Reihan sedang menyiapkan kopernya untuk membawa keperluannya saat ke Bandung besok. Dia mengambil beberpa kemeja, jas dan celana panjangnya untuk persiapan acara pertemuan dengan orang perwakilan dari MR. Yamamoto dan pemilik Medica Center.
"Kau akan sedang apa nak?" Hilda yang kebetulