Aku cinta sama kamu

Setelah Evan dan Rania mendapatkan wejangan dari kedua orang tua mereka. Akhirnya, keduanya sepakat untuk menuruti permintaan sang anak. Mungkin itu adalah hal yang susah karena Rania masih memiliki rasa kesal kepada sang suami.

Bu Aisha dan pak Handoko menemui cucu mereka dan Junior pun terlihat cukup terhibur dengan kedatangan kakek neneknya. Semuanya berkumpul untuk menghibur anak itu agar kondisinya kembali stabil.

Rania selalu ada di samping sang anak. Ia selalu berusaha untuk membujuk Junior untuk makan.

"Junior makan ya, Nak! Coba lihat deh tadi nenek bawain kamu bubur ayam. Dimakan ya! Enak banget kayaknya!" seru Rania sambil menunjukkan semangkuk bubur ayam buatan sang ibu tercinta.

"Nggak mau, Ma." Junior menggelengkan kepalanya dan menutup mulutnya.

"Kalau Junior nggak mau makan. Nanti Junior nggak sembuh-sembuh. Mama jadi tambah sedih. Coba lihat! Ada kakek dan nenek di sini. Ada Oma dan Opa. Ada Papa juga. Semuanya mendoakan agar Junior segera sembuh." seru Rania yang terus merayu putranya untuk makan.

"Junior cuma pingin dede bayi, Ma. Kapan mama dan papa mengabulkan permintaan Junior? Atau memang kalian sengaja tidak ingin punya dede bayi ya! Permintaan Junior nggak banyak kok. Junior janji setelah ini Junior akan semakin rajin belajar, nggak cengeng dan pasti bisa membanggakan mama dan papa. Junior juga akan janji sama mama untuk setor hafalan setiap hari supaya Junior bisa hafal semuanya. Tapi, semangat Junior mulai hilang saat mama tidak juga hamil huhuhu!"

Mendengar keluhan Junior, kedua orang tua mereka ikut bersedih. Papa Raymond menepuk pundak sang anak dan mengatakan sesuatu kepada putranya. "Datanglah ke putramu! Bilang padanya jika kamu pasti akan memberikan adek untuk Junior secepatnya. Kamu ingin melihat Junior sehat, kan! Hanya itu satu-satunya obat untuk Junior sembuh!"

Evan menatap wajah sang ayah dan mencoba mengikuti sarannya. Apalagi dirinya memang sudah berniat untuk menuruti permintaan sang buah hati.

Perlahan, Evan mendekati Junior yang saat itu sedang didampingi oleh sang istri. Pria itu ikut duduk di atas ranjang yang sama di mana Rania juga duduk di sana.

Junior melihat sang papa dengan wajah yang memelas. Lantas, Evan mengambil semangkuk bubur ayam dari tangan Rania dan ia mencoba untuk merayu putranya untuk makan.

"Kenapa Junior tidak mau makan? Ini enak banget loh! Nenek Aisha yang buatin spesial untuk kamu. Jauh-jauh mereka datang hanya untuk menjenguk cucunya. Dimakan yuk!" Evan mulai menyendok sesuap bubur ayam dan didekatkan pada mulut sang anak.

"Junior nggak mau makan, Pa. Junior nggak lapar!" ucap bocah itu sambil memalingkan wajahnya.

Tiba-tiba saja Evan berinisiatif untuk membuat putranya mau makan. Ia pun berkata dengan tegas di depan putranya. "Kalau Junior tidak mau makan. Gimana bisa nanti kamu gendong dede bayinya jika sudah lahir? Kamu tidak akan kuat menggendong adekmu jika kamu terus nggak mau makan!"

Seketika Junior memaksa bangun dan bertanya lagi apa yang dikatakan oleh sang papa itu benar. "Benar itu, Pa? Dede bayinya akan lahir?"

"Iya, dong!" jawab Evan cepat.

"Kapan? Mama Rania saja belum hamil. Hah, Papa pasti mau bohongi Junior lagi, kan?" ucap sang bocah yang masih belum percaya.

"Enggak lah, ngapain Papa bohongi kamu. Tanya aja tuh sama mamamu. Sebentar lagi di perut mamamu akan membesar," ucap Evan sambil menunjuk perut Rania yang masih rata.

"Beneran, Pa! Perut mama besar karena isi dede bayi?" tanya Junior.

"Bukan, isi angin! Ya isi dede bayi lah, Jun! Dah lah jangan tanya papa lagi. Tanya aja sama mamamu tuh. Iya apa engga!" ucap Evan sambil menatap wajah istrinya

Baik Rania maupun Junior spontan melihat ke arah perut Rania. Rania mengusap perutnya sambil memperhatikan suami dan semua orang yang ada di ruangan itu. Terlebih, Rania tentunya melihat wajah sang bocah yang terlihat sangat mengharapkan itu terjadi.

"Emm ... papamu benar. Sebentar lagi perut mama akan membesar hehehe. Kamu tunggu saja ya! Kali ini mama tidak akan bohong. Mama janji!" ucap Rania yang akhirnya ia berani mengucapkan itu di depan semua orang.

Tentu saja ucapan Rania membuat Junior sangat senang. Bocah itu pun tepuk tangan seolah dirinya sangat bahagia karena mendapatkan sesuatu yang sangat diharapkannya.

"Benar, Ma. Yeeee aku akan punya adek!!"

Bocah itu terlihat senang tak terkira. Ia lupa jika dirinya sedang sakit. Junior pun memeluk Rania dengan sangat senang. Kedua orang tua mereka pun ikut bahagia melihat cucu mereka akhirnya bisa tertawa.

"Sekarang, Junior makan dulu. Setelah itu Papa dan Mama akan bekerja keras membanting tulang untuk membuatkanmu adek!" ucap Evan yang masih saja suka bercanda.

Junior pun langsung membuka mulutnya agar sang papa menyuapinya. Evan pun dengan senang menyuapi sang anak yang akhirnya mau makan. Rania pun ikut senang karena Junior akhirnya bisa bahagia lagi.

Setelah beberapa suapan. Junior berhenti dan meminta kepada sang papa untuk bergantian menyuapi sang mama.

"Sudah, Pa. Sekarang gantian mama dong yang disuapi!" ucap Junior sambil menatap wajah Rania yang seketika memerah.

"Enggak enggak! Mama nggak lapar kok. Kamu habiskan saja ya!" sahut Rania menolaknya.

Mendengar itu, Evan pun menyahuti ucapan istrinya. "Sudah, jangan menolaknya! Lagipula kamu harus banyak makan jika ingin segera hamil. Karena kamu bakal kelelahan saat prosesnya nanti!"

Sontak, ucapan Evan langsung membuat Rania mendelik. Gadis itu tampak cemas dengan ucapan Evan. "Ya Allah! Apa mungkin begitu? Apa prosesnya memang melelahkan? Jadi takut!"

Dan Evan, ia hanyalah tersenyum smirk melihat ekspresi wajah Rania. Lantas, karena paksaan dari Junior. Evan pun menyuapi istrinya. Adegan itu sungguh membuat Rania benar-benar gugup.

*

*

*

Pada akhirnya, bu Aisah dan pak Handoko pamit untuk pulang. Mereka tidak bisa menginap karena di desa pak Handoko dan bu Aisah adalah guru ngaji. Sehingga mereka tidak bisa meninggalkan anak-anak yang mengaji di rumah mereka di sore hari.

Setelah mengantar sang mertua ke terminal. Evan pulang dengan sedikit lesu. Seharian ia belum beristirahat sama sekali. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 10 malam. Ia melihat sejenak ke kamar sang anak. Evan melihat putranya yang sudah tidur pulas. Rupanya kondisi Junior sudah sangat membaik sejak sang papa memberikan janji kepadanya untuk segera mendapatkan adek bayi.

Rumah pun mulai sepi. Evan akhirnya pergi ke kamarnya dan berencana untuk beristirahat. Sesampainya di kamar. Evan melihat sang istri yang sedang berbaring di tempat tidur. Evan mengira jika Rania sudah tidur.

Sementara itu, Rania yang belum bisa memejamkan matanya. Ia pun berpura-pura tidur. Karena bagaimanapun juga saat ini hubungan mereka semakin dekat apalagi ada rencana mereka untuk membuatkan adek bayi untuk Junior.

"Dia sudah datang! Kenapa perasaanku semakin deg degan ya Allah!" Rania membatin sembari bersembunyi di balik selimut.

Evan pun melihat kedua mata Rania sudah terpejam dan ia pun mengira jika Rania benar-benar sudah tidur. Sejenak, pria itu tersenyum saat melihat sang istri yang sedang memejamkan matanya.

Evan mulai memberanikan diri untuk mendekati Rania dengan tiduran di samping gadis itu. Rania masih berpura-pura dan ia semakin gugup saat Evan mulai membelai pipinya.

"Dia menyentuhku!" pekik Rania dalam hati.

Evan tidur dengan posisi menghadap ke arah Rania yang tidur dengan posisi miring ke kanan. Evan tersenyum dan membelai lembut wajah Rania yang polos tanpa makeup apapun di wajahnya. Sampai akhirnya, Evan mulai berkata kepada sang istri dan ia mengira jika Rania tidak sedang mendengarnya.

"Kau tahu! Harusnya aku mengatakan ini sejak kita kelas 11. Du saat aku melihatmu untuk kali pertama di SMA kita. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi padaku. Di saat aku melihatmu lewat di depan kelas, seolah aku sedang melihat seorang bidadari surga. Kamu cantik ...." Evan menghela nafas untuk menjeda kata-katanya.

"Halah preet! Gombal banget sih nih cowok!" sahut Rania dalam hati.

Lantas, Evan kembali melanjutkan kata-katanya. "Mulai saat itu. Aku mulai merasakan getaran-getaran aneh dalam diri ini. Setiap kali aku ingin memejamkan mata. Wajahmu selalu ada di pelupuk mata. Meskipun aku tahu jika kamu memiliki saudara kembar, Rina."

"Haduuuuhhh gombal gombal gombal!" Rania masih saja meracau dalam hatinya. Karena ia masih tidak percaya dengan ucapan suaminya.

"Tapi, ada sesuatu yang membuatku tidak suka. Ryan dan kawan-kawan sangat dekat denganmu. Dan kamu selalu saja pergi bersama mereka. Kamu tahu nggak sih! Aku tuh nggak suka lihat kamu dekat dengan mereka. Tapi kamu malah ketawa ketiwi bersama mereka. Kamu sudah membuat hatiku hancur. Jadi, terpaksa aku melampiaskannya kepada kakak kembarmu untuk menyakitimu ...."

Belum selesai Evan merampungkan kata-katanya. Rania langsung membuka kedua matanya saat ia tahu jika Evan tidak tulus mencintai sang kakak yang sudah wafat.

"Oh, jadi kamu cuma pura-pura cinta sama mbak Rina? Ternyata kamu pria yang brengsek!" sontak Rania bangun dan menepis tangan Evan.

Evan seketika terkejut saat ia melihat istrinya yang rupanya belum tidur.

"Kamu, kamu belum tidur!" seru Evan salah tingkah.

"Tidak usah bertanya. Sekarang aku sudah tahu semuanya. Kenapa kamu lakukan itu kepada kakakku? Sampai akhir hayatnya mbak Rina masih sangat mencintaimu. Tapi kamu! Ternyata kamu tidak lebih dari seorang pembohong besar!" sesal Rania dengan mata yang berkaca-kaca.

"Ran, dengarkan dulu penjelasanku!"

"Tidak perlu semuanya sudah jelas. Aku kecewa sama kamu, Van!" ucap Rania sambil memalingkan wajahnya dari sang suami.

Kali ini, Evan tidak mau lagi kecewa untuk kedua kalinya. Rania sudah menjadi istrinya dan dia tidak akan membiarkan Rania pergi dari begitu saja dari sisinya.

"Oke, aku mengaku bersalah kepada Rina. Aku memang sayang sama Rina tapi perasaan itu bukanlah cinta. Aku berusaha untuk melupakanmu dan membuka hatiku untuk Rina. Tapi apa! Semakin aku melakukannya semakin aku tidak bisa. Bahkan sampai sekarang pun aku masih mencintaimu, Ran! Aku cinta sama kamu!"

'Deg'

Untuk kali pertama Evan menyatakan cintanya kepada sang istri. Rania memejamkan matanya dengan air mata yang tiba-tiba menetes tak bisa ditahan. Kenapa baru sekarang Evan mengatakan hal itu. Apalagi Evan pernah menuduh jika Rania sudah tidak suci lagi. Dan itu sangatlah membuat Rania marah dan benci kepada pria itu.

Evan memberanikan diri untuk menyentuh pundak sang istri. Pria itu benar-benar mencintai Rania dan berharap Rania bisa mengerti perasaannya.

"Jangan sentuh aku!" titah Rania saat tangan Evan menyentuh pundaknya.

"Kenapa? Bukankah sekarang kamu adalah istriku!" Evan berkata sembari terus mendekati sang istri.

"Aku memang istrimu. Tapi aku merasa jika aku adalah wanita yang tak berguna karena ucapanmu yang terlalu menyakitkan itu!"

"Ucapan? Ucapanku yang mana?" Evan mengernyitkan dahinya dan tidak mengerti ucapan mana yang membuat Rania terluka.

"Kamu sudah lupa! Kamu lupa jika kamu pernah bilang jika aku sudah tidak perawan lagi ... dan itu benar-benar membuat hatiku sakit!" ungkap Rania dengan suara gemetar.

Spontan Evan memeluk istrinya dari belakang dan meminta maaf kepada Rania atas tuduhannya yang tidak beralasan itu.

"Aku minta maaf, aku mohon maafkan aku! Lupakan kata-kataku itu. Aku tidak pernah berniat untuk menuduhmu seperti itu. Aku mengatakannya karena aku ... karena aku cemburu saat kamu lebih memilih pergi dengan Ryan dan gengnya. Sungguh! Aku tidak pernah berniat melakukannya. Maafkan aku!"

Evan semakin erat memeluk Rania sehingga gadis itu kesusahan untuk bergerak.

"Lepaskan aku, Van!" Rania berusaha keras untuk melepaskan dirinya dari pelukan sang suami.

"Aku tidak akan melepaskanmu lagi, Ran! Tidak akan pernah!"

"Evan! Lepasin!"

Rania pun memberontak sampai akhirnya ia tidak bisa mengimbangi kekuatan Evan yang tidak akan lagi melepaskan dirinya dari pelukannya.

"Evan lepasin aku awwww!"

Pada akhirnya Rania terhempas di atas ranjang dengan posisi Evan berada di atasnya. Kedua mata mereka saling bertemu. Nafas Evan terasa begitu hangat menyapu wajah Rania yang polos. Hingga akhirnya keluar dari bibir pria itu kalimat yang akhirnya membuat Rania terdiam.

"Aku mencintaimu, Rania. Aku berharap kamu bisa menjadi istriku untuk terakhir kalinya. Kamu adalah cinta pertama dan terakhirku. Aku ingin hubungan ini membawa kita ke dalam surga Nya. Membahagiakan Junior dan membuat semuanya bahagia. Terimalah aku sebagai suamimu!" ucap Evan sambil mengusap bibir Rania.

"Tapi katamu aku sudah tidak perawan lagi. Aku tidak pantas menjadi istrimu!" balas Rania dengan suara lirih dengan menitikkan air matanya. Evan merasa sangat bersalah dan menyesal telah mengatakan hal itu. Ia pun meyakinkan kepada sang istri jika dirinya emosi saat mengatakan itu kepada istrinya.

"Aku mohon jangan menangis! Aku memang laki-laki yang bodoh. Kamu pantas marah padaku. Tapi, dari lubuk hatiku yang paling dalam. Aku ingin kamu memaafkan aku. Kita buka lembaran baru bersama. Melupakan masa lalu yang membuat kita selalu bertengkar. Sekarang aku mengerti. Kenapa almarhum istriku memintaku untuk menikahi adiknya. Karena Rina sudah tahu jika kita ditakdirkan untuk bersama. Kamu dan Rina memang berbeda dalam berbagai hal. Tapi, kalian berdua sama-sama memberikan kebahagiaan untukku." ucap Evan diselingi kecupan manisnya di kening Rania.

"Tapi aku bukan ....!"

"Ssssttt! Jangan katakan itu lagi! Aku tidak mau mendengarnya. Bukankah aku belum membuktikannya. Jadi, aku apa boleh aku membuktikannya sekarang?"

Untuk sejenak Rania menatap kedua bola mata sang suami yang terlihat sangat mendambakannya. Setelah berpikir cukup lama akhirnya Rania pun tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

"Jadi boleh?" sahut Evan dengan gembira. Rania pun mengangguk lagi.

"Alhamdulillah ya Allah! Akhirnya aku bisa menuruti permintaan anakku. Junior! Papa otw buatkan kamu adek, Nak!" ucap Evan yang tentunya membuat Rania tertawa. Di saat Rania sedang tertawa. Evan justru melakukan sesuatu yang membuat gadis itu memekik lirih.

"Evan aduhhh!" pekik gadis itu sembari mencengkram erat lengan suaminya.

Seketika Evan terkejut dan bertanya. "Ada apa?"

"Ada apa ada apa. Itu kakimu berat, Van. Kakimu menindih kakiku lihat tuh!" Evan bangun dan melihat kakinya yang menindih sebagian kaki sang istri. Ia tersenyum smirk sambil melakukan rencana berikutnya.

"Oh maaf! Aku tidak bermaksud menyakitimu. Tapi kalau begini bagaimana!" ucap pria itu yang justru membuka kedua kaki Rania. Apalagi saat itu Rania sedang tidak memakai celana Jogger seperti biasanya. Kali ini, Rania memakai daster sebatas lutut sehingga dengan mudah Evan menjangkau seluruh tubuh sang istri.

"Evan!!" Rania melototkan matanya saat sang suami sudah benar-benar siap untuk melakukannya.

"Sudah waktunya, Sayang! Sudah 2 bulan loh kita menikah. Tapi sampai sekarang kita belum ngapa-ngapain." ucap pria itu sembari menatap bibir Rania dengan penuh cinta.

"I-iya, tapi Van ... emmmppttt!"

Evan membungkam mulut istrinya dengan sebuah ciuman manis yang mengawali percintaan mereka.

BERSAMBUNG

Terpopuler

Comments

Yuli Yuli

Yuli Yuli

Evan mau buka duren yaa🥰🥰

2024-03-05

1

xteenteen

xteenteen

banting istri keles paaa 😅

2024-01-03

1

Iqlima Al Jazira

Iqlima Al Jazira

😁😄

2023-12-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!