangis.Benarkah tipe kepribadiannya berubah menjadi melankolis?.Ah,pasti semua itu hanya ilmu teater yang di pelajari buat mendukung misinya.
Flashback off.
***
"Gadis itu sangat imut dan menggemaskan".
Jovian menggoyangkan segelas cocktail yang tinggal separuh itu.Senyum tipis penuh makna merekah di sepanjang bibirnya yang seduktif.Astaga,apa yang terjadi pada Jovian sekarang ini?.Apakah dia sedang kasmaran dan membuka hatinya untuk seorang wanita?
Oh,tidak mungkin!.Bagaimana dengan Marsha?.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments