Reyhan dan Firza telah mempersiapkan keberangkatan mereka. "Pak, dokumen yang dibutuhkan sudah saya siapkan." Raisha meletakkan dokumen di atas meja kerja Reyhan dengan senyuman penuh semangat. Gadis muda itu selalu terlihat optimis dalam pekerjaannya.
"Terimakasih Raisha," Reyhan mengulas senyum sambil mengambil dokumen yang diberi Raisha padanya.
"Reyhan, kau sudah siap?" Firza baru saja masuk ke ruangan Reyhan dan memperhatikan Reihan yang masih sibuk merapikan dokumennya.
"Ya aku sudah siap, ayo berangkat." ajak Reyhan.
Mereka segera pergi meninggalkan ruangan kantor dan menuju mobil yang akan mengantarkan mereka.
"Dengar-dengar mojang Bandung cantik-cantik ya?" Reyhan membuka percakapan saat diperjalanan.
"Kenapa tiba-tiba kau bertanya seperti itu?" selidik Firza.
"Siapa tahu setelah balik dari Bandung aku ketemu jodoh," jawabnya asal.
"Kau tidak ingat nenek Hilda telah menjodohkanmu dengan Adelia." Seloroh Firza padanya.
"Itu hanya rencana saja. Aku menganggap Adelia seperti adikku sendiri," jawabnya sambil menatap keluar jendela.
CIIITTT....
Suara rem mobil menciut dan mereka terhempas ke depan. "Ada apa ini pak Rustam?" Firza terkejut karena tubuhnya terhempas ke depan jok mobil bersama Reyhan.
"Maaf Tuan, di depan ada seorang wanita tiba-tiba melintas," jawab Rustam bergetar. Dia takut wanita yang di depan mobilnya kenapa-kenapa.
"Coba dilihat dulu, Pak." Reyhan terlihat cemas dengan kondisi wanita bercadar itu.
Rustam berlari keluar mobil menghampiri wanita itu. Beriringan dengan Reyhan dan Firza yang juga turun dari mobil.
"Maaf Tuan, saya terburu-buru. Jadi tidak memperhatikan ada mobil yang lewat." Wanita itu tampak sedikit ketakutan sambil segera bangkit dan membersihkan bajunya yang agak kotor karena terjatuh.
"Seharusnya kami yang meminta maaf. Nona, apa kau baik-baik saja," tanya Reyhan mencoba membantunya.
"Tidak apa-apa, Tuan" wanita itu menjawab sambil menundukkan kepalanya.
"Nona, bagaimana kalau kami mengantarkanmu?" Firza mencoba untuk membujuknya sebagai permintaan maaf.
"Tidak usah, Tuan. Rumah saya dekat dari sini, saya bisa jalan kaki saja." Tolak wanita itu.
"Tapi Anda terluka" Reyhan memperhatikan luka goresan di tangan wanita itu.
"Ini hanya goresan kecil. Nanti juga sembuh. Saya permisi dulu, ya." Wanita itu segera pergi tidak ingin memperpanjang urusan dengan kedua orang itu. Reyhan dan Firza hanya menatap kepergian wanita itu.
***
Seorang wanita paruh baya keluar dari sebuah mobil BMW X-7 memasuki gerbang rumah keluarga Pratama, dengan angkuhnya dia menatap sekeliling rumah. Wanita itu membuka kaca matanya sambil bergumam, "Akhirnya, aku kembali lagi ke rumah ini. Telah lama aku merindukan suasana kemewahan ini setelah belasan tahun keluar dari tempat ini, sekarang aku kembali mengambil apa yang seharusnya jadi hakku."
"Pengawal, bawa koperku ke rumah itu!" titahnya pada seorang pengawal dirumah mewah itu.
"Baik Nyonya." Pengawal yang mengenalinya mengikuti perintahnya.
Saat akan melangkahkan kakinya ke anak tangga, "Sahnaz!!! kau masih ingat jalan ke rumah ini?" Suara nenek Hilda terdengar sedikit tinggi dari biasanya.
"Ibu, aku ini anakmu, tentu saja aku tidak akan melupakan rumah ini karena rumah ini adalah rumahku juga." Sarah menoleh ke arah Hilda sambil melontarkan senyum sinisnya.
"Aku pikir setelah bertahun-tahun kau tidak akan kembali lagi." Hilda menatapnya dengan tajam dengan suaranya yang bass membuat kharismatiknya sangat terpancar.
"Ayolah, ibu. Jangan bersikap seperti itu padaku. Aku tahu aku salah meninggalkan keluarga ini, tetapi aku masih mempunyai hak atas rumah ini," ucapnya tanpa merasa bersalah sedikitpun. Lalu meninggalkan Hilda begitu saja.
Hilda menatap Sahnaz dengan ekspresi dingin. Seakan-akan wanita itu berbuat kesalahan tak termaafkan. Sahnaz tetap menuju ke lantai atas tepatnya ke ruangan yang merupakan kamarnya. Dia menghempaskan tubuhnya ke ranjang dan merilekskan diri.
Sesaat dia memejamkan mata kemudian mata itu mengarah kepada sebuah foto di atas nakas. Foto itu adalah foto dirinya yang sedang menggendong anak perempuan bersama seorang pria disisinya. Matanya, menatap foto itu dengan intens dan mengeluarkan sedikit buliran bening di sudut matanya. Entah apa yang dipikirkannya. Saat melihat foto itu tiba-tiba rasa sakit itu muncul begitu saja.
Adelia baru saja pulang dari kantor dan baru saja menginjakkan kaki ke dalam rumah. Dia sangat dikejutkan dengan seorang wanita yang duduk di meja makan sambil menyantap hidangan yang lezat.
"Putriku, kau sudah pulang, Nak." sambut Sahnaz pada anaknya.
"Kau... untuk apa kau datang kerumah ini?!!!" Sorot mata Adelia penuh kebencian menatapnya.
"Hei, aku ini ibumu. Apa kau tidak bisa bersikap sopan padaku?" Sahnaz merasa tersinggung dengan sambutan anaknya yang sinis.
"Ibu? Ibu yang mana? Ibu yang telah meninggalkanku si panti asuhan dan memilih pergi dengan lelaki lain untuk kemewahan?"
"Tutup mulutmu Adelia!!!" Amarah wanita itu tersulut mendengar kata-kata tajam yang terlontar dari Adelia.
"Ada apa ini ribut-ribut" Hilda menghampiri mereka karena suara mereka terdengar jelas hingga ke kamar Hilda.
"Nenek, bagaimana bisa wanita itu masuk ke rumah ini?" Tunjuknya pada Sahnaz.
"Dia baru saja datang. Nenek juga tidak tahu untuk apa dia ke rumah ini lagi"
"Mengapa semua orang dirumah ini memusuhiku? Aku ini anak dari keluarga Pratama. Aku berhak untuk datang ke rumah ini!" Tegasnya pada Hilda dan Adelia.
"Kau masih seperti yang dulu. Tidak pernah berubah." Hilda menatapnya dengan sinis.
"Ayo, Adelia. Kau tidak perlu menggubrisnya. Ayo, ikut dengan Nenek." Ajak Hilda pada Adelia kemudian membawanya pergi dari ruang makan itu.
Tanpa memperdulikan Adelia dan Hilda, Sahnaz melanjutkan makannya yang tertunda.
Dia seperti orang yang tidak tahu malu datang dan pergi begitu saja dari rumah itu.
Adelia sangat kecewa dengan kedatangan Sahnaz. Baginya, wanita itu tidak pernah dianggap sebagai seorang ibu karena wanita itu tidak pernah menganggapnya sebagai anak. Semenjak bayi, Sahnaz tidak pernah memperdulikannya karena waktu itu Sahnaz belum siap menerimanya. Sahnaz menikah diusia muda dengan pria sederhana. Ketika mengetahui dirinya hamil Sahnaz mencoba menggugurkan kandungannya, tetapi semesta tidak mendukungnya.
Anak itu lahir ke dunia dengan selamat. Merasa tidak ingin membesarkan anaknya Sahnaz menitipkan anaknya ke sebuah panti asuhan, tetapi Hilda yang mengetahui kejadian itu membawa bayi mungil itu kerumahnya dan membesarkannya seperti anaknya sendiri. Ya Adelia, itulah bayi yang disia-siakan oleh sang ibu yang tak pernah mengharapkan kehadirannya.
Adelia mengetahui itu semenjak dia kecil karena Hilda tidak pernah menutupinya. Namun, Adelia tidak bisa menerima itu semua. Oleh sebab itu, dia merasa benci dan dendam kepada Sahnaz ibu kandungnya. Sejak saat itu juga Adelia tidak pernah mengharapkan kehadiran ibunya. Dia sempat menyimpan foto ibunya, tetapi dia tidak ingin wanita itu hadir dalam keluarganya. Kehadiran Sahnaz hanya akan membuka luka lama yang telah tertutupi bertahun-tahun lalu. Baginya Hilda adalah nenek dan juga ibunya.
Andai saja, boleh meminta kembali. Adelia tidak ingin dilahirkan dari wanita serakah seperti Sahnaz, tetapi itulah takdir Adelia tidak bisa menentangnya dan mau tidak mau harus menerima takdirnya, bahwa, Sahnaz Pratama adalah ibu kandungnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments