POV Fatia
---
Aku tak tau tuan Sheldon akan membawaku kemana, dia hanya menggandeng tanganku dan menyuruhku naik ke dalam mobil mewahnya. Aku bisa apa swlain menurut saja. Bukankah pekerjaanku disini memang untuk menuruti semua perintahnya.
Deg
Haaa? Gedung ini.. dia berhenti disini?
Woaah..demi apa...
Sorakku kegirangan dalam hati.
Karena tidak mungkin aku berani bersorak sungguhan, bisa-bisa dia terganggu nanti dengan teriakan ku.
Sebuah gedung menjulang tinggi dengan dekorasi yang sangat cantik dan dihiasi oleh lampu berwarna-warni di depannya. Sebuah bangunan yang dulu hanya bisa kutatap dengan penuh kekaguman saat melewatinya bersama Raka. Ketika kami akan pergi pulang pergi ke rumah bapak dan emak di kampung dengan menaiki motor butut Raka yang sering mogok.
Saat ini, mobil mewah tuan Sheldon berhenti di sini. Mau apa dia? Makan? Menginap, atau malah mau spa?
Ya, bangunan mewah itu adalah sebuah bagunan hotel, resto dan spa. Kalian pasti sudah tau 'kan kalau dulu aku tak akan mungkin mampu untuk kesini? Sekedar mampir untuk masuk saja aku sudah minder dan malu karena penampilanku yang lusuh. Juga aku pun tak punya uang. Jadi, untuk apa kesana meskipun aku ingin sekali masuk kedalamnya meskipun hanya untuk sekedar melihat isinya saja.
Saat ini... tapi, saat ini.. tuan Sheldon mengajakku kesini?
Oh, Tuhan.. mimpi apa aku semalam..
Tak dapat kupungkiri betapa senangnya aku.
Meski rasa senang dan antusias untuk mengeksplor tempat ini sangatlah mengusik jiwaku, tapi, aku tetap harus menjaga sikap jangan sampai aku berbuat hal yang membuat tuan Sheldon malu terhadap tingkahku nantinya.
"Ayo, Turun!" Ajak tuan Sheldon begitu ia mematikan mesin mobil.
Aku mengangguk dan ikut turun dari dalam mobil.
Seorang penjaga mendekati tuan Sheldon dan meminta kunci mobil padanya, tuan Sheldon pun memberikannya. Lalu, orang itu mengangguk dan berlalu memasuki mobil tuan Sheldon untuk memarkirkannya.
Sebuah adegan yang sering aku lihat dalam drama, kini nyata di depan mata. Kalau aku tidak pernah menonton drama, nungkin bisa saja aku sudah berteriak meminta pertolongan karena menganggap kalau tuan Sheldon sudah terkena hipnotis atau sejenisnya untuk dirampok.
"Tia...ayo!"
Karena terlalu larut dalam ingatan drama yang kutonton dulu dengan pandangan mata yang menatap berlalunya mobil tuan Sheldon, aku sampai tak sadar kalau pria tinggi yang berada di sebelahku ini rupanya sudah menyodorkan lengannya untuk ku gandeng.
Lagi-lagi adegan drama ini..
Oh, aku sungguh tak menyangka kalau aku akan mengalami hal-hal yang terjadi dalam drama dan selalu mengisi khayalanku.
Eh, apa tadi? Dia memanggilku, Tia?
Panggilan itu... Mengingatkanku pada seseorang yang pernah hadir di masa laluku.
"Ayo! Kamu kenapa? Aku perhatiin dari tadi nggak fokus,"
"Hah? Eh, enggak kok," jawabku gagu.
"Berjalanlah di sampingku, gandeng lenganku. Kamu istriku, bukan asisten apalagi pembantuku. Jadi, jangan berjalan di belakangku!"
Oh My God..
Rasanya aku ingin bersorak dan berteriak kegirangan. Kenapa tuan Sheldon selalu saja bisa membuat aku melayang. Andai saja semua ini nyata dan aku bukanlah sekedar barang gadaian.
"Baik, Tuan,"
Aku mendengar tuan Sheldon menghela nafas saat ia mendengar jawabanku. Apa ada yang salah? Apa aku melupakan sesuatu?
Kami pun masuk kedalam bangunan gedung mewah yang aku impikan sejak dulu bisa masuk atau malah bekerja disini. Tapi, mana mungkin. Aku hanya tamat sekolah menengah atas, itupun sudah dengan susah payah oratuaku membiayainya.
Baru saja beberapa langkah aku dan tuan Sheldon masuk ke dalamnya, sudah ada seorang pria berpakaian formal lengkap menghampiri kami. Ia membungkuk amat dalam pada tuan Sheldon. Padahal kalau aku perhatikan laki-laki itu usianya jauh lebih tua diatas tuan Sheldon.
