Keperawanan Yang Tergadaikan
"Benar kau masih perawan? Awas saja kalau tidak, akan kubunuh suamimu!" seorang lelaki berwajah dingin berucap dengan nada rendah namun penuh penekanan.
"Bunuh saja, aku tidak perduli lagi padanya!" sahut sebuah suara wanita yang lembut, tapi sarat akan luka.
"Hahahaha... " tiba-tiba terdengar suara tawa menggema, gadis itu terjingkat kaget, namun tetap tak berani mengangkat wajah untuk melihat pria di hadapannya.
"Benarkah kau tak lagi peduli padanya?" tanya pria itu lagi.
"Ya, untuk apa aku perduli pada laki-laki yang tidak perduli padaku, dia bahkan rela menggadaikanku padamu," jawab wanita itu dengan suara tercekat, sepertinya ia menahan tangis.
Lelaki itu mengerutkan keningnya, "menggadaikanmu padaku? "
"Lebih tepatnya menggadaikan keperawananku," sahut gadis itu lagi.
Di sebuah kamar mewah bernuansa romantis, dengan desain seperti kamar pengantin serta lilin-lilin beraroma therapi yang menambah kesan ke-syahduan. Berdiri seorang pria berwajah tampan, dengan rahang tegas yang membuatnya tampak berwibawa.
Lelaki itu tengah bertelanjang dada, memamerkan otot-otot lengan, dada, serta perutnya yang kotak-kotak. Sayang tidak ada yang menikmati pemandangan indah itu, sebab dia hanya berdua disana dengan seseorang yang terus menundukkan wajah, lebih tepatnya dia menyembunyikam wajah cantiknya.
Ya, dihadapan lelaki itu terduduk seorang gadis berpakaian lingerie tipis berwarna hitam yang mempertontonkan kemolekan tubuhnya. Sungguh menggugah hasrat kelelakian siapa saja pria yang melihatnya. Termasuk lelaki yang saat ini berdiri di hadapannya, lelaki tinggi yang sudah bertelanjang dada sejak tadi itu mengamati si gadis dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Mulus, tanpa cela," batin si pria.
"Jadi kau yakin kalau kau masih perawan? Apa suamimu itu impoten, sehingga tak pernah menyentuhmu?" tanya nya dengan nada remeh.
Mendapatkan pertanyaan seperti itu, tak membuat si gadis marah, justru ia merasa sedih, air matanya mengalir begitu saja tanpa di minta.
Ingatannya kembali pada saat sebelum ia berada di tempat itu, untuk berkorban demi suaminya.
Flashback Pov Si Gadis
"Jangan, Mas! Aku mohon..." ucapku mengiba, bahkan aku sudah bersujud dibawah kakinya.
"Ayo, jangan membangkang kamu!" bentaknya.
"Bukankah kamu ingin aku menjadi orang yang sukses, dan karirku bagus? Jadi kamu harus mau melakukan hal itu!" teriak laki-laki yang merupakan suamiku. Seseorang yang dulu penyayang, kini tampak seperti orang asing bagiku.
"Tapi bukan begini caranya, Mas!" jeritku seraya mendongakkan kepala.
Jangan tanyakan lagi seberapa banyak air mata yang menetes di pipiku, bahkan hingga membasahi baju yang ku kenakan sejak tadi.
"Lalu apalagi? Hanya ini satu-satunya cara supaya aku bisa sukses, lalu kita bisa menikmati hasilnya bersama-sama nanti," balasnya.
"Kamu gila, Mas!" teriakku dengan suara yang sudah serak karena terus menangis dan berteriak sejak tadi.
"Ya, aku memang gila karena tuntutan ekonomi yang nggak pernah ada habisnya. Bahkan beras yang merupakan bahan makanan pokok saja sekarang harganya sangat mahal. Dengan keadaan kita saat ini, untuk makan satu kali sehari saja kita kepayahan," ucapnya yang berupa keluhan.
"Itu memang benar. Tapi apakah sepadan dengan aku yang harus mengorbankan diriku?" aku terisak. Tak pernah terbayangkan di benakku jika suamiku sendiri akan berbuat seperti ini padaku.
"Cukup satu kali ini saja. Itu sudah cukup membuatku bisa mendapatkan posisi yang tinggi di perusahaan yang baru saja menerimaku bekerja," ucapnya memelas.
Aku menangis tergugu di bawah kakinya, tak percaya jika suami yang menikahiu satu bulan yang lalu bisa nekat memaksaku untuk menggadaikan keperawananku kepada bosnya, hanya demi untuk mendapatkan posisi jabatan yang bagus dalam pekerjaannya. Sungguh gila bukan.
Satu bulan menikah, aku merasa aneh kenapa suamiku tak pernah menyentuhku, padahal ia selalu bilang jika ia mencintaiku dan begitu menginginkanku. Tapi, pada kenyataannya belum pernah kurasakan yang namanya surga dunia bersama suamiku itu.
Paling ia hanya akan mencumbuku di area atas saja, atau paling dirinya hanya akan menggesekkan keperkasaan nya di luar ****** ***** ku saja, padahal sebagai seorang wanita dewasa yang sudah menikah jelas saja aku mempunyai rasa penasaran tentang bagaimana rasanya melakukan hal itu. Ya... hal itu, kalian tau, 'kan.
Awalnya aku mengira jika dirinya masih malu saja sama sepertiku, karena kami masih pengantin baru dan sama-sama masih awam akan hal itu. Tapi lama-kelamaan dia semakin aneh saja, hingga pada akhirnya hari itu tiba. Hal yang membuatku ternganga tak percaya, dan hatiku serasa di hantam oleh palu godam yang sangat besar.
"Fati... Mas butuh bantuanmu. Sekali ini saja. Mas mohon ya? Tolonglah, Mas... bantulah, Mas, " ucapnya suatu hari.
Ia memelas dan memohon kepadaku, bahkan kedua tangannya sudah mengatup di depan dada. Aku tak tega melihatnya, lelaki yang kusayangi sampai harus memohon seperti itu kepadaku.
"Apa yang bisa Fatia bantu, Mas? " tanyaku tanpa merasa curiga sedikitpun.
"Itu... anu, Fat.. itu... " Mas Raka berbicara dengan gagu. Tenggorokannya serasa tercekat seperti akan mengatakan suatu hal yang sangat sulit.
"Itu apa, Mas? Kalau Fatian bisa, tentu Fatia akan membantu Mas Raka, " balas ku santun waktu itu.
"Kita ini suami istri, Mas. Maka apapun yang Mas risaukan, Mas bisa cerita ke Fatia. Dan Fatia akan berusaha untuk membantu Mas sebisa mungkin, " lanjut ku.
"Beneran ya kamu bantuin, Mas? Tapi, kamu jangan marah ya?"
Aku mengerutkan kening, "Marah? Kenapa aku harus marah? Memangnya Mas Raka membuat kesalahan apa?"
"Mas mau... kamu... menemani bos Mas satu malam saja untuk menunjang karir Mas di perusahaan,"
Bagai disambar petir di antara panas terik, kedua bola mataku membulat sempurna. Bukan lagi marah, aku murka mendengarnya.
"Apa, Mas? Apa kamu udah gila? Kamu udah nggak waras, Mas!" teriakku sambil menunjuk wajahnya dngan telunjukku.
Selama mengenalnya, baru kali ini aku berteriak dan bertingkah seperti itu padanya. Hal itu juga kk ulakukan karena ulahnya sendiri yang dengan segampang nya berbicara hal tak masuk akal seperti itu padaku. Tak sadarkah dia kalau perkataan nya itu membuat harga diriku sungguh terhina? Hatiku pun terluka. Perasaanku juga menjadi hampa.
"Mas mohon, Fatia... " perkataannya sudah tak lagi ku hiraukan. Tubuhku lemas dan luruh ke lantai semen kamar kos kami.
Haruskah aku menurutinya?
Haruskah aku melakukannya?
Haruskah aku menjadi ****** karena kehendak suamiku sendiri?
Pikiranku berkecamuk. Bukan hanya memikirkan bagaimana nasibku nanti jika aku meng-iyakannya. Namun, lebih sakit lagi karena aku di perlakukan seperti ini oleh lelaki yang merupakan suamiku, lelaki yang ku cintai dan katanya mencintaiku. Ternyata cintanya itu hanyalah bulshit saja.
Akulah, seorang istri yang keperawanan nya di gadaikan oleh suamiku sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Eemlaspanohan Ohan
nyimak thor
2024-07-30
2
Soraya
mampir thor
2024-07-29
0
Nisa Ramadani
nikah brapa hari ya allah udah ngeleuh masalah makan 🤣🤣🤣🤣🤣🤣 kalo nikah taunan masa iya masih prawan
2024-05-05
1