Sesampainya di kediaman Evan. Rania turun dari mobilnya sembari menggandeng tangan Junior. Evan berjalan mendahului istrinya. Tanpa berucap sepatah katapun pun pria itu terus masuk ke dalam rumah. Sementara itu Mama Rose dan papa Raymond sangat bahagia dengan kedatangan menantu mereka di rumah.
Mama Rose melihat Evan yang tidak peduli dengan istrinya. Lantas, wanita itu berkata kepada putranya. "Evan! Bawa istrimu ke kamarnya dong! Pasti Rania sangat lelah seharian bertemu dengan keluarga besar kita, gimana sih kamu malah ditinggal!"
"Evan juga capek, Ma. Evan mau istirahat! Jika dia mau istirahat ya udah tinggal masuk saja ke kamar. Masa gitu aja harus ditunjukkan segala. Nanti digituin jatuhnya manja terus!" sahut Evan dengan sinis.
"Evan! Kamu nggak boleh ngomong gitu ke istri kamu. Sekarang Rania adalah istri kamu dan menantu di rumah ini. Jadi, kamu harus bersikap baik kepadanya!" ucap mama Rose.
Rania yang tahu itu. Gadis itu pun berkata kepada ibu mertuanya. "Tidak apa-apa, Ma! Nanti Rania akan pergi sendiri ke kamar. Setelah Rania menemani Junior dulu. Emmm kamar Junior sebelah mana ya?" tanya gadis itu yang masih belum tahu seluk beluk rumah suaminya.
Seketika Evan menjawabnya dengan cepat. "Kamar Junior ada di lantai atas, di samping kamar pintu berwarna putih. Ada lukisan Rina di samping pintu kamar tidurnya. Kamu masuk saja!"
Sejenak gadis itu terdiam dan akhirnya menganggukkan kepalanya. "Oh iya. Baiklah, Rania mau mengantarkan Junior dulu, permisi!" pamit Rania sembari beranjak pergi ke kamar Junior.
Namun, bocah kecil itu sepertinya tidak mau merepotkan Rania. Ia pun menolak untuk diantar ke kamarnya oleh Rania.
"Tidak usah, Ma. Junior bisa pergi ke kamar sendiri. Sebaiknya Mama istirahat saja di kamar papa. Kasihani pasti mama kecapekan pakai baju pengantin itu!" seru Junior sambil menunjuk ke arah Rania yang masih memakai gaun pengantin lengkap dengan slop berhak cukup tinggi.
Rania melihat dirinya sendiri sambil cengar-cengir. "Eh iya, ribet mama jalannya. Mana capek banget pakai sendal ginian!" ucap Rania sambil melepaskan sendal slop pengantin yang ia pakai. Ia sedikit kesakitan karena kakinya lecet terkena gesekan bahan sendal. Apalagi ia tidak terbiasa memakai sendal seperti itu.
Mama Rose yang melihat kaki menantunya yang lecet. Wanita itu segera meminta Evan untuk mengantarkan Rania ke kamarnya.
"Evan! Cepat bantu istrimu ke kamarnya. Ya ampun, kasihan sekali kamu, Nak. Kakimu terluka!" seru mama Rose.
Evan berhenti dan membalikkan badannya melihat sang mama yang sedang memanggilnya. "Apa sih, Ma? Udah biarin aja. Dia pasti bisa berjalan sendiri. Masa, anak cowok kok minta diantar!" sahut Evan yang masih menyinggung soal sifat Rania yang tomboi.
"Evan! Kamu tidak boleh bicara seorang itu! Rania ini istri kamu. Kamu harus bantu dia dong!" ucap mama Rose.
"Ahhhhh udah! Evan ngantuk, Ma. Evan mau mandi setelah itu tidur. Hari ini Evan capek banget!" sahut pria itu yang tetap tidak peduli dengan ucapan ibunya.
Mama Rose menggelengkan kepalanya melihat sikap dingin putranya. Wanita itu pun meminta maaf kepada Rania atas sikap tidak peduli Evan padanya.
"Maafkan Evan ya, Nak. Dari dulu dia memang begitu! Tapi percayalah, sebenarnya Evan itu baik kok!" ucap mama Rose.
"Mamamu benar. Dari dulu Evan memang sifatnya seperti itu. Papa berharap kamu bisa sabar menghadapinya!" sambung papa Raymond.
Rania tersenyum dan berusaha untuk tetap tenang. "Iya Ma, Pa. Rania bisa mengerti, apalagi dari dulu kami memang tidak pernah akur. Jadi, Rania sudah biasa dengan sikapnya yang seperti itu. Mama tidak perlu khawatir!" jawab gadis itu sembari tersenyum.
"Kamu memang gadis yang baik. Mama ingat banget pas dulu saat dipanggil kepala sekolah gara-gara Evan sengaja menaruh permen karet di rambutmu dan kamu nangis. Ya ampun tuh anak dari dulu emang suka berantem sama kamu. Katanya nggak enak kalau nggak gangguin kamu. Haduh! Mama sampai bingung harus menasehati apa sama tuh anak!" ungkap mama Rose.
Rania tertawa mendengar pengakuan dari ibu mertuanya. Tidak seperti Evan yang dingin, mama Rose terlihat lebih kalem dan penyayang sehingga membuat Rania sangat senang bersama dengan ibu mertuanya.
Di saat yang bersamaan, seorang pelayan mengatakan kepada majikannya jika ada tamu yang ingin bertemu dengan mereka. Papa Raymond pun segera menemui tamunya. Setelah itu, mama Rose meminta sang menantu untuk menunggunya sebentar.
