Selesai obrolan dimeja makan tadi, Adelia cukup kecewa dan sedih, tapi apa boleh buat? Adel tidak bisa memaksa. Dirinya hanya bisa diam.
Sementara itu, Hilda yang melihat kesedihan dimata cucunya, menghapiri Adelia.
" Adelia sayang, kenapa nak dari tadi kau menyendiri saja?"
"Tidak nek, aku hanya ingin sendiri saja."
Adelia masih tetap berusaha mengulas senyum dibibirnya. Padahal sejak percakapan dimeja makan tadi dia sudah berusaha sebisa mungkin menahan rasa sesak didadanya, saat Reyhan mengatakan bahwa dirinya akan melamar seorang gadis yang bernama Sakinah.
"Katakan padaku jika ada yang mengganjal dihatimu." Pinta Hilda pada cucunya, seakan dia bisa membaca pikiran cucunya itu dan mengetahui apa yang dirasakan gadis itu.
Adelia hanya diam dan menundukkan kepala, dia tak mampu menjawab lagi.
"Nenek mengerti dengan apa yang kau rasakan. Kau pasti kecewa saat nenek menyetujui hubungan Reyhan dengan gadis yang bernama Sakinah itukan?" Hilda mencoba menebak isi hati cucunya.
Adelia hanya menganggukkan kepala tanpa suara.
Sahnaz yang tidak sengaja mendengar percakapan mereka, bergegas mendekati Hilda, lalu duduk didekatnya dan dirinya mulai angkat bicara.
"Ibu, aku ingin bertanya pada ibu."
"Apa yang ingin kau bicarakan?"
"Bukankah ibu ingin menjodohkan Adelia dan Reyhan, tapi kenapa tiba-tiba ibu langsung menyetujui begitu saja saat Reyhan bilang ingin memperkenalkan gadis lain pada keluarga ini?." Protes Sahnaz pada sang ibu.
Wanita itu benar-benar tidak terima dan geram saat Hilda setuju begitu saja dengan permintaan Reyhan. Bahkan saat dia ingin mendebat percakapan di meja makan Adelia malah menahannya.
"Kau pikir aku melakukan ini semua dengan tanpa alasan?" Tukas Hilda pada Sahnaz.
"Memangnya apa yang ibu rencanakan?" Selidik wanita paruh baya itu pada sang ibu.
"Kau tidak perlu mengetahui apa yang kurencanakan, karena jika saatnya tiba kalian akan tahu sendiri." Jelas wanita itu.
"Lalu bagaimana dengan nasib anakku ibu? Adelia sudah menunggu lama untuk bisa bersama Reyhan, bahkan mereka sudah tumbuh bersama dari mereka masih anak-anak."
"Kau tidak perlu mengingatkanku tentang itu, karena aku yang membesarkan mereka. Aku hanya ingin memastikan terlebih dahulu siapa keluarga gadis itu."
Jelas Hilda sambil menghelas nafas dengan wajah dingin.
Hilda masih penasaran dengan nama keluarga Wirayuda yang dijelaskan Reyhan padanya saat dimeja makan. Entah mengapa firasatnya mengatakan bahwa dirinya tidak asing dengan nama keluarga itu dan untuk memastikan kebenarannya, Hilda sengaja mengizinkan Reyhan untuk menemui keluarga gadis itu.
***
Di rumah sakit, seperti biasa Jeslyn masih menunggui pria paruh baya yang dia selamatkan dari kecelakaan pesawat. Sampai detik ini dia masih berharap pria itu membuka matanya.
Ketika Jeslyn memperhatikan pria itu, ada pergerakan dari jari tangan pria itu. Jeslyn mencoba memastikan benarkah pria itu memberi respon? Awalnya hanya sedikit pergerakan dan sejenak terhenti. Mungkin karena tubuh renta itu telah sekian lama tidak bergerak jadi ada sedikit kesulitan baginya memberikan respon. Sampai tangan itu bergerak untuknkedua kalinya.
Jeslyn menekan tombol darurat yang ada disekitar brankar pria itu dan tidak perlu menunggu lama seorang dokter menghampiri mereka.
"Dokter, tadi saya melihat pria ini menggerakkan tangannya, apakah pertanda dia telah memberi respon?" Jelas Jeslyn pada dokter yang baru saja menghampirinya.
"Sebentar nona, saya akan periksa terlebih dahulu kondisi pasien."
Dokter itu segera memasang stetoskop ditelinganya kemudian memeriksa kondisi lelaki itu.
"Kondisi pasien sudah mulai stabil hanya saja masih butuh perawatan intens mengingat kecelakaan yang dialaminya cukup parah." Jelas dokter itu sambil memperhatikan pasiennya.
Disela-sela dokter itu memberikan penjelasan, tiba-tiba pria itu memberi respon kembali. Dia menggerakkan tangannya kembali namun kali ini tidak hanya sebentar, lelaki itu juga berusaha membuka matanya perlahan.
Orang-orang yang berada diruangan itu memperhatikan pergerakan lelaki itu. Hingga akhirnya dia benar-benar membuka matanya dengan sempurna.
Lelaki itu mengedarkan pandangannya, dia menatap sekitarnya seakan asing.
"Sa... saya ada dimana ini?" Lelaki itu memperhatikan orang-orang yang berada didekatnya.
"Tuan, anda baru saja bangun dari koma. Anda telah tidur panjang selama sepuluh tahun." Jelas dokter muda itu.
"Apa yang terjadi? Mengapa saya bisa ada disini dan kalian siapa?"
Lelaki itu merasa asing dengan semua yang ada dan kondisinya saat ini.
Semua orang yang berada diruangan itu hanya saling menatap heran.
"Tuan, apakah anda bisa mengingat kalau anda mengalami kecelakaan?" Jeslyn mencoba untuk membuat lelaki itu mengingat sesuatu.
Lelaki itu mengernyitkan dahinya, mencoba mengingat kembali bagaimana dirinya bisa berada di rumah sakit itu, tapi lelaki itu tidak bisa mengingat apapun. Dia merasakan sakit yang begitu hebat pada kepalanya. Sambil memegangi kepalanya dia menjambak rambutnya sendiri karena rasa sakit yang dialaminya.
"Tuan, anda baik-baik saja?" Jeslyn mulai khawatir dengan keadaan lelaki itu.
"Nona, sebaiknya pasien jangan ditanya terlalu banyak dulu, karena kondisinya belum stabil." Dokter itu mengingatkan Jeslyn.
"Maaf dokter saya hanya ingin tahu apakah bapak ini bisa mengingat tentang kecelakaan itu atau tidak?"
Begini saja biar saya yang coba bertanya. Tukas dokter itu.
"Tuan, apa anda bisa mengingat nama anda?" Dokter itu mulai bertanya pada lelaki paruh baya itu.
"Ah... sakit sekali. Aku tidak bisa mengingat apapun. Bahkan namaku saja aku tidak tahu." Lelaki itu menggelengkan kepalanya sambil memicingkan matanya.
Dia benar-benar tersiksa dengan rasa sakit yang dirasakannya.
"Melihat kondisi pasieb saat ini, sepertinya beliau mengalami amnesia." Jelas dokter itu pada Jeslyn.
"Lantas bagaimana supaya kita bisa mengembalikan ingatannya dok?"
"Kita coba lihat saja dalam beberapa hari ini, bagaimana perkembangan kesehatannya. Jika mulai membaik dan bisa mengingat sesuatu berarti ingatannya mulai membaik." Jelas dokter itu dengan tenang.
"Apakah itu akan lama atau cepat dokter?" Tanya Jeslyn kembali.
"Semuanya tergantung pada pasien, jika dia bisa mengingat memorinya dengan baik, kemungkinan dia bisa sembuh dalam waktu singkat, tapi jika dia tidak bisa jadi amnesianya butuh waktu yang lama untuk disembuhkan atau mungkin dia akan mengalami amnesia selamanya."
Jeslyn sangat terkejut dengan penjelasan dokter itu. Apa separah itu akibat dari benturan kecelakaan yang dialami orang itu? Hingga dia harus kehilangan memorinya?. Jeslyn sangat bingung, bagaimana nanti, siapa yang akan mengurus lelaki itu jika dia bisa keluar dari rumah sakit? Karena sampai detik ini tidak ada titik terang mengenai lelaki itu maupun keluarganya.
Hanya saja, Jeslyn masih merasa ada harapan didalam hatinya untuk kesembuhan lelaki itu. Walaupun butuh waktu yang cukup lama dia akan tetap berusaha membantu lelaki itu.
"Baiklah dokter, kalau memang begitu kondisinya saya akan menunggu hingga kondisi orang itu membaik."
"Suster, berikan suntikan penenang untuk pasien ini." Titah sang dokter saat melihat lelaki paruh baya itu terus-menerus kesakitan dan membenturkan kepalanya ke dinding.
Dua orang perawat lelaki memegangi kedua lengan orang itu dan perawat perempuan yang disuruh oleh dokter itu segera menyuntikkan obat bius padanya.
Tidak perlu waktu lama lelaki itu terkulai lemah dan dia tertidur.
"Sepertinya pasien masih belum bisa mengingat apapun. Kita harus memberi jeda waktu untuk pasien memulihkan ingatannya." Jelas dokter itu pada Jeslyn.
Jeslyn mengangguk paham akan penjelasan dokter itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments