Pagi hari
Jovita baru saja bangun dari tidurnya. waktu menunjukkan puku 06.30, Ia masih malas-malasnya bangun.
Jovita langsung ke dapur mengambil segelas air putih, sebenarnya dia sudah mulai merasa tak enak badan. Sudah beberapa hari ini perutnya merasa tidak nyaman sehingga dia menahan rasa sakit itu, dia terus meminum obat yang dia beli di apotek.
Jovita mencoba mengambil nasi dengan sayur yang kemarin dia masak.
Perlahan-lahan dia makan, tapi tetap saja perutnya merasa kesakitan.
"Aduh, kenapa kayak gini. gimana nanti mau kerja." Jovita mengeluh pada dirinya sendiri, dia mencoba bangkit dan segera membuat sesuatu. Jovita segera membuat teh hangat, Perlahan-lahan dia minum.
"Aku masuk kerja shift sore, aduh gimana caranya bisa hilang rasa sakit itu."Jovita tiduran diatas kasur.
Dia pun tidak lupa meminum obatnya.
Di tempat lain
Neo baru saja sampai di ruang meja makan, yang biasanya kakek sudah lebih dulu hadir tapi tidak untuk hari ini.
"Mana Kakek?" tanya Neo pada Pak Roy.
"Tuan besar tidak ada dirumah tuan, pagi-pagi sekali tuan besar sudah berangkat ke kota B."
"Tumben pagi-pagi sekali kakek sudah berangkat." ucap Neo, yang sudah siap dengan baju kerjanya.
Neo langsung menghubungi seseorang.
"Ya tuan, ada yang bisa saya bantu."
"Mungkin nanti aku datang ke kantor telat, aku harus pergi ke Markas dulu. Jadi selama aku tinggal kerjakan dulu pekerjaan di kantor. Jika sudah selesai nanti aku balik ke kantor." ucap Neo yang sudah siap akan pergi ke Markas menemui seseorang.
"Baik tuan." sambungan telepon langsung terputus. Neo langsung pergi menemui Milano yang saat itu ada diluar.
"Milano." mendengar namanya dipanggil Milano lari menghampiri tuannya.
"Ya tuan."
"Hari ini kita pergi ke Markas dulu, setelah itu baru kita berangkat ke kantor." perintah Neo pada Milano.
"Baik tuan." akhirnya mereka berangkat ke tempat tujuan yang pertama di Markas milik tuannya.
Mereka sampai juga di tempat itu, Neo mulai memasuki beberapa pintu penghubung lokasi mereka latihan.
Didalam masih terlihat sepi hanya ada beberapa orang yang sedang latihan.
"Tuan." Mereka spontan memberi hormat pada tuannya.
"Dimana Dave?"
"Sedang ada di ruang latihan tuan." tanpa basa-basi Neo langsung menghampirinya.
Terlihat Dave baru saja latihan,Dave sontak kaget dengan kehadiran tuannya.
"Tuan." Dave langsung menghampiri tuannya.
"Ada hal penting yang ingin aku bicarakan." Neo langsung pergi dari tempat itu diikuti Milano dan Dave yang berjalan mengikuti dari belakang.
Mereka berkumpul diruang tengah yang memang digunakan untuk tempat rapat.
"Bagaimana laporanmu tentang orang itu?" tanya Neo.
"Semua mengarah perintah dari tuan Harry."ucap Dave yang melaporkan secara detail.
" Didalam laporan juga, tuan Harry juga terseret dengan masalah lainnya." Neo sontak kaget mendengarnya.
"Kamu yakin dengan informasi itu?" tanya Neo menyakinkan tentang informasi itu.
"Yakin tuan, dari kami sudah mengecek langsung " Neo membalas dengan senyuman.
"Baiklah kalau memang begitu. tapi ingat kalian harus Berhati-hati . " pesan Neo pada Dave yang bertanggung jawab atas permasalahan di Markas.
