Hilda telah terlebih dahulu berada di perusahaannya. Perusahaan yang didirikan oleh suaminya dua puluh lima tahun lalu masih terlihat sangat terawat dan teratur. Wanita tua yang bersandar di kursi yang di apit dengan meja besar itu terlihat lembut, tetapi ada tersirat ketegasan dari garis-garis wajahnya.
Terdengar suara ketukan dibalik pintu ruangan, Hilda menatap ke arah pintu.
"Firza, Reyhan, kalian sudah datang? Ayo, duduk sini," ujar wanita itu saat dua orang tampak berada di depannya.
"Iya nek, kami baru saja sampai," sahut Reihan dan Firza bersamaan. Kemudian mereka duduk dihadapan Hilda.
"Nenek sengaja memanggil kalian ke sini karena nenek ingin mengadakan rapat dengan seluruh karyawan dan jajaran divisi, untuk pengangkatan CEO baru perusahaan kita."
Setelah menyiapkan seluruh berkas dan file yang dibutuhkan Hilda mengumpulkan seluruh karyawan dan jajaran Divisi lainnya didalam ruangan meeting.
"Rapat hari ini akan diputuskan berdasarkan hasil voting bagi seluruh karyawan untuk memilih CEO baru Pratama Coorp, seluruh peserta rapat diharapkan menuliskan nama calon CEO pilihannya masing-masing di dalam kertas yang telah disediakan," jelas seorang sekretaris yang sedang menjadi pengarah acara rapat. Sekretaris itu adalah Raisha.
Hilda sengaja mencalonkan dua orang untuk menggantikan posisinya di perusahaan. Yaitu Firza Gautama dan Reihan Pratama. Itu semua telah dipikirkannya dari jauh-jauh hari. Secara Firza sendiri telah lebih dulu mengurus perusahaan itu karena memang dirinya adalah orang kepercayaan Hilda. Sedangkan Reihan adalah cucu pertamanya yang merupakan pemegang hak penuh atas perusahaan.
Satu jam telah berakhir, tibalah saatnya voting pemilihan CEO. Kertas voting telah terkumpul, penghitungan suara pun telah dimulai dan "Keputusan akhir dari meeting kita hari ini, untuk CEO baru Primatama Coorp jatuh pada tuan Reihan Pratama," ujar Raisha yang merupakan sekretaris sekaligus notulen rapat.
Reihan menang dua suara dari Firza. Itu karena Firza dan Adelia sepakat untuk memilih Reihan Pratama. Mereka sengaja memilihnya supaya nenek Hilda merasa senang karena cucu kesayangannya yang akan memegang perusahaan setelah dirinya mengundurkan diri.
"Selamat Reihan. CEO Pratama Coorp." Firza melemparkan senyum manis di wajah tampannya untuk sahabatnya lalu memeluknya dengan erat. Reyhan membalas pelukan itu dengan hangat.
"Pak Reyhan selamat ya, saya ikut bahagia untuk Anda," imbuh Adelia mengucapkan selamat padanya.
Seluruh karyawan memberikan ucapan selamat padanya. Hilda sangat senang melihat cucu kesayangannya terpilih menjadi CEO. Hilda tahu kalau dua saudara sepupu Reyhan itu telah bersepakat untuk memvotingnya karena mereka selalu memberikan yang terbaik untuk Reihan.
Setelah rapat selesai, nenek mengajak Reyhan, Firza dan Adelia ke dalam ruangan kerja. Nenek ingin membicarakan proyek baru yang akan ditangani oleh Reihan.
"Reyhan, Nenek senang dan bangga kamu telah terpilih menjadi CEO perusahaan kita. Nenek juga punya tugas untukmu dalam beberapa hari ke depan," tukas wanita paruh baya yang duduk dihadapannya.
"Tugas apa nek?" tanya Reihan menatap wajah Hilda.
"Nenek dengar minggu depan ada investor yang akan datang ke Indonesia, nenek mau kamu menjalankan proyek kita di Bandung dan semoga saja kau bisa bekerjasama dengan investor itu."
"Ya, menurut kabar yang beredar investor itu datang langsung dari Jepang, yang ingin mengelola makanan dan obat-obatan. Bukankah, ini adalah peluang baik untuk menjalankan proyek kita?" timpal Firza yang telah mengecek file didalam monitor komputernya.
"Baiklah aku setuju, tapi kau harus menemaniku untuk menjalankan proyek ini." Reyhan meminta kembali pada sahabatnya.
"Kalau itu kau tidak perlu khawatir, tanpa kau minta aku pasti akan selalu membantumu."
Melihat Reyhan menyanggupi keputusannya, Hilda langsung menelpon seseorang.
_Raisha, tolong dipersiapkan dokumen yang dibutuhkan untuk meeting minggu depan. Aku tidak mau ada sedikitpun kekurangan saat Reihan dan Firza pergi ke Bandung."
"Baik, Nyonya."
