Te Amo Corazon

Te Amo Corazon

Kenyataan yabg menyakitkan

Anak pembunuh!

Eldar tau stigma ini akan selamanya melekat padanya. Karenanya dia ngga pernah mau menjadi apa pun selama.dia bersekolah maupun kuliah. Walaupun banyak yang mendukungnya menjadi ketua kelas bahkan ketua osis

Eldar ngga mau saat mereka tau siapa dirinya yang sebenarnya, dapat menimbulkan rumor yang bisa memalukan sekolahnya.

Tidak ada yang mengatakan apa pun padanya. Sampai dia mendengar sendiri kata kata seorang perempuan muda yang sangat cantik di ruang kerja opanya.

Saat itu Eldar baru berusia tujuh tahun. Dia sedang bermain bola dengan Jayden, adiknya. Saat Jayden menendang bola saking semangatnya, bola melumcur jauh sampai masuk menggelinding ke dalam rumah.

"Biar aku yang ambi." Eldar pun berlari lari kecil memasuki rumah sambil terus mengejar bola yang terus menggelinding di depan ruang yang pintunya sedikit terbuka.

Saatt Eldar akan mengambilnya, dia jadi tertarik setelah melihat bayangan perempuan cantik yang hanya sesekali datang, dan hanya menemui opanya sebelum pergi lagi ada di sana. Ngga tau kenapa, tapi Eldar merasa ada detakan aneh di dadanya saat melihatnya.

Dia semakin tertarik untuk menguping karena beberapa kali opanya menyebut namanya dengan bangga.

Eldar tersenyum. Walau berusia tujuh tahun, tapi dia sudah kelas enpat. Dia loncat kelas karena menurut gurunya dia sangat pintar. Teman teman seusianya baru belajar mengenai huruf, dia bahkan sudah bisa membaca eksiklopedia opa dan papinya yang tebal tebal.

Apalagi matematika. Disaat teman temannya baru mengenal angka, dia sudah hapal perkalian dan paham soal pembagian. Bahkan dia sudah bisa menghitung luas dan keliling bangunan tiga dimensi.

Gurunya menyarankan agar dia langsung ke kelas lima saja, tapi papi dan maminya menolak. Mereka ngga ingin Eldar kehilangann lebih banyak waktu bermainnya saja.

Eldar ngga masalah. Dia ngga butuh waktu lama untuk belajar. Kejeniusan opanya menurun banget padanya.

Bukan mami dan papinya ngga pintar. Mereka juga pintar, hanya saja cerdas dan jenius itu anugerah dari Yang Maha Kuasa

"Kamu mgga mau bertemu El? Dia sudah tujuh tahun. Dia tampan sekali, sayang. Juga sangat pintar," bujuk Dewan pada putrinya yang dalam tujuh tahun ini baru tiga kali mengunjunginya. Tanpa sekalipun mau melihat anaknya

Aurora menghela nafas kasar.

"Dia bukan anakku. Aku sudah melupakannya , Papa."

"Aurora!" sentak Dewan pelan penuh tekanan.

DEG DEG DEG

Eldar menutup mulutnya dengan menekankan tangannya sangat kuat di sana.

Dia hampir bertteriak.

Bohong!

Ini ngga mungkin.

Terbayang wajah papi dan maminya yang sangat sayang dan selalu lembut memperlakukannya. Juga adiknya Jayden dan Jennifer yang sangat manja dengannya.

Mereka semua siapa? Kalo memperturutkan watak keras kepala dan amarahnya, dia ingin bertanya langsung pada keduanya. Tapi lutut kecilnya telanjur lemas gemetaran.

"Pa, aku ke sini karena karena kangen papa, oma dan opa. Jangan singgung tentang anak itu lagi."

"Aurora! Sampai kapan kamu begini," keluh Dewan putus asa. Putrinya ngga pernah mau mengakui putranya sampai sekarang.

"Aku selalu teringat Aiden jika melihatnya."

"Dia mirip sekali denganmu."

Aiden? Siapa lagi? Papinya yang sebenarnya?

Eldar beringsut pelan pelan meninggalkan ruangan itu dengan kaki lemasnya dan jiwa kecil yang berguncang. Di kedua tangannya sudah menggenggan bola yang tadi menuntunnyaa hingga mengetahui rahasia besar dirinya.

Otak jeniusnya sudah membuatnya paham dengan apa yang sudah terjadi. Pantassn dia ngga mirip maminya sama sekali. Tapi memang dia sedikit mirip papinya.

Tapi siapa Aiden....

Papinya Xavi....

Tatapannya terasa kosong. Dia terus berjalan dan duduk di samping Jayden yang sekarang sedang meneguk minuman dinginnya.

"Kamu lama sekali," omel Jayden sambil meletakkan gelas yang sudah habis isinya.

Eldar masih diam, tangannya pun masih memegang bola. Pikirannya kosong. Mengetahui dia bukan anak papi maminya saja sudah membuatnya seolah dilemparkan jauh ke luar angkasa. Kenyataan yang baru dia dengar sangat membust tubuh kecilnya shock.

"El, kamu kenapa? Habis lihat setan?" Jayden mencoba bercanda pada kakaknya yang umurnya cuma beda setahun dengannya. Wajah kakaknya sudah putih seperti zombie yang sering dia lihat di tivi.

"EL!" seru Jayden agak keras. Dia melongo dengan ekspresi aneh Eldar yang hanya memberikan bolanya tanpa menjawab satu pun pertanyaannya.

"Kamu kenapa?" tanya Jayden masih cerewet.

"Aku capek. Aku mau mandi." Tanpa mempedulikan adinya, Eldar berjalan ke kamarnya.

'Ya udah. Barengan."

Eldar ngga menyahut. Hanya membiarkan saja adiknya mengikutinya.

Perasaan Eldar sangat berantakan saat ini.

Kenapa wanita cantik itu membencinya?

Tapi kenyataan yang paling meyakitkan hatinya adalah dia anak angkat mami dan papinya. Dia sangat menyayangi mereka.

Ngga masalah wanita itu menolaknya, asal bukan mami dan papinya, batin Eldar berusaha mengeraskan hatinya.

*

*

*

"Kamu kenapa, sayang? Makannya cuma dilihat saja? Ini, kan, kesukaan kamu," tegur Daiva lembut saat melihat Eldar hanya mengaduk aduk saja isi piringnya. Padahal Eldar akan selalu nambah jika Daiva memasak menu ini untuknya.

Xavi juga menatap Eldar heran. Ponakan yang sudah diangkat jadi anak pertamanya ini terlihat seperti banyak pikiran. Wajahnya pun terlihat murung dan sedih.

"Maaf mam, aku kenyang," ucapnya sambil berdiri. Padahal belum sesuap nasi pun masuk ke dalam mulutnya.

"Atau kamu mau makan yang lain? Akan mami buatkan," tahan Daiva lembut, membujuknya. Ngga biasanya Eldar begini.

"Atau mau makan di luar. Ayo, kita beli," sela Xavi ikut membujuk.

"Papi, aku mau es krim," seru Jayden menyahuti.

"Aku juga." Jennifer pun ikut menyahut

"Oke, oke," senyum Xavi sangat lebar. Begitu juga maminya.

"Oke. Ayo kita beli es krim," tawa Daiva berderai melihat kelakuan anak kembarnya.

Tanpa terasa sepasang mata Eldar memanas melihat perhatian mami dan papinya padanya. Kalo dia ngga mendengar sendiri perkataan wanita itu, Eldar ngga akan percaya kalo dia bukan anak mereka

"Aku juga mau es krim," ucap Eldar pelan membuat maminya-Daiva tampak senang.

"Horee, kita beli eskrim," seru Jennifer dengan raut senangnya. Dia dan Jayden sudah menghabiskan makanan mereka.

"Ingat, Jen. Jangan lagi minta punyaku atau punya El," seru Jayden memgingatkan adik kembarnya. Kebiasaan adik perempuan mereka, selalu saja meminta bagiannya dengan Eldar. Padahal mereka sudah dibebaskan oleh mami dan papi untuk memilih es krim kesukaan mereka.

Memang Eldar selalu rela rela saja memberikannya, tapi tidak dengan dirinya. Dan yang menjengkelkan, Jennifer selalu merengek sampai menangis membuat Eldar semakin memberikan jatahnya agar adiknya itu diam.

Jennifer hanya tertawa ngakak. Dia memang suka merecoki kedua kakak laki lakinya. Terutama si pelit Jayden.

Elder mengusap matanya yang basah melihat kegembiraan adik perempuannya. Tanpa dia sadari, kedua orang tuanya melihatnya dan saling pandang dengan perasaan ngga tenang.

Terpopuler

Comments

Tijanud Darori Tiara

Tijanud Darori Tiara

suka aku cerita nya lanjut kedua

2024-09-02

1

Hana Nisa Nisa

Hana Nisa Nisa

sedihhh

2024-06-11

1

Rizka Susanto

Rizka Susanto

Baru baca awal aja aku sdh menangis 😭

2024-03-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!