Menggoda dokter

Akhirnya Eldar ingat juga siapa dokter itu. Ternyata dia perempuan yang diciumnya pada malam sebelum dia mengalami kecelakaan.

Ngga nyangka gadis itu seorang dokter mengingat dandanan dan goyangannya yang seksi di club malam itu.

Lagi pula kenapa dia harus menciumnya. Padahal Eldar bukan laki laki yang nakal.

Sekretaris dan staf perempuan yang selalu memancing mancing dirinya di perusahaan saja ngga bisa menarik perhatiannya.

Tapi kenapa dia merasa ada gaya magnet yang mendorongnya untuk mencium bibir merah dokter itu. Reflek saja. Tau tau bibir mereka sudah saling menempel. Eldar melengkungkan garis senyumnya.

Mungkin sekarang dia juga sudah secantik itu, batinnya menerawang jauh.

Eldar menghela nafas panjang. Melupakan kenangan memang paling sulit untuk dilakukan. Dia menyesal dulu sempat mengukirnya. Sekarang yang ada hanya sesak jika mengingatnya.

Mungkin karena dokter itu sedikit memiliki kemiripan dengan perempuan kecil di masa lalunya, makanya dia spontan saja melakukannya.

Lagi lagi Eldar menghela nafas panjang.

Sampai dia menoleh saat melihat pintu ruangannya terbuka. Bibirnya tersenyum menyambut kedatangan Opa Dewan yang langsung membalasnya hangat.

"Bagaimana keadaanmu?" Opa Dewan duduk di kursi yang berada di sampingnya.

"Sudah mendingan, Opa."

Rasa sakit di kepalanya sudah mendingan. Begitu juga bahu dan punggungnya.

"Syukurlah. Opa rasa kamu akan cepat membaik," senyum Opa Dewan semakin hangat. Kemarin saat mengunjungi cucunya, Eldar sedang tidur. Dia ngga membangunkannya. Membiarkannya beristirahat.

"Kemarin kenapa aku ngga dibangunin, Opa?"

Dewan tertawa pelan. Rupanya cucunya sudah tau. Mungkin Daiva yang mengatakannya, karena saat dia datang, ada Diava yang menungguinya.

Dia beruntung memiliki Daiva dan Xavi yang sangat menyayangi cucunya.

"Ngga apa apa. Opa senang melihatmu tidur."

Eldar tertawa pelan.

"Eldar, tidak masalah kalo kamu lelah dan pergi ke club. Dulu opa juga pernah muda. Dan selalu melakukannya bersama teman teman opa," tawanya lagi.

"Ya, opa." Eldar mengangguk mengerti.

"Laen kali telpon supir saja kalo kamu malas nyetir," tukas Dewan penuh makna.

Eldar yang disindir demgan sangat halus tersenyum tipis.

Memang salahnya yang sudah bertindak semaunya. Banyak anggota keluarganya yang khawatir jadinya.

Harusnya dia tetap bisa berpikir jernih. Penolakan Om Arsil karena masalalu maminya, seharusnya ngga usah terlalu dia ambil hati. Karena dia sudah terbiasa mendapatkannya.

Hanya saja waktu itu Eldar geram karena Om Arsil mempersulit papinya. Ya, apalagi kalo ada maminya dan melihatnya sampai menangis. Dia akan semakin hilang kendali.

"Ada yang mau kamu sampaikan?" tanya Dewan setelah tawa mereka terurai.

Dia menatap lembut wajah Eldar. Sangat mirip dengan Aurora. Entah kenapa, beberapa malam ini dia selalu memimpikan putrinya itu.

Mungkin karena dia merindukannya. Sudah sebulan dia belum mengunjungi putrinya itu. Juga cucunya yang lain.

Berbeda dengan Rihana yang berada ngga jauh darinya. Hampir setiap hari Dewan bertemu dengannya. Juga dengan cucunya Erland. Mereka sangat dekat.

Eldar menarik nafas panjang

"Opa......"

"Yaa..... ngomong aja."

Eldar menghela nafas panjang.

"Aku ingin menyerahkan jabatanku pada Jayden, Opa. Aku ingin berlibur."

"Oooh, kamu ingin liburan?" tanggap Dewan lega. Dari tadi dia was was karena Xavi sudah menyampaikan dugaan terburuknya. Tapi sepertinya Xavi terlalu panik dan cemas saja.

Eldar berdehem pelan. Tenggorokannya terasa kering, tapi dia harus mengatakan sekarang apa yang menjadi keinginannya.

Melihat wajah serius Eldar, perasaan Dewan jadi ngga enak. Padahal baru saja dia merasa lega.

Jangan jangan........

"Maaf Opa. Setelah liburan, aku akan memcoba berbisnis sendiri."

Dewan terdiam. Ada yang nyeri di dadanya. Ternyata.dugaan Xavi benar. Firasat mantunya sangat tajam.

"Kenapa?" tanya Dewan dengan suara bergetar.

Eldar tersenyum tipis.

"Aku hanya ingin belajar mandiri, Opa."

Sebenarnya itu bukan jawaban yang ingin Dewan dengar. Dia pun menghela nafas panjang.

"Jangan dengarkan kata kata orang yang ngga berguna," ucapnya lagi masih dengan suara bergetar, menahan perasaan marahnya.

Eldar meraih tangannya menggenggam lembut.

"Aku hanya ingin mencari jati diri Opa."

Dewan menimpakan satu lagi tangannya di atas genggaman tangan Dewan.

Dia menatap cucunya lembut, mencoba mengerti akan keinginannya.

"Baiklah. Jangan sungkan untuk kembali, El."

"Terimakasih, Opa."

"Bukan ke.opa, El. Tapi ke Jayden."

Keduanya pun tergelak, menyadari seberapa besar kemarahan Jayden nantinya.

*

*

*

"Maaf, sudah menciummu malam itu," ucap Eldar sambil terus menatap lekat wajah sang dokter yang sedang mengganti perbannya.

Tumben sekali. Mengapa bukan perawatnya.

"Kamu sudah ingat?" Skyla menggunting perban yang dirasanya sudah cukup melilit di kepala Edar.

"Ya. Walaupun kepalaku jadi sangat sakit karenanya," senyum Eldar agak lebar.

"Mungkin itu ganjarannya," sarkas

Skyla lalu membalas senyum laki laki yang tampak sangat menawan itu.

Eldar makin melebarkan senyumnya.

"Besok kamu sudah bisa bebas perban."

"Mengapa kamu yang menggantinya? Bukan perawatmu yang kemarin?" Eldar menatap heran.

"Dia merasa bersalah kemarin karena melihat kamu meringis kesakitan." Suster Rima sampai ngga berani menongolkan wajahnya lagi di hadapan pasien yang sudah menggetarkan hati para tim medis rumah sakit.

Bahkan Suster Rima meminta dia ngga mengatakan apa pun pada rekan rekan mereka. Dia takut akan mendapat kemarahan mereka karena sudah menyakiti idola para tim medis.

Padahal Skylar sudah memberitau kalo kesakitan yang dialami Eldar bukan salahnya. Tapi Suster Rima lebih percaya pada apa yang dilihatnya saat itu. Dia pun masih merasa shock hingga sekarang.

Karena itulah Skylar yang menggantikan perban pasien spesialnya ini. Ngga disangka laki laki idola para tim medis ini mengingat kejadian malam itu. Malah mengakuinya. Padahal dia dalam keadaan mabok.

Skylar berusaha menampilkan ekspresi datarnya, padahal jantungnya berdebar sangat kencang.

"Padahal itu bukan salahnya," sahut Eldar lagi setelah terdiam cukup lama. Dia terkejut juga mendengar jawaban dokter yang belum dia tau namanya ini. Bahkan ngga ada name tag di jasnya.

"Perasaannya lagi sensitif." Skylar bermaksud pergi setelah membawa tempat yang berisi perban lama pasienya. Lama lama berada di sini bisa mengakibatkannya mendapat serangan jantung.

"Kalo kamu sensitif juga?" tanya Eldar ketika Skylar membalikkan punggungnya, bersiap untuk pergi.

Agak bingung untuk menjawab. Lagian bukan itu yang ingin di dengar Skylar.

Skylar pun menghadapkan lagi tubuhnya ke arah Eldar.

Ternyata laki laki tampan ini sedang menatapnya.

"Kamu ngga mau minta maaf?" Skylar menentang tatapan mata Eldar.

"Atas ciuman itu?"

Wajah Skylar merona.

Ngga perlu sejelas itu kali, umpatnya dalam hati.

"Ya," tegas Skylar.

"Bibir kamu manis," senyum Eldar agak menggoda.

Skylar mendengus kesal.

Dasar laki laki. Besok gue suntik mati lo, sungut Skylar dalam hati sambil bergegas pergi.

Eldar tersenyum melihat kekesalan di wajah si dokter tadi sebelum pergi. Ada sedikit kebahagiaan bersemi di dalam hatinya.

Walau jatuhnya kurang ajar jawabannya tadi, tapi dia ngga menyesalinya. Bibir dokter itu memang manis.

Terpopuler

Comments

Elisabeth Ratna Susanti

Elisabeth Ratna Susanti

like plus iklan 👍

2023-11-27

2

𝐀⃝🥀❤️⃟Wᵃf ariistaᴳ᯳ᷢ🍁❣️

𝐀⃝🥀❤️⃟Wᵃf ariistaᴳ᯳ᷢ🍁❣️

wkwkkk.. sangar euy sky.. 😂

2023-11-24

1

anggita

anggita

eldar.. skyla

2023-11-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!