Mengaduk adonan

"He em!" jawab Rania dengan anggukan kepala.

"Kenapa selama itu sih!" Evan terlihat lemas mendengar hal itu.

"Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Toh nanti juga selesai. Kamu yang sabar ya. Kata orang kegagalan adalah awal dari kesuksesan. Sabarmu akan tergantikan dengan kebahagiaan dan tentu saja kenikmatan!" jawab Rania sambil mencium pipi sang suami dan memberikan semangat kepadanya.

Evan mencium kening sang istri lalu memeluknya. "Iya, aku akan sabar menunggunya. Asalkan kamu selalu ada di sampingku," ucapan mesra Evan tentu saja membuat Rania semakin bahagia.

"Emm ya sudah, sekarang kita sarapan dulu. Aku mau lihat Junior sebentar di kamarnya,"

"Iya, ayo kita turun!"

Evan dan Rania mulai keluar dari kamar mereka. Rania yang berniat untuk pergi ke kamar sang anak. Tiba-tiba saja ia dikejutkan dengan kehadiran Junior yang tiba-tiba ada di depan kamar mereka.

"Junior, kamu sudah bangun, Nak! Padahal mama mau ke kamar kamu loh!" ucap Rania sambil menghampiri sang bocah yang terlihat baru saja bangun tidur.

Evan pun ikut menghampiri putranya sambil menggendong Junior. "Hmm anak papa sudah sehat ya sekarang! Gitu dong papa kan jadi senang, papa bisa kerja dengan tenang. Kalau Junior sakit, Papa pasti sedih. Bukan cuma papa, mamamu juga sedih. Semua orang ikut sedih!" Evan berkata sembari membawa Junior untuk turun bersama di meja makan.

"Iya, Pa. Junior akan minum obat dan makan yang banyak, supaya nanti Junior bisa kuat gendong dede bayinya!" ucap bocah itu dengan lugunya.

Rania tersenyum sambil mengusap wajah Junior yang mirip sekali dengan wajah Evan.

"Hmmm, kamu tuh lucu banget sih kamu, Sayang. Ganteng dan gemesin!" sahut Rania yang seketika membuat Evan bertanya. "Ganteng dan gemes mana, aku atau Junior?"

Rania menatap wajah sang suami yang terlihat datar namun tampak sedang menahan tawanya.

"Harus ya aku memilih?" seru Rania.

"Wajib!" jawab Evan dengan lirikan matanya pada sang istri.

"Hmmm ... kalau gantengnya, aku pilih Junior. Karena wajahnya masih polos dan nggak ada mode mesum kayak papanya." jawab Rania sambil melirik pada wajah sang suami.

Evan tertawa mendengar ucapan dari sang istri. "Berarti aku termasuk gemesin dong!" sahut Evan dengan cepat.

"Hmmm mungkin. Gemesin pingin aku peluk!" Rania langsung memeluk sang suami yang saat itu sedang menggendong Junior.

Junior sangat bahagia akhirnya ia bisa melihat papa dan mamanya tidak bertengkar lagi.

"Hore! Asyik ... papa dan mama nggak bertengkar lagi. Junior suka lihatnya." sahut Junior dengan girangnya.

"Iya dong! Kita udah capek bertengkar terus! Iya kan, pa!" jawab Rania sambil menatap mesra wajah sang suami. Evan pun menyahuti ucapan sang istri secara langsung. "Iya tentu saja! Papa juga capek jika menunggu terlalu lama sampai 14 hari." ucap Evan dengan lirikan matanya yang tertuju pada wajah sang istri.

Sontak, Rania langsung terdiam tidak bisa menjawabnya. Namun, sang bocah yang selalu kepo bertanya langsung kepada sang papa. "Memangnya 14 hari kenapa, Pa?"

Evan terkesiap dan bingung harus menjawab apa atas pertanyaan anaknya. "Emmm 14 hari itu papa harus mempersiapkan diri untuk membuatkan mu dede bayi. Papa harus olahraga lebih sering biar lebih kuat buatnya, karena bikinnya sedikit susah, Sayang. Tahu sendiri mamamu ini kayak cowok tingkahnya pasti nggak mau diem."

Junior terlihat manggut-manggut saat Evan menjelaskan kepadanya.

"Oh gitu!!"

Rania dibuat geleng-geleng kepala melihat tingkah konyol sang suami yang sedang meyakinkan Junior putranya.

*

*

*

Hari ini, Junior masih belum bersekolah karena ia harus beristirahat dulu beberapa hari untuk memulihkan kondisinya.

Rania mendampingi Evan yang sedang menggendong Junior. Pemandangan itu membuat mama Rose dan papa Raymond yang duduk di kursi meja makan terlihat ikut senang.

"Pa, coba lihat mereka! Rupanya mereka sudah akur ya, Pa. Mama jadi senang lihatnya. Pasti semalam mereka sudah cup cup!" ucap mama Rose sambil berbisik pada suaminya.

Papa Raymond pun mengiyakan ucapan sang istri. "Mama benar, mereka sudah rukun. Pasti semalam mereka ramai sendiri di kamarnya." Balas papa Raymond dengan senyum sumringah.

"Papa benar, pasti semalam mereka begadang sampai pagi. Tapi, ngomong-ngomong kenapa rambut mereka nggak basah ya, Pa!" balas mama Rose sambil mengerutkan keningnya melihat rambut Evan maupun Rania yang terlihat kering dan biasa saja. Tidak ada tanda-tanda jika rambut mereka basah setelah keramas.

"Ya mungkin saja sudah kering, Ma. Mungkin mereka malu kalau kita lihat!" balas papa Raymond.

"Iya mungkin saja. Apapun itu mama berdoa semoga mereka segera dikaruniai seorang anak. Junior pasti senang jika Rania memberinya adik! Duh mama udah nggak sabar ingin segera menggendong cucu lagi!"

"Tentu saja. Papa juga berharap seperti itu. Papa sih pinginnya mereka punya anak kembar! Syukur-syukur kembar cewek dan cowok!"

"Mama juga berharap gitu!"

Di saat kedua orang tua mereka sedang menunggu di meja makan sambil memperhatikan kedatangan Rania dan Evan. Pasangan muda itu menyapa mama Rose dan papa Raymond.

"Selamat pagi, Pa, Ma!"

"Selamat pagi, Van." jawab papa Raymond. Mama Rose melihat cucunya yang sedang dipangku oleh Evan.

"Junior, kamu sudah sehat, Sayang!" tanya sang Oma.

"Sudah, Oma. Junior udah sehat dong! Junior harus makan yang banyak agar bisa gendong dede bayi nantinya. Iya kan, Pa!" ucap bocah itu yang akhirnya minta untuk duduk sendiri.

"Oh ya dong! Papa dan mama sedang bekerja keras mulai sekarang." ucap Evan sambil mengusap rambut putranya. Junior langsung menoleh ke arah sang papa dan berkata. "Loh! Tadi katanya nunggu 14 hari dulu. Katanya papa harus siap-siap dulu!"

Evan pun terlihat cengar-cengir sambil memperhatikan wajah kedua orang tuanya yang saat itu sedang memperhatikan ekspresi wajahnya.

"Apa, Jun? Papamu harus menunggu 14 hari lagi?" sahut mama Rose yang merasa jika Evan dan Rania telah gagal melakukan malam pertama.

"Iya, Oma. Tadi papa bilang gitu. Mama Rania juga!" bocah itu dengan ceplas-ceplos mengatakan hal yang sebenarnya sehingga membuat Rania panik dan malu.

Mama Rose dan papa Raymond saling menatap dan akhirnya mereka berdua baru menyadari jika anak dan menantunya masih belum melakukannya.

"Ohhh pantesan aja nggak ada yang keramas!" sahut mama Rose yang seketika membuat Evan dan Rania tersipu malu.

*

*

*

2 hari pun berlalu. Kini, Junior sudah benar-benar sembuh dan ia pun sudah masuk sekolah seperti biasa. Rania pun selalu mengantar sang anak ke sekolah dan juga menjemputnya meskipun ia merasa tidak nyaman dengan keadaan masa haidnya yang selalu mengalami nyeri haid. Ia berusaha untuk tetap kuat meskipun rasanya sangat tidak enak.

Hari ini Rania menjemput Junior di sekolahnya dan akan mengajak putra sambungnya jalan-jalan sebentar dan ia pun sudah meminta izin kepada Evan. Rania diantar oleh sopir saat menjemput Junior.

Rania mulai melihat Junior keluar dari kelas dan kali ini Junior tampak sedikit murung. Sehingga membuat Rania bertanya-tanya.

"Loh, Junior kenapa, Sayang?" tanya Rania saat mereka sudah berada di dalam mobil.

"Ma, tadi teman-teman nanyain terus kapan mama hamil karena perut mama masih kempes. Emangnya nggak bisa dipercepat ya gedenya, Ma? Kapan perut mama bisa gede? Teman-teman udah pada nanyain," pertanyaan sang bocah tentu membuat Rania tersenyum.

"Junior, Sayang! Gini mama jelasin ya! Perut mama belum gede itu karena mama masih dalam proses pembuatan dede bayi. Jadi, kayak kita bikin kue gitu sayang. Nggak mungkin kan kuenya langsung jadi tanpa membutuhkan bahan-bahan dulu. Seperti telur, terigu, gula dan lain-lainnya. Kira-kira seperti itu. Nah, jika sudah terkumpul semua bahan kita campur deh jadi satu!" Rania berusaha memberikan pengertian kepada bocah itu.

"Oh gitu, berarti mama yang campurin semua bahan terus papa yang mengaduknya ya, Ma!" sahut Junior yang seketika membuat Rania garuk-garuk kepalanya. Karena jawaban Junior memang ada benarnya.

"Hehehe iya begitulah!"

"Hmm berarti Junior harus ngomong sama papa biar bantu mama untuk mengaduk adonan dede bayinya biar cepat jadi di dalam perut mama. Gitu kan, Ma!"

Rania cuma menganggukkan kepalanya sambil memijit pelipisnya.

Benar saja, sesampainya Evan saat pulang dari kantor. Pria itu langsung disambut oleh sang anak yang berlari ke arahnya. Evan pun tersenyum dan menyambut putranya yang saat itu sedang ditemani oleh istri tercinta.

"Papa!" teriak Junior.

"Hai Boy! Papa kangen banget sama anak kesayangan papa ini, muacchhh!" Evan langsung memeluk putranya sambil mencium pipi Junior gemas.

Rania pun menyambut kedatangan sang suami dengan mencium tangannya lalu membawakan tas Evan. Setelah itu, Junior yang saat itu masih digendong oleh sang papa. Langsung berkata kepada Evan tentang pembuatan dede bayi yang harus dibantu oleh sang papa.

"Pa, tadi mama bilang kalau membuat dede bayi itu sama seperti bikin kue. Papa bantu mama ya biar dede bayinya nanti cepat jadi dalam perut mama. Biar Junior nggak ditanyai mulu sama teman-teman."

Ucapan sang anak tentu saja membuat Evan tersenyum dan mengerutkan keningnya. Karena ia mengerti arah pembicaraan sang anak. "Emangnya papa bisa bantuin mama apa?" tanya Evan sembari melirik ke wajah istrinya yang sedang menahan rasa ingin tertawanya.

"Ya papa bantuin mama untuk mengaduk adonannya, biar cepat jadi dede bayinya, Pa!"

Jawaban Junior lagi-lagi membuat Evan semakin pusing karena dirinya sudah cukup pusing lantaran setiap malam hanya bisa gigit jari.

"Yah nih anak, belum tahu aja jika papanya juga ingin segera mengaduk adonan, setiap hari kepala pusing nungguin lama!"

BERSAMBUNG

Terpopuler

Comments

Yuli Yuli

Yuli Yuli

ya Allah juniorrrr.....skt prutku gara" kmu junior🥰🥰🥰

2024-03-05

1

Bzaa

Bzaa

wkwkkwkkw

2023-12-16

0

itin

itin

keluarga yang omongannya tanpa filter semua. ngakak 🤣🤣

2023-11-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!