Bab 2 : Pernikahan

Sebulan kemudian.

Kepergian Rina benar-benar membuat Evan patah hati. Pasalnya pria itu sangat mencintai kakak kembar Rania. Hanya Rina yang bisa membuat seorang Evan menjadi sosok yang ramah. Pria yang dikenal sebagai pria angkuh itu tiba-tiba menjadi pria yang humble sejak menikah dengan Rina. Tapi tidak dengan sikapnya kepada Rania.

Evan masih bersikap dingin kepada adik iparnya lantaran Rania sudah ia anggap sebagai musuh bebuyutan sejak SMA. Sehingga meskipun Evan sudah menjadi kakak ipar Rania. Tetap saja mereka tidak bisa akrab satu dengan yang lainnya.

Namun, apa jadinya jika mereka dipersatukan lewat sebuah wasiat. Baik Rania maupun Evan tidak bisa menolaknya karena itu adalah permintaan terakhir Rina. Apalagi kedua pihak keluarga juga merestui hubungan mereka.

"Tidak ada salahnya kamu menikah dengan adik iparmu. Lagipula, ini juga permintaan almarhum istrimu, Van! Mama dan papa sangat setuju Rania menjadi ibu sambung Junior." ucap mama Rose kepada putranya.

"Tapi Evan tidak mencintainya, Ma? Apalagi Rania itu ... aduh kenapa sih harus dengan gadis itu!" sahut Evan yang masih dilema dengan permintaan sang istri.

"Memangnya kenapa dengan Rania? Dia cantik sama seperti istrimu, dia juga gadis yang baik," ucap mama Rose.

"Nggak mungkinlah Evan bisa jatuh cinta dengan gadis itu, Ma. Itu nggak masuk akal! Kalaupun Evan bisa sampai cinta sama tuh cewek. Evan bakal habisin nih rambut kepala, botak sekalian!" janji Evan dengan sungguh-sungguh.

Mama Rose tertawa kecil mendengar ucapan dari putranya. "Oke, Mama tunggu janji kamu. Awas saja nanti ya!"

"Lagian, ada-ada saja mama. Mana mungkin aku jatuh cinta dengan dia. Aku cuma mencintai Rina, titik!" gumam Evan yang masih meyakini bahwa dirinya tidak akan pernah bisa jatuh cinta kepada adik iparnya itu.

****

Akhirnya hari pernikahan pun tiba juga. Setelah melalui beberapa drama Evan dan Rania yang masih ragu dengan langkah mereka. Akhirnya, dengan dorongan dan tentu saja permintaan Junior sendiri. Keduanya pun menurunkan ego masing-masing dan bersedia untuk memenuhi wasiat terakhir Rina.

Evan dan keluarganya sudah datang ke rumah mempelai wanita. Iya, hari ini adalah hari di mana Evan dan Rania akan memenuhi wasiat dari almarhum Rina.

Evan terlihat tidak terlalu bersemangat. Sang duda diantar oleh ayahnya pak Raymond dan tentu saja putra semata wayangnya, Junior Anthoni menuju ke kursi penghulu. Meskipun ia tidak bahagia di hari pernikahannya. Demi sang anak Evan harus berpura-pura bahagia.

Sementara itu mempelai wanita masih berada di kamarnya. Rania heboh sendiri dengan dirinya yang sudah di make-up sedemikian rupa menjadi pengantin wanita yang cantik dan manglingi. Rania yang terbiasa tanpa makeup atau bedak sedikitpun. Hari itu ia harus diubah total oleh MUA yang langsung dipesan khusus untuk dirinya. Wajahnya yang semula polos dan biasa berubah menjadi sosok wanita yang cantik dan sangat anggun.

"Mbak Rania cantik banget loh! Saya yakin sekali calon suami Mbak pasti terpesona. Baru kali ini saya mendandani pengantin yang wajahnya cerah bersinar dan manglingi!" puji sang make up artist.

Bu Aisah yang melihat putrinya sangat berbeda. Tak percaya jika putrinya yang terkenal tomboi dan tidak bisa dandan berubah menjadi sosok Cinderella.

"MasyaAllah, ini benar anakku, Rania?" seru bu Aisah takjub membuat Rania menghela nafasnya kepada sang make up artist.

"Tuh kan, Mbak. Ibu aja nggak kenal dengan anaknya sendiri! Udah deh nggak usah pakai ginian segala!" sahut gadis itu sambil mencoba menghapus makeup yang ada di wajahnya.

"Eh jangan dihapus dong! Kamu cantik loh, Ran! Ibu yakin sekali nak Evan pasti pangling lihat kamu. Ibu aja sampai nggak ngenalin anak sendiri. Cantik sekali seperti tuan putri!" sanjung sang ibu yang terlihat senang melihat perubahan putrinya.

“Tapi, Bu. Ini tuh berat banget di muka aku. Nggak nyaman banget,” jawab gadis itu.

"Udah-udah. Ibu sudah bayar mahal-mahal untuk dandanin kamu. Seenaknya kamu hapus, nggak ada! Ayo kita turun! Pengantin pria sudah datang!" ucap bu Aisah sambil mendampingi putrinya untuk datang ke ruangan ijab kabul. Rania terpaksa mengikuti perintah ibunya dengan sedikit memanyunkan bibirnya.

Sementara itu di ruangan ijab Kabul. Evan rupanya menunggu kedatangan mempelai wanita sambil melihat pesan dari ponselnya. Seolah ia sangat tidak peduli dengan suasana di ruangan itu. Sedangkan semua keluarga terlihat serius untuk mengikuti proses akad nikah Evan dan Rania.

Tak berselang lama, Rania masuk ke ruangan ijab kabul. Semua mata tertuju pada mempelai wanita yang terlihat begitu anggun dengan gaun pengantin warna putih. Riasan yang soft membuat wajah Rania terlihat begitu cantik.

"Hei calon pengantinnya datang!"

"Ya ampun, Rania cantik sekali!"

"Bener, pangling lihat Rania. Kayak bukan Rania, ya!"

"Benar-benar pangling!"

Bisik-bisik keluarga dekat yang datang di acara akad nikah itu. Semuanya takjub melihat perubahan Rania yang terlihat begitu jauh. Sangat berbeda dengan keseharian gadis itu yang selalu tampil tomboi. Hari ini Rania begitu cantik dengan balutan gaun pengantin yang membuatnya terlihat lebih feminim.

"Waaahhhh Tante cantik sekali! Pa, Pa coba lihat deh! Tante Rania cantik sekali!" ucap Junior sambil menarik-narik tangan sang papa yang sedang asyik berbalas pesan.

"Apa sih, Sayang! Papa sedang sibuk!" sahut Evan sambil terus melihat ke layar ponselnya.

"Hiiihh Papa lihat dulu dong! Malah lihat hp mulu!" Junior mengambil paksa ponsel yang dibawa oleh sang papa sehingga membuat Evan reflek mengambilnya dari sang anak. Namun, seketika Evan dikejutkan dengan kedatangan seorang wanita yang sedang berdiri di sampingnya.

Evan melihat kaki wanita itu yang sedang memakai slop pengantin yang sama seperti dirinya. Bukan cuma itu, Evan juga melihat baju kebaya putih pengantin yang dipakainya juga sama persis dengan tuksedo yang dipakainya.

"Masa iya ini Rania? Nggak mungkinlah ini dia. Pasti keliru nih calon pengantinnya!" gumam Evan yang masih tidak percaya.

Karena penasaran, kedua mata Evan perlahan bergerak ke atas. Alangkah terkejutnya saat ia melihat wajah seseorang yang belum pernah ia lihat.

"Siapa dia?" tanya Evan spontan. Sang ibu, Mama Rose mendekati putranya dan berkata. "Ini Rania! Calon istri kamu! Masa kamu nggak kenal?"

"What! Dia Rania?? Masa sih!" sahut Evan tak percaya. Pria itu memperhatikan Rania dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Kenapa? Kamu pangling ya lihat kecantikan calon istrimu?" sahut mama Rose sambil tersenyum melihat wajah putranya yang masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Nggak mungkin dia Rania. Ini pasti orang lain. Rania nggak mungkin kayak gini. Orang mukanya nggak mau nyatu dengan bedak kok!" seru Evan yang masih belum bisa mengakui jika wanita yang ada di depannya adalah Rania.

Melihat itu, Rania pun langsung membalas ucapan calon suaminya dengan cepat.

"Heh! Ini aku Rania, dodol! Kamu pikir siapa? Enak aja bilang mukaku nggak nyatu dengan bedak. Muka kamu tuh yang nggak nyatu sama tembok! Seenak jidat saja ngatain orang!" sahut Rania yang seketika membuat Evan melototkan matanya lalu mengucek kedua matanya seakan tak percaya.

"Hah! Serius ini kamu? Cewek pecicilan bisa jadi kek gini!"

"Dibilangin juga! Emang kenapa kalau pecicilan?" sahut Rania sambil berkacak pinggang.

Kedua orang tua mereka tampak menepuk jidat melihat Evan dan Rania yang sedang bertengkar. Padahal mereka akan melangsungkan pernikahan.

"Hei! Sudah-sudah. Kalian ini bertengkar terus! Malu sama pak penghulu. Sekarang duduk dan segera dimulai akad nikahnya. Kalian pikir pak penghulu ke sini cuma melihat kalian bertengkar! Beliau juga punya urusan lain, heran!" sahut pak Raymond selaku ayah kandung Evan.

Akhirnya, baik Evan maupun Rania duduk di depan pak penghulu dan mereka mulai melaksanakan ijab kabul.

"Saya terima nikah dan kawinnya Rania Tyas Permata binti Handoko dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang tunai 5 juta dibayar tunai!"

Pak penghulu menatap dua saksi nikah Evan dan Rania. Semua orang yang hadir di sana juga menyaksikan sakralnya hubungan pernikahan Evan dan Rania.

"Saahhh!"

Rania mendengar semua orang mengucapkan sah untuk pernikahannya. Kini, statusnya sudah berubah menjadi seorang istri sekaligus seorang ibu dari seorang anak yang juga merupakan keponakannya sendiri.

"Aku akan selalu menjaga amanahmu, Mbak. Aku akan menjaga Junior. Semoga kamu bahagia di surga!" dalam hati kecil Rania. Dirinya masih teringat akan almarhum sang kakak. Mulai hari ini tugasnya semakin berat. Ia harus menjaga seorang bocah yang masih kecil, yakni putra satu-satunya Rina dan Evan. Bukan cuma itu, Rania juga harus menghadapi Evan yang selama ini tidak pernah akur dengannya.

Pada akhirnya dengan satu tarikan nafas, Evan berhasil memperistri mantan adik iparnya demi memenuhi wasiat almarhum sang istri.

Tidak ada senyum dari bibir Evan. Dalam hatinya ia sebenarnya tidak menyetujui permintaan ini. Lantaran desakan dari kedua orang tuanya yang tidak tega melihat sang cucu. Karena Junior terlihat sangat dekat dengan Rania selaku Tante kandungnya. Sehingga kedua belah pihak keluarga segera merealisasikan wasiat Rina.

Tidak ada pesta atau resepsi pernikahan. Pernikahan dilakukan dengan sederhana dan tanpa undangan. Hanya keluarga dekat saja yang menyaksikan pernikahan mereka.

Setelah acara akad nikah selesai. Rania langsung diboyong ke rumah suaminya. Tentu saja saat itu Rania dibawa bersama sang keponakan yang sekarang telah menjadi anak sambungnya.

Selama dalam perjalanan mobil. Rania duduk sambil memeluk Junior yang tertidur di atas pangkuannya. Sementara di sampingnya Evan yang kini sudah resmi menjadi suaminya berkata dengan nada dingin. "Perlu kamu ingat! Aku menikahimu hanya karena wasiat istriku, tidak lebih! Jadi, jangan berharap aku akan menyentuhmu dan menganggapmu sebagai seorang istri!"

Ucapan Evan itu seketika membuat Rania tersenyum smirk. Ia pun membalasnya dengan santai. "Aku tidak akan pernah bermimpi untuk disentuh oleh pria sepertimu. Karena aku tidak pernah berharap mendapatkan suami model kamu! Jika bukan wasiat itu dan Junior. Mungkin kamu hanya sebatas mantan kakak ipar," ucap Rania dengan tegas.

Mendengar jawaban dari Rania. Evan pun menatap tajam gadis itu. "Kamu pikir aku menginginkan pernikahan ini! Aku juga tidak pernah bermimpi untuk mendapatkan istri model kamu. Perempuan kok nggak ada anggun-anggunnya. Jauh sekali dengan kakakmu yang cantik itu. Sayangnya kenapa Rina justru ingin aku menikah denganmu. Ingat! Pernikahan ini hanya sekedar status. Jadi, kamu tidak usah mencoba mendekatiku atau merayuku, faham!" seru Evan dengan serius.

"Hanya status! Well aku akan mengingatnya! Hanya status kan katamu! Lagipula kamu tidak usah khawatir! Aku tidak akan pernah mendekatimu sedikitpun. Dihh lagipula apa untungnya aku mendekati laki-laki songong kayak kamu. Herannya kenapa Mbak Rina bisa cinta gitu sama cowok resek kayak kamu! Kalau aku sih ogah!" sahut Rania kesal.

Evan menyunggingkan senyumnya dan berkata. "Itulah hebatnya Rina. Dia itu berhati lembut pasti tahu bagaimana perasaanku. Nggak kayak kamu! Bar-bar dan sukanya keluyuran sama gengnya Ryan. Cewek kok mainnya sama cowok. Makanya hati kamu itu keras nggak ada kalem-kalemnya kayak Rina!" umpat Evan saat teringat bagaimana pergaulan Rania dulu di sekolah yang suka berteman dengan teman cowok dan itu sangat tidak disukai oleh Evan.