"Tuan... Anda tidak menghubungi kami kalau akan berkunjung. Jadi kami tidak menyiapkan apa-apa untuk Anda," ucapnya terlihat ketakutan. Dapat aku lihat dari keringat di dahinya yang sebesar biji jagung.
Tuan Sheldon mengangkat tangan sebagai tanda untuk menyuruh laki-laki paruh baya itu berhenti.
"Aku hanya mampir, kalau kerja kalian tetap baik-baik saja, itu sudah cukup,"
"B-baik, Tuan,"
Tuan Sheldon lanjut berjalan dengan menggandeng tanganku karena tadi tanganku terlepas dari lengannya saat pria tadi menghampiri kami. Maklumlah, aku hanyalah orang kecil yang merasa takut dan malu saat berada di dekat orang besar. Maksudnya orang kaya.
"Angkatlah wajahmu, berjalanlah dnegan penuh percaya diri! Kamu cantik, jangan malu!" bisiknya tegas.
"Ya, Oppa,"
Kini aku menangkap ia tersenyum begitu mendnegar jawabanku. Sesenang itukah dia dengan jawanku? Ah, aku baru ingat, rupanya panggilan itulah yang sudah aku lupakan sejak tadi karena gugup.
"Mau langsung naik atau makan dulu?" tanyanya.
Naik, makan? Katanya tadi hanya nampir.
"Terserah Oppa saja,"
"Wah, kalimat andalan wanita. Terserah," balasnya berkomentar.
"Hah,"
Selalu saja aku bingung kalau dia menggumam sesuatu seperti itu.
"Baiklah, ayo kita naik dulu. Untuk makan nanti bisa pesan saja kalau malas keluar," ucapnya memutuskan.
Tuan Sheldon mengajakku berjalan melalui koridor yang kanan kirinya di hiasi oleh lukisan yang indah. Beberapa tanaman langka pun turut berjajar di pot-pot yang terbuat dari keramik mahal. Sungguh mataku dimanjakan oleh keindahan di dalam bangunan yang sejak dulu ku impi-impikan bisa masuk ke dalamnya. Siapa sangka sekarang aku bisa masuk ke dalamnya dengan suami penyewaku.
Tapi, begitu hampir sampai lift, aku melihat sekelebat bayang orang yang sudah membuatku amat kecewa.
Raka? Kenapa dia disini? Bukannya dia bekerja di perusahaan tuan Sheldon? Gumamku seorang diri.
Aku benci harus melihatnya lagi, meski hanya sekelebat bayangnya saja aku tak sudi. Makanya aku bersembunyi di balik lengan kekar tuan Sheldon.
"Kenapa? Apa kau sudah merindukanku?"
Ucap tuan Sheldon menggodaku. Aku pun hanya bisa tersenyum paksa dan mengangguk saja.
Melihatku semakin menempelkan diri pada tuan Sheldon, dapat kutangkap Raka melebarkan kedua matanya, ia melotot kepadaku dengan tangannya yang terkepal erat.
Apa? Dia pikir aku peduli? Dia pikir aku akan takut?
Tidak!
Aku tak akan lagi peduli pada laki-laki yang sudah tega menukarku dengan jabatan semata. Biarlah dia menikamati jabatan dan uangnya itu. Akupun sebisa mungkin akan menikmati hidupku meski terpaksa, yang terpenting aku masih bisa membantu masalah keuangan orang tuaku yang selama ini kerepotan mengurus kakakku yang menyandang disabilitas.
Ya, kami hanya orang miskin yang tak bisa memberikan pengobatan yang layak ketika sakit. Jadi, saat kecil kakakku menderita panas tinggi setelah terjatuh dari ketinggian dan akhirnya ia menjadi cacat.
Sebab itu pulalah aku tak bisa memaksakan diri untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi karena kakakku yang masih harus rutin mengonsumsi obat untuk penguatan tulangnya. Andai saja dulu kami punya uang untuk kakakku melakukan operasi, mungkin kakakku tidak akan menjadi seperti saat ini.
Kenapa aku malah jadi nostalgia.
Karena melamun sepanjang berada di dalam lift, aku jadi tak sadar kalau sudah berada di depan pintu sebuah kamar yang bertuliskan president suit.
Waow.. serius?
Memangnya sekaya apa sih tuan sheldon ini?
Mungkin haryanya tak akan habis sampai 12 turunan meskipun tanpa bekerja. Tapi, yang namanya tuan Sheldon tidak mungkinlah kalau hanya berdiam diri tanpa bekerja. Kemarin saat hari pertama pernikahan saja dia sudah langsung bekerja kok. Jadi, sudah terlihat jelaskan bagaimana tekun dan uletnya dia dalam bekerja.
Saat pintu terbuka, aku pun menganga tak percaya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments