Mendadak Menikah

Mendadak Menikah

Chapter 1

Seorang perempuan dengan gaun pengantin tampak terbaring lemah di atas ranjang. Darah yang telah mengering terlihat diujung kepalanya. Tangan lemah itu digenggam oleh seorang wanita paruh baya yang tak henti-hentinya menangis, memanggil namanya. 

"El, Elena bangun sayang, apa yang kau pikirkan nak? kenapa kau pergi dari acara pernikahanmu sendiri?" 

"Sudahlah sayang, putri kita hanya pingsan. Tunggulah ia sadar, nanti kita bisa tanyakan alasan perbuatannya ini," ucap Richard Dalvano suami dari wanita yang masih saja terus menangis. 

"Ini karena kamu papa, seandainya kamu tak memaksakan pernikahan bisnis yang tak diinginkan putrimu ini, Elena tak akan berakhir seperti ini." 

"Rebecca istriku, kamu tahu betapa pentingnya proyek perusahaan kali ini, papa nggak boleh gagal. Dan satu-satunya yang bisa menolong papa adalah perusahaan Axelle Group, orang tua calon suami putri kita," jawab lelaki itu gusar. 

Melihat wanitanya masih terus menangis, Richard memeluk pundak sang wanita, kembali memberi pengertian.

"Calon menantu kita bukanlah lelaki biasa. Selain wajah yang rupawan, lelaki ini juga memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Sikapnya juga baik, ia sangat sopan. Papa tidak mungkin sembarangan dalam memilih calon untuk putri kita satu-satunya."

"Meski begitu, putri kita tak menginginkannya Richard. Bukankah kita dulu sepakat kebahagiaan dia adalah yang utama?" Rebecca sang istri masih menyesali keputusan suaminya yang dianggap memaksa. 

"Sudahlah, gantiin baju Elena, jangan biarkan dia masuk angin. Nanti kalau dia bangun, bawa ke depan. Sudah cukup papa menahan malu pada keluarga Axelle, untungnya mereka tak mempermasalahkan apa yang terjadi." 

Richard Dalvano mengecup kening istrinya, lantas beranjak membuka pintu. Meninggalkan kedua wanitanya tetap di dalam kamar. 

Rebecca menyadari ada pergerakan pada tubuh putrinya, ia segera mengangkat kepala. Mencoba menatap netra gadis kecilnya.

"El, kamu sudah bangun sayang? Apa yang kamu rasakan, ada yang sakit dari tubuhmu?"

Putri Richard Dalvano itu hanya diam, memandang wajah mamanya dengan ekspresi kebingungan.

"Maaf, anda siapa ya?" Wanita paruh baya itu tampak terkejut, dahinya berkerut, bibirnya bergetar. Ia sangat takut menghadapi kenyataan di depan matanya ini. 

"Elena, jangan bercanda pada mama," lirih sang mama, mengingat betapa putri cantiknya ini sangat suka bercanda. 

"Elena? siapa yang anda maksud," jawab gadis itu. 

"Mbok Nem, panggil tuan sekarang juga." Titahnya pada asisten kepercayaan keluarganya, yang baru muncul dari balik pintu dengan nampan berisi teh hangat.  

"Baik nyonya," jawab seorang wanita tua yang tampak berjalan tergopoh-gopoh. 

"Sayang, ini mama, kamu tidak ingat mama nak?" 

"Mama? dimana sebenarnya ini?" Gadis yang tengah kebingungan itu menatap seluruh isi kamar, matanya memicing, merasa ada yang salah pada dirinya saat ini. 

"Apa maksudmu Elena? ya tuhan ada apa ini?" Tangis wanita bersanggul itu semakin menjadi, pundaknya bergetar hebat.

"Mama ada apa?" Sang suami yang baru saja tiba mempertanyakan alasan istrinya yang menangis kencang di hadapannya. 

"Elena mas, Elena," jawab sang mama, masih dengan tangisnya yang terdengar memilukan. 

"Elena, kamu sudah bangun?" Pertanyaan lelaki itu beralih pada putrinya. 

"Saya dimana? dan anda siapa?" Ucapan gadis itu membuat Richard Dalvano membulatkan mata, ia syok. Apakah putriku hilang ingatan? batinnya, mencoba bermonolog dengan diri sendiri. 

...*****...

Tiga Bulan Yang Lalu. 

"Ibu, Rissa akan coba mencari pekerjaan. Ibu tidak perlu khawatir, Nindy pasti sembuh." 

Seorang gadis muda tampak mencoba menenangkan ibunya yang menangis tersedu-sedu. Di hadapannya duduk gadis kecil sekitar usia sepuluh tahun. Kaki gadis itu lumpuh akibat kecelakaan yang menimpanya. 

Dokter bilang kelumpuhan ini masih bisa disembuhkan, namun butuh waktu dan biaya yang lumayan besar. 

"Maafkan ibu Rissa, kamu jadi harus berhenti kuliah. Dan membantu ibu mencari uang untuk pengobatan adikmu." 

"Ibu, sebelum ayah pergi, ayah menitipkan ibu sama Nindy kepada Rissa. Waktu itu, Rissa tak mengerti maksud ayah. Tapi kini, Rissa mulai menyadari, bahwa Rissa harus menjaga kalian selamanya." ucap gadis berambut hitam legam itu. 

"Ini bukan kewajibanmu nak, tapi keadaan yang menjadikan kita seperti ini, maafkan ibu." 

"Maafkan Nindy juga kakak, hiks..hiks." Sang adik terisak mendengar percakapan ibu dan kakaknya. 

"Ayolah, kakak tidak masalah. Asal kamu sehat, ibu bahagia, itu sudah sangat cukup buat kakak. Makanya, kamu harus semangat ya dek, kamu harus bisa berjalan lagi." 

Ketiganya pun berpelukan, saling menyalurkan kekuatan dalam jiwa. Membunuh rasa lemah, menyatukan kepercayaan akan indahnya takdir tuhan yang segera menghampiri kehidupan mereka. 

"Ibu, Rissa berangkat dulu ya." Pamit gadis dengan bola mata berwarna coklat itu. Mencium punggung tangan sang ibu, berjalan dan melambaikan tangan sebelum benar-benar hilang di balik pintu. 

Clarissa Diana, berjalan cepat meninggalkan rumah, berhenti pada sebuah halte bus, meluruhkan tubuh dan memeluk lutut. Gadis itu menangis hebat, bahunya terguncang, matanya memerah, nafasnya tersengal. 

"Ayah, apa yang harus Rissa lakukan, hiks hiks," ucapnya lirih. 

Disaat seperti itu, bayangan sang ayah yang telah pergi meninggalkannya menghadap tuhan setahun silam, kembali hadir di pelupuk matanya.

"Kenapa ayah tinggalkan kami? kami rapuh tanpa ayah," ucapnya lagi. 

Gadis itu mengusap kasar air matanya, membenahi setiap helai rambut yang berantakan oleh angin. Berbekal ijazah SMA ia memantapkan diri melangkah mencari lowongan kerja. 

Meski tak yakin, namun ia tetap harus berusaha. Demi ibu dan adiknya yang sakit. Bekerja apapun akan dilakukannya. 

Rissa melangkah masuk ke dalam sebuah toko sepatu, ia bertanya pada sekelompok wanita berseragam, "Permisi, maaf kak, apakah disini menerima karyawan baru?" 

"Oh, tidak. Disini sedang tidak mencari karyawan kak," jawab salah satu wanita memakai hijab, ia tersenyum sopan pada Rissa. 

"Baiklah kalau begitu, terimakasih. Saya permisi." Rissa berbalik arah, meninggalkan toko sepatu itu. 

Gadis bermata coklat itu kembali melanjutkan langkah, ia tampak menarik nafas panjang, dan menghembuskannya lewat mulut. Matahari teramat terik siang itu, membuat Rissa sedikit menyipitkan matanya. 

"Ayo Ris, kamu pasti bisa," ucapnya memberi suntikan semangat pada diri sendiri. 

Mata gadis itu berbinar, ia melihat sebuah tulisan mencari karyawan pada sebuah toko. Ia bergegas melangkah masuk, toko itu adalah toko peralatan memancing. Rissa tak peduli, asal ia bisa dapat pekerjaan, pikirnya. 

Setelah mencoba berbincang dengan pemilik toko, gadis itu kembali terlihat murung. Pemilik toko mengatakan tengah mencari karyawan laki-laki bukan perempuan.

Rissa kembali kecewa, namun harus tetap semangat. Ia berjalan pelan, terus melihat di sekelilingnya, keluar masuk toko, namun masih tetap nihil. Tak mudah mencari pekerjaan di kota besar ini, apalagi ia yang hanya tamat SMA. 

Gadis itu merasa letih, sudah sekitar sepuluh toko yang ia datangi, namun masih belum juga membuahkan hasil. 

Ketika melewati sebuah perusahaan besar, pikirannya berkelana. Andai aku bisa bekerja di perusahaan seperti ini, berangkat di pagi hari, mengenakan pakaian terbaik, duduk dibalik meja. Betapa bersyukurnya diriku, bisa mengobatkan Nindy, membahagiakan ibu. 

"Ah, sadarlah Riss," ucapnya. Ia merasa, sedih di hatinya tak seberapa dibanding yang dialami adik kecilnya. Gadis kecil itu berhak bahagia, ia harus kembali bersekolah, menggapai cita-cita. Biarlah cukup Rissa yang tak mampu melanjutkan mimpinya, asal adiknya jangan. 

Clarissa melirik jam di pergelangan tangannya, waktu menunjukkan pukul 15.00 WIB. Sudah mulai sore ternyata. Namun ia masih belum menemukan pekerjaan. 

Ia akan pulang hari ini, dan kembali melanjutkannya besok. Gadis itu sudah merasa sangat lapar. Ia berencana membeli mie instan dengan uangnya yang hanya tersisa 5000 perak. Ia lantas mengusap air pada sudut matanya, tersenyum getir, menahan sesak di jiwa. 

Terpopuler

Comments

Îen

Îen

aku mampir kk author....bab satu aja udah bikin sedih nyesek bacanya

2024-04-27

0

Ade Diah

Ade Diah

Hai salam kenal.

2023-12-24

2

Muliana

Muliana

hallo thor,,, aku udah mampir ini..
Sabar ya clarisa, semua cobaan akan terlewati jika kita ikhlas menerimanya

2023-11-25

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!