Tak terima Evan berkata seperti itu. Rania pun langsung membalasnya. "Dihhh ngapain juga kamu ikut campur! Bodo amat aku pergi sama siapa? Emangnya situ siapa? Bapak dan ibuku saja nggak pernah melarangku kok. Lah kamu? Hello!!" ucap Rania dengan sinis.

Evan pun akhirnya kesal dengan sikap keras kepala Rania. Pria itu pun menoleh ke arah Rania dengan menunjuk wajah istrinya.

"Kamu tuh dibilangin!!" seru Evan dengan suara keras.

"Apa?" Rania pun membalasnya dengan menatap kedua bola mata Evan yang membola. Kedua mata mereka saling bertatapan. Baru kali ini Evan dan Rania saling menatap. Selama ini mereka tidak pernah saling melihat satu sama lainnya karena Rania dan Evan memang tidak pernah akur. Tapi kali ini, keduanya bertatap mata cukup lama.

Di saat keduanya saling bertatap mata. Tiba-tiba saja Junior yang sedang tidur di pangkuan Rania ikut terbangun. Bocah kecil itu mengucek kedua matanya dan melihat sang papa dan tantenya saling beradu pandang.

"Papa dan Tante ngapain saling melotot?" ucap bocah lugu itu. Mendengar suara Junior, seketika Rania langsung memalingkan wajahnya dan berpura-pura tersenyum. Sedangkan Evan juga terlihat pura-pura sedang melihat pemandangan di luar mobil.

"Oh nggak apa-apa, Sayang! Kamu sudah bangun, Junior?" jawab Rania basa-basi.

“Sudah, Tante! Kalian kenapa saling melotot? Nggak boleh gitu, Pa, Tante. Kata Bu guru nggak boleh melototkan mata ke orang lain, itu jahat namanya,”ucap bocah polos itu menasihati keduanya. Evan pun salah tingkah dan bingung menjawab pertanyaan putranya.

“Emm Papa nggak melotot kok, tadi mata Papa cuma kelilipan dan Tante kamu nggak sengaja lihat iya, kan?” Sahut Evan sambil berkata kepada Rania untuk memperjelas sandiwaranya.

"Oh kena debu! Ya udah, biar Tante eh Mama Rania aja yang bantuin Papa meniup matanya, ayo Ma! Bantuin Papa?" titah bocah itu kepada Rania.

"Hah, kok aku?" Rania terkesiap ketika Junior memintanya untuk membantu sang papa. Sedangkan Evan terlihat panik, apa jadinya jika Rania benar-benar meniup matanya.

"Iya, ayo cepetan, Ma! Kasihan tuh Papa nanti matanya bisa sakit!" Junior memaksa Rania untuk segera meniup mata sang papa.

"Eh Junior. Papa udah nggak apa-apa kok! Tuh udah hilang debunya!" sahut Evan sambil menunjukkan matanya dan berkedip agar sang bocah tidak menyuruh Rania meniup matanya. Namun, baru saja Evan berkata demikian. Tiba-tiba matanya benar-benar terkena debu dan langsung membuat matanya terasa begitu sakit.

"Aduh-aduh mataku!" pekik pria itu sambil mengucek matanya. Sontak Rania menjadi panik melihat Evan yang kesakitan.

"Eh stop jangan dikucek! Nanti bisa iritasi. Sini, aku bantu!" seru Rania sambil membantu suaminya untuk meniup matanya yang kelilipan.

"Eh nggak nggak! Kamu mau apain!"

"Ssssttt diam!" Rania berusaha untuk memegang kepala Evan agar tidak gerak-gerak. Setelah itu dengan sangat lembut, Rania membuka kelopak mata suaminya dan meniupnya pelan-pelan.

Setelah beberapa saat, akhirnya Evan merasakan matanya sudah tidak terganjal lagi oleh debu. Rania melepaskan kepala suaminya dan lagi-lagi mereka saling bertatapan.

"Kamu sudah tidak apa-apa?" tanya Rania dengan menatap kedua bola mata Evan.

Evan menggelengkan kepalanya pelan. Rania pun langsung memalingkan wajahnya dan kembali duduk di posisi semula. Begitu juga dengan Evan yang juga duduk di kursinya sambil menatap ke arah depan.

Suasana dalam mobil itu pun ikut hening karena tak ada percakapan lagi di antara mereka sehingga membuat Junior menoleh ke arah keduanya saling bergantian.

"Haaah papa payah!" gumam bocah itu sambil menepuk jidatnya sendiri.

BERSAMBUNG

Terpopuler

Comments

Yuli Yuli

Yuli Yuli

lma" JD bucin tau rasa km Evan SM Rania 🤣🤣

2024-03-05

2

Vellafeb

Vellafeb

orang kaya maharnya cma 5jt?😂

2023-12-28

1

Nuryati Yati

Nuryati Yati

suami istri kok kayak tom and jerry 😁

2023-12-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!