"Ya sudah, kamu tunggu di sini! Mama ambilkan obat sebentar!" ucap mama Rose sembari beranjak pergi mengambil obat untuk menantunya.
"Iya, Ma!" jawab Rania. Karena tidak enak lantaran ibu mertuanya pasti akan kerepotan karena dirinya, akhirnya gadis itu pun beranjak untuk pergi sendiri ke kamarnya. Ia terlihat berjalan sedikit pincang karena luka lecet itu cukup menggangu, apalagi ia masih memakai gaun pengantin yang cukup membuatnya susah berjalan.
"Aduh!" rintih Rania sambil berjalan memegangi kakinya. Junior tampak kasihan melihat Rania kesusahan berjalan, bocah itu pun tanpa pikir panjang segera berlari ke kamar sang papa.
"Junior! Kamu mau kemana, Sayang? Jangan lari-lari nanti jatuh!" teriak Rania kepada putra sambungnya.
"Sebentar, Ma. Mama tunggu di situ saja!" seru Junior sambil terus berlari ke kamar sang papa.
Sesampainya di kamar Evan. Junior mengetuk pintu depan cepat. "Pa, Papa! Buka pintunya, Pa!" seru bocah itu dengan nafas ngos-ngosan.
Evan yang baru saja membuka kemeja dan sedang bertelanjang dada, ia langsung membuka pintu saat mendengar suara sang anak.
"Junior! Ada apa, Sayang? Kamu kenapa?" tanya Evan yang langsung panik melihat putranya.
"Ayo, Pa! Ikut Junior!"
Junior segera menarik tangan sang papa yang saat itu masih dalam kondisi telanjang dada.
"Eh kamu mau bawa papa kemana? Papa sedang nggak pakai baju, Jun!" sahut Evan sambil menahan tangan putranya.
"Nanti aja pakai bajunya. Ini gawat darurat, Pa!" sahut bocah itu sambil terus menarik tangan sang papa untuk turun dari tangga.
"Gawat darurat??" Evan tampak bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.
Junior mengajak Evan turun dan menghampiri Rania yang sedang kesusahan berjalan. Sesampainya di lantai bawah. Junior segera menghempaskan Rania dan menyuruh sang papa untuk membantu ibu sambungnya.
"Itu, Pa. Tolongin mama, Pa! Kasihan mama nggak bisa jalan, Pa!" seru Junior sambil menunjuk ke arah Rania yang sedang berusaha berjalan pelan-pelan.
Evan terkejut langsung melihat ke arah Rania yang juga terkejut dengan kedatangannya tanpa memakai baju. Sontak, Rania langsung memalingkan wajahnya karena matanya langsung melihat kondisi Evan yang sedang bertelanjang dada.
"Hah! Papa harus bantu dia?"
"Iya, Pa! Ayo, Pa! Jangan dilihat mulu. Kasian mama!" Junior terus memaksa sang papa untuk membantu Rania ke kamarnya.
"Ta-tapi!"
"Udah nggak usah tapi-tapian. Cepetan, Pa! Lama banget sih!"
"Iya iya, haahhh ada-ada saja!" gerutu Evan sambil mendekati Rania atas permintaan sang anak. Dengan kondisinya yang sedang tidak memakai baju. Evan berkata kepada dengan tidak menoleh ke arah sang istri.
Pria itu tiba-tiba berjongkok dan menawarkan punggungnya untuk Rania naiki. Sontak, Rania terkejut saat Evan tiba-tiba berjongkok dengan membelakangi dirinya.
"Kamu ngapain?" seru gadis itu sembari berjalan mundur.
"Udah jangan banyak bicara! Cepat naik!" titah Evan.
"Naik? Ke situ!"
"Enggak, naik ke genteng! Ya naik ke punggung lah. Cepetan, aku mau mandi!" sahut Evan sambil terus berjongkok menunggu Rania untuk naik ke punggungnya.
Junior pun meminta Rania untuk naik ke punggung sang papa. "Ayo, Ma! Naik aja. Biar kaki mama nggak sakit!" pinta bocah itu.
"Ta-tapi! Papa kamu belum mandi. Pasti bau keringat!" ucap Rania beralasan.
"Udah nggak usah tapi-tapian. Bawel amat sih. Buruan sebelum aku berubah pikiran nih!" sahut Evan yang langsung dibalas oleh Rania.
"Iya iya, judes banget jadi cowok!" sahut Rania yang akhirnya ia pun mulai naik ke punggung suaminya.
Dengan sangat pelan, Rania beranjak untuk naik ke punggung Evan. Ia melihat punggung bidang itu terlihat begitu kuat. Tentu saja ada sesuatu yang membuat Rania tidak nyaman. Apalagi tubuhnya begitu dekat dengan pria yang sangat membuatnya kesal itu.
Di saat Rania sudah berada di atas punggung sang suami. Seketika Evan membulatkan matanya saat ia merasakan ada sesuatu yang terasa mengganjal di punggungnya.
"Shiiit! Sepertinya cukup besar!" gumam pria itu sambil tersenyum smirk.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Yuli Yuli
Bru dtempel GT aja Uda traveling, GT kok blange g mau dsntuh Evan"....
2024-03-05
1
Ass Yfa
apaan Van,, katanya ngga mau nyentuh... preet .. ..ketempelan aja udah girang
2023-12-29
1
Nuryati Yati
gk lihat aja udh tau kalo besar jd pengen kan Van 😆
2023-12-27
2