"Baik tuan saya mengerti." ucap Dave, Neo pun langsung pergi dari tempat itu.
Mereka langsung pergi menuju kantor, beberapa karyawan menyapa dirinya.
"Selamat pagi tuan." Neo membalas dengan anggukkan,Neo langsung menaiki lift bersama Milano.
Setelah sampai diruang kerjanya, Nick masih disibukkan beberapa pekerjaan yang dia selesaikan.
"Tuan." Nick berdiri dari tempat duduknya. Neo langsung duduk di tempat duduknya.
"Ini tuan." Nick memberikan 4 dokumen yang belum dia periksa, sedangkan sisanya sudah Nick kerjakan.
Neo langsung mengerjakannya, sedangkan Nick dan Milano kembali ke tempat kerja mereka masing-masing.
Ditempat Jovita
Jovita baru saja bangun dari tidurnya, Dia berusaha bangkit mengambil segelas minuman.
Wajahnya makin pucat, dia bergegas pergi ke dapur mengambil air hangat.
Siang hari
Tak terasa waktu sudah siang.
3 jam lebih dia tertidur, dia mulai mempersiapkan baju kerjanya, setelah selesai mandi Jovita merias wajahnya.
Dia menutupi wajah pucatnya dengan sedikit bedak agar tak terlihat pucat.
Jovita mencoba sedikit makan siang, dia hanya makan nasi dengan lauk telur goreng.
"aku harus kuat." dia tetap memaksakan diri untuk berangkat kerja.
Jovita akhirnya berangkat kerja, dia masih menahan rasa sakitnya.
Akhirnya dia sampai ditempat kerjanya,nampak situasi di dalam penuh dengan pengunjung.
Thomas dan Jhon sibuk melayani beberapa pembeli, Jovita pergi ke ruang belakang.
Disana dia merapikan baju kerjanya dan rambut panjang yang dia gulung dengan tali rambut
"Nina ." sapa Jovita yang melihat Nina baru saja datang.
"Wajah kamu kenapa, kok terlihat pucat? "tanya Nina
"Hanya kurang tidur saja. Oh iya, gimana kabar pacar kamu?" tanya Jovita.
"Itu yang buat aku pusing sekarang." Nina terlihat kesal.
"Maksud kamu?"
"Dari seharian aku sudah coba telepon dia, tapi nihil." ucap Nina yang terlihat kecewa.
"Apa kamu sudah pergi ke kostnya?" tanya Jovita lagi.
"Belum, paling besoknya aku baru bisa kesana."
"Ya udah." jawab Jovita yang akan bergegas ke depan menggantikan Thomas dan John bekerja.
Selama di kerja Jovita mencoba bersikap biasa walaupun perutnya merasa tidak nyaman.
"Kamu harus kuat." batin Jovita.
"Pesanan baru." Nina terlihat sedang menata gelas diatas meja.
"Bejo, wajahmu kok tambah pucat kayak begini. Kamu lagi sakit ya." tanya Nina yang tak seperti biasanya wajah Jovita begitu pucat.
"Tidak, paling perasaanmu aja." ucap Jovita yang memilih berbohong.
"Pasti kamu bohong, apa kamu kira aku tidak tahu."
Tiba-tiba saja perutnya merasakan tidak nyaman.
" Kamu kenapa?" tanya Nina, yang melihat ekpresi berbeda dari raut wajahnya. Jovita langsung duduk di kursi dekat meja kasir.
"Pasti sakit maag lagi, iya kan? " tanya Nina pada Jovita yang langsung membalas dengan anggukkan.
"Kamu sih, makan sering telat jadinya kamu sakit kan." ucap Nina yang kesal susah diatur teman satu ini.
Sudah beberapa kali kejadian seperti ini, bahkan Nina capek terus mengingat dia untuk tidak telat makan.
"Udah minum obat belum?" tanya Nina lagi, Jovita membalas dengan anggukkan.
"Ya udah kamu duduk aja, biar aku yang kerja. Ini ada roti kamu makan dulu biar tidak kosong tuh perut." akhirnya Jovita mencoba memakan roti itu sedikit demi sedikit.
Jovita mencoba membantu Nina, tapi tetap saja Nina menolaknya.
"Sudah dibilangi, kamu duduk saja. Biar aku yang ngerjain." Nina marah pada Jovita yang susah diatur.
"Biar aku bantu didepan." Jovita tetap memaksa ingin membantu Nina.
Tak terasa waktu menunjukkan pukul 8 malam, Jovita masih duduk terdiam didekat meja kasir.
Wajah Jovita makin terlihat pucat."Lebih baik kamu pulang saja sekarang." Nina tak tega melihat sahabatnya kesakitan seperti itu.
"Nanggung, Nin." ucap Jovita.
"Kalau ada apa-apa nanti gimana, kalau nanti kamu pingsan gimana aku yang malahan yang bingung. Sudahlah mendingan kamu pulang istirahat."
"Tapi...."
"Sudahlah cepat sana kamu pulang, banyak alasan saja kamu." Ucap Nina yang benar-benar marah.
"Ya udah aku pulang dulu." pamit Jovita.
"Ingat istirahat, jangan lupa makan. Kebiasaan kamu sering telat makan jadinya kayak begini kan." ucap Nina yang sedari tadi cerewet memarahi Jovita.
Malam ini Jovita pulang lebih awal, dia pulang berjalan kaki dengan langkah kaki sedikit pelan.
"Ya ampun kenapa malah tambah parah gini." batin Jovita yang masih bertahan menahan sakit perutnya. Dia tak bisa kuat lagi, dia mencoba berpegangan pada tiang besi.
Didalam mobil Milano sontak kaget. "Bukannya dia wanita yang dicafe itu." batin Milano yang yakin dengan apa yang dia lihat.
"Tuan."
"Apa." jawab Neo yang masih fokus dengan handphonenya.
"Tadi saya tidak sengaja melihat nona Jovita dijalan tuan." ucap Milano.
"Dimana dia." Neo mencoba melihat dari sisi kiri dan kanan jalan raya,ternyata benar dia melihat Jovita yang sedang berdiri didekat tiang besi.
"Tapi kenapa dia berdiri disana, sepertinya tidak ada yang beres." batin Neo yang melihatnya sedikit aneh.
Neo langsung turun dari mobil dan menghampirinya.
"Hey." Neo menepuk pundak Jovita.
"Kamu." jawab Jovita dengan wajah pucat. Tiba-tiba saja Jovita jatuh pingsan, untung saja Neo langsung menangkapnya.
"Hey bangun." dia menepuk pipi Jovita, terlihat wajah pucat dari wajah Jovita.
"Sepertinya dia pingsan." dengan cepat dia mengangkat badan jovita dengan berlari mengarah mobilnya.
"Cepat buka." Milano segera membuka pintu mobil, dengan cepat dia meletakkan Jovita disampingnya.
"Ayo kita berangkat." Mobil dengan cepat melaju, Neo memegang kepala Jovita.
Kepalanya basah dipenuhi berkeringat hingga wajahnya benar-benar pucat. Neo terlihat begitu khawatir dengan kondisi Jovita yang masih tak sadarkan diri.
Milano dengan cepat mengendarai mobil, "Nanti kamu hubungi Arsal."
"Baik tuan." Jawab Milano yang nantinya harus menghubungi dokter pribadi dari tuan Neo.
Neo memegang kepala Jovita, dia merapikan rambut wanita itu.
"Kenapa kamu bisa sakit seperti ini." batin Neo yang merasa kasihan dengan kondisi Jovita.
"Cepat!" teriak Neo yang tak sabar.
Milano menambahkan kecepatan mobilnya. Hingga mereka sampai di rumah , dengan cepat Neo mengangkat tubuh Jovita.
Beberapa orang terlihat kaget dengan kedatangan tuannya membawa seorang wanita
"Siapa itu?"
"Aku juga tak tahu, tapi yang tuan angkat tadi seorang wanita kan."
"Beneran, kalau itu benar berarti gosip diluar jika tuan seperti itu tidak benar." tiba-tiba dari arah belakang ada seseorang berdiri.
"Kalian mau kerja apa mau bergosip." seketika mereka ketakutan, mereka akhirnya bubar semua. Siapa lagi jika bukan Pak Roy yang mereka takutkan.
Pak Roy hanya menghembuskan nafasnya. "Malah makin besar rumor yang beredar di luar sana." batin Pak roy yang sudah bertahun-tahun kerja dengan tuan besar.
Jovita langsung dia letakkan ke dalam kamarnya, dengan pelan-pelan dia meletakkan wanita itu di tempat tidurnya.
Milano datang menghampiri tuannya.
"Tuan, saya sudah menghubungi tuan Arsal."
"Ya sudah." jawab Neo yang masih duduk disamping ranjang tempat tidurnya, Milano langsung keluar dari kamar tuannya.
Neo langsung keluar menemui Pak roy.
"Pak Roy ."
"Iya tuan."
"Tolong perintahkan beberapa pelayan untuk mengganti baju wanita itu." perintah Neo pada Pak Roy.
"Baik tuan." Pak Roy segera memerintahkan mereka untuk mengganti baju tidur.
"Ternyata cantik juga ya wanita tuan Neo."
"Iya, lihat tuh kulitnya putih bersih."
"Tapi sayang dia terlihat pucat." ucap pelayan itu.
"Kan kamu tahu sendiri, wanita ini lagi sakit. Cepat sebelum tuan marah nanti." mereka dengan cepat menyelesaikan tugasnya.
Neo ada diluar menunggu kedatangan temannya.
"Kenapa kamu cari aku, sudah tahu lagi sibuk."
"Sibuk apaan?" tanya Neo.
"Memangnya kamu sakit apa, malam-malam begini cari aku."
"Bukan aku yang sakit."
"Lalu siapa?" tanya Arsal yang kesal hari santainya diganggu Neo. Neo langsung masuk kedalam kamarnya.
Sontak membuat Arsal kaget.
"Dia siapa?" tanya Arsal.
"Jangan banyak tanya kamu, sekarang periksa dia." ucap Neo, dengan cepat dia memeriksa wanita itu.
"Tekanan darahnya rendah ditambah lagi asam lambungnya naik, Kalau bisa dia harus banyak istirahat. Untuk sementara ini dia harus makan yang lembut dulu. Untuk pemulihan aku beri beberapa vitamin dan obat untuk sakitnya." Arsal selesai memeriksa kondisi wanita itu.
"Dia siapa?" bisik Arsal pada Neo.
"Bukan siapa-siapa." jawab Neo dengan muka datarnya.
"Kalau dia bukan siapa-siapa akan aku dekati dia." ucap Arsal yang langsung mendapatkan pukulan dibahu.
"Hey sakit tahu."
"Sana kamu pergi." Neo mengusir Arsal,Arsal pun keluar dari ruangan itu.
"Huh, dasar kau." ucap Arsal yang kesal pada sahabatnya.
Kini hanya ada Neo dan Jovita didalam kamar, Neo duduk memperhatikan wajah Jovita yang sedikit pucat.
Neo membelai pipi kanan Jovita dan Tangan Jovita juga digenggam oleh Neo. "Cepatlah bangun."
Neo memandang wajah Jovita yang terlihat sedikit pucat.
"Selamat malam sayang." Neo tersenyum bahagia,akhirnya dia dapat melihat kekasihnya dari dekat.
Neo tidur disamping wanita itu, hingga keduanya tidur ditempat tidur yang sama dengan pembatas guling antara mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments