Junior yang masih penasaran dengan kata-kata Evan. Bocah itu pun tidak menyerah untuk bertanya kepada sang ayah tentang apa yang baru saja ia dengar.
"Memangnya ada apa sih, Pa, Ma! Apanya yang berkembang biak?" tanya Junior dengan matanya yang bulat dan menggemaskan.
Evan pun tampak sedang mencari-cari alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan sang anak.
"Eh itu ... anu! Yang berkembang biak itu kecambah, iya kecambah!" jawaban konyol Evan semakin membuat sang anak bingung.
"Kecambah??" Junior garuk-garuk kepalanya dan itu membuat Rania langsung berkata untuk mengalihkan pertanyaan sang bocah
"Emm Junior, sebentar lagi kita akan sampai ke rumah kakek dan nenek. Junior seneng nggak?"
Akhirnya, Junior pun melupakan omongan sang papa. Ia pun jadi senang dan tidak sabar ingin segera bertemu dengan kakek dan neneknya.
"Iya, seneng dong, Ma. Nanti Junior bisa main layangan sama kakek. Kalau di rumah papa nggak pernah mau tuh Junior ajak main layangan, huh sebel!" jawab bocah itu sambil menyilangkan kedua tangannya.
Evan tertawa mendengar ucapan dari sang anak. "Iya maaf, papa emang nggak bisa main layangan. Entar kalau benangnya nyangkut di rumah tetangga, papa yang kena marah diomeli sama tetangga!" ucap Evan yang membuat Rania tertawa.
"Hah! Kamu nggak bisa main layangan?" tanya Rania.
"Enggak bisa hehehe!"
"Hmmm entar aku ajarin. Main layangan itu mudah banget loh. Gitu aja nggak bisa. Itu mainan favorit aku di rumah. Kita tuh sering banget mainan layangan di tengah lapangan rame-rame sama teman-teman!" ungkap Rania.
"Teman-teman? Temen cowok?"
"Ya iyalah, teman cowok. Kebanyakan yang suka main layangan itu cowok. Tapi mereka sering kalah sama aku yang sering membuat layangan mereka putus. Senengnya bisa ngalahin cowok!" ucap Rania dengan senang.
"Hmmm pantas saja. Dasarnya tomboi pasti mainannya layangan. Perempuan itu biasanya suka mainan boneka, make up dan bermain sesama perempuan. Lah ini, emang sih kamu tuh cewek unik yang pernah aku lihat seumur hidupku!" ucap Evan sambil memperhatikan wajah polos sang istri.
"Main boneka? Ih enggak lah. Feminim banget dong! Tapi kadang aku merasa boneka sekarang lucu-lucu banget. Apalagi yang mirip bayi itu. Ihh gemes banget pas aku lihat ada anak-anak yang bawa boneka kek gitu. Pingin gendong aja, lucu banget soalnya kayak bayi beneran!"
Mendengar ucapan dari sang istri, Evan pun membalasnya dengan tatapan matanya yang dalam. "Kamu suka! Nanti kamu juga dapat yang lebih lucu dari boneka itu. Kita bikin sendiri aja itu lebih bagus!"
Sontak Rania langsung menatap wajah sang suami dengan tersipu malu. Sedangkan Junior dengan antusias mendukung sang papa.
"Ya udah, Pa! Langsung bikin! Biar mama seneng," ucap Junior.
Rania pun cuma bisa menepuk jidat mendengar kekonyolan suaminya.
*
*
*
Setelah beberapa lama dalam perjalanan. Akhirnya mereka tiba di depan rumah bu Aisah dan pak Handoko. Kedatangan mereka disambut dengan hangat oleh kedua orang tua Rania.
Junior pun memeluk kakek dan neneknya dengan senang. Tak lupa Rania juga memeluk kedua orang tuanya dengan penuh kerinduan. Evan pun mencium tangan kedua mertuanya dengan lembut. Tak lupa, Evan juga membawakan oleh-oleh yang dititipkan oleh mama Rose untuk kedua besannya yaitu berupa kue dan makanan khas kota tempat tinggal Evan, Surabaya.
Akhirnya, Rania bisa kembali melihat kamarnya dulu. Kamar tidurnya yang sederhana namun sangat adem dan nyaman. Evan pun ikut masuk ke kamar sang istri untuk pertama kali.
Evan melihat sang istri yang terlihat begitu merindukan tempat tinggalnya. Rania melihat pemandangan dari jendela kamarnya. Terlihat di sana hamparan sawah dengan rerumputan yang hijau dan segar.
Rania menghela nafas dan memejamkan matanya menikmati udara yang begitu sejuk.
"Akhirnya aku bisa berada di dalam kamarku lagi. Tidak ada yang berubah, dulu saat masih gadis kamar ini aku tempati bersama mbak Rina. Setelah dia menikah denganmu dan ikut ke kota. Aku jadi tidur sendiri. Biasanya mbak Rina yang selalu bermain denganku. Karena kamu, mbak Rina jadi nggak mau lagi di sampingku. Dia pergi demi pria yang dicintainya dan itu kamu!" ucap Rania sambil menatap jauh ke sana.
Evan mendekati sang istri dan melingkarkan tangannya pada pinggang Rania. Sambil menghirup aroma harum dari rambut istrinya. Evan pun berkata. "Sekarang, kamu tidak akan kesepian lagi. Aku tidak akan membiarkanmu tidur sendirian. Rina sangat menyayangimu. Bahkan sampai di akhir hayatnya, ia mengikhlaskan suaminya untuk menikah dengan adiknya. Demi apa! Demi agar adiknya tidak sendirian lagi, dengan aku sebagai pengganti Rina."
Mendengar ucapan sang suami. Rania membalikkan badannya dan menatap wajah sang suami yang saat ini sedang berada begitu dekat dengannya.
"Mungkin saja, entah aku harus bersedih atau gembira. Nyatanya mbak Rina tidak tahu jika kamu tidak mencintainya." ucap Rania dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Jangan bilang seperti itu lagi! Aku sangat menyayangi Rina. Tapi untuk cinta, itu memang tidak bisa dipaksakan. Sebisa mungkin aku berusaha mencintai Rina, tapi tetap saja ada namamu di dalam hatiku dan itu tidak bisa dihapus begitu saja! Itulah kenapa aku bawa Rina pergi dari sini. Agar aku bisa melupakanmu, dan aku hanya membawa namamu saja di hatiku. Tapi apa! Justru semakin aku berusaha menghindari semakin aku tersiksa dan aku berusaha menolak rasa itu dengan berusaha untuk membencimu, mengejekmu bahkan aku menganggapmu tidak suci lagi. Kamu boleh marah padaku, silakan! Pukul aku, tampar aku jika itu bisa membuatmu puas!"
Evan menggerak-gerakkan tangan sang istri untuk menampar wajahnya. Namun, Rania tidak bisa melakukannya karena ia tidak tahu jika laki-laki yang selalu membuatnya kesal itu sedang berusaha untuk menyembunyikan perasaannya dan itu tidaklah mudah.
"Stop Evan! Aku tidak mungkin melakukannya, tidak mungkin!" Rania pun langsung memberikan kecupan manis di bibir sang suami. Tanpa ragu-ragu, Evan membalasnya dengan mesra.
Keduanya menikmati kecupan itu begitu hangat. Sejenak Evan melepaskan sentuhan indah itu dan menangkup wajah sang istri. Ia pun tidak pernah lupa untuk bertanya lagi kepada Rania. "Belum selesai juga?"
Rania menggelengkan kepalanya dan akhirnya Evan pun kembali lemas.
"Kapan selesainya?" tanya Evan yang kurang puas dengan jawaban istrinya.
"Aku belum bisa memastikan. Kamu tunggu saja!"
"Hufft padahal aku sudah tegang loh ini!" ucapan sang suami sontak membuat Rania melihat ke arah bawah. Seketika Rania tertawa saat melihat sesuatu yang mengembang dari dalam celana sang suami.
*
*
*
Malam harinya, Evan memilih tidur di luar karena sang anak minta tidur bersama Rania. Apalagi saat itu Evan tidak bisa tidur, belum lagi udara yang semakin dingin membuatnya semakin insomnia.
Evan memilih untuk di luar sambil ngobrol dengan ayah mertuanya, pak Handoko. Dengan ditemani secangkir kopi nikmat yang dibuatkan oleh ibu mertuanya.
"Kamu nggak tidur, Nak?" tanya pak Handoko.
"Saya belum mengantuk, Yah!" jawab Evan.
"Belum mengantuk! Tapi ayah lihat dari tadi kamu kelihatan mikir sesuatu! Apa yang membuatmu tidak bisa tidur? Apa Rania bertengkar lagi denganmu? Apa dia masih menolak untuk memberikan Junior adik?" Evan diberondong pertanyaan oleh sang ayah mertua.
Evan menghela nafas panjang dan ia terpaksa mengakui jika dirinya sedang galau menunggu sesuatu.
"Kami tidak bertengkar, Yah. Dan Rania bersedia untuk punya anak!"
"Lalu, apa masalahnya?"
"Masalahnya, karena Rania belum suci juga dari haidnya, Yah. Padahal ini sudah 10 hari. Sudah berhari-hari saya susah tidur!"
Seketika sang ayah mertua tertawa kecil mendengar curahan hati sang menantu.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Yuli Yuli
polos bget si km vaaannn.....GT kok dcritain SM mrtuanya 🥰🥰
2024-03-05
0
ahyuun.e
lagian klo udh ngak kluar ya suci dong, gak boleh nunda" suci lgian udah lama banget itu durasinya 10 hari gilee ajaa aku yg biasa pling lama banget 7 hari itupun kdang" serignya 5 hari dah suci kek ada yg sampe 14 hari itu wow bnget dah
2023-12-21
0
Bzaa
wkwkkwk Evan jujur banget
2023-12-16
1