***
Dirumah, Hilda menghampiri Adelia yang sedang duduk di ayunan dekat taman rumah sambil menikmati secangkir teh hangat. "Adelia, bagaimana kabarmu hari ini?"
"Baik Nek, aku sangat senang sekali," jawab Adelia sambil tersenyum penuh semangat pada Hilda.
"Kau sudah dewasa, Nak, kapan kau akan menikah?" Tatap wanita itu pada Adelia.
"Aku belum tahu, Nek" ucapnya sambil menundukkan kepala.
"Apa kau tidak ada keinginan untuk menikah dengan Reyhan? Secara aku lihat selama ini kau dengannya cukup dekat".
"Aku tidak keberatan jika Reyhan mau aku akan menerimanya." Wajah gadis itu merona dan terlihat gugup.
"Baiklah kalau begitu. Nanti akan ku bicarakan dengannya dengan Reihan".
"Membicarakan apa, Nek?" Entah sejak kapan Reihan berdiri dihadapan mereka dan mendengarkan pembicaraan mereka.
"Apa kau mendengarkan pembicaraan kami?" selidik Hilda.
"Aku baru saja datang, melihat nenek dan Adel sedang bersama aku langsung menemui kalian. Makanya, aku penasaran kalian sedang membicarakan apa?" ucap Reihan sambil duduk di dekat mereka.
"Nenek tadi menanyakan Adel, kapan dia akan menikah?"
"Menikah?" tanya Reyhan pada Hilda.
"Iya, Nenek ingin menikahkanmu dengan Adelia. Bagaimana menurutmu?" tanya sang nenek to the point pada Reyhan.
"Apa?... apa aku tidak salah dengar?"
"Iya, kau dan adelia telah bersama sejak kecil dan kalian juga sudah dekat sejak lama. Apa salahnya kalau kalian menikah saja?" Hilda begitu antusias untuk menjodohkan keduanya.
"Aku belum memikirkan hal itu, Nek" jawab Reihan pelan.
"Ya, aku mengerti itu, tetapi setidaknya kau memikirkan dulu apa yang nenek katakan." Desak Hilda padanya.
"Baiklah akan kupikirkan, tetapi untuk sekarang aku ingin fokus dulu dengan pekerjaan," jawab Reyhan untuk mengakhiri pembicaraan. Kemudian pergi meninggalkan mereka.
Pada dasarnya Reyhan sangat menyukai Adelia, gadis itu baik dan sangat sepadan dengannya, tetapi Reihan belum mempunyai perasaan cinta dengannya karena selama ini hanya menganggapnya sebagai saudara saja. Berbeda dengan Adelia, yang dalam diam ternyata memiliki rasa pada sepupunya itu.
Firza yang baru saja duduk diruang tamu memperhatikan Reyhan yang masuk dengan wajah sedikit ditekuk.
"Reyhan, kenapa wajahmu seperti itu"
"Sudahlah Firza, aku ingin istirahat." Elaknya dari pertanyaan.
"Hei, kemarilah. Ceritakan padaku apa kau ada masalah? " bujuk Firza sambil mengajak sahabatnya duduk didekatnya.
"Aku tidak habis pikir dengan nenek. Kenapa tiba-tiba membahas tentang pernikahan," keluhnya. sambil menghembuskan nafas berat.
"Pernikahan? Siapa yang akan menikah?" Goda Firza sambil menoleh padanya.
"Nenek memintaku untuk menikah dengan Adel"
"Bukankah itu bagus?" ucap Firza sambil menyeruput kopinya.
"Aku belum memikirkan tentang pernikahan. Bagiku tugas yang baru diberikan nenek di perusahaan saja sudah membuatku pusing. Sekarang malah disuruh menikah" keluh Reyhan sambil menyandarkan tubuhnya di sofa.
Firza terkekeh melihat sahabatnya itu. "Bukankah kau pernah bilang kau menyukai Adel?" pancingnya lagi.
"Ya, aku memang menyukainya, tetapi hanya sebagai saudara," jelas Reihan.
"Kalian itu cocok, dia cantik, terpelajar dan juga pewaris Pratama Coorp lalu apa yang menghalangimu untuk bersamanya?"
"Aku tahu itu, tetapi aku belum mempunyai perasaan yang lebih padanya".
"Apa menurutmu Adelia juga menyukaimu?" ucap Firza sambil menghadapkan wajahnya ke arah Reyhan.
"Entahlah aku juga tidak tahu," jawab Reyhan sambil mengedikkan bahunya.
"Seandainya dia menyukaimu bagaimana?" tukas Firza.
"Kita lihat nanti saja. Argh... sudahlah aku mau ke kamar dulu ya," jawab Reihan sekedarnya lalu meninggalkan sahabatnya. Supaya Firza tidak mencecarnya dengan berbagai pertanyaan lagi.
Namun, di balik tembok seseorang sedang mendengarkan pembicaraan mereka. Siapa lagi kalau bukan Adelia? Mendengar pembicaraan Reyhan dan Firza membuat hatinya sedikit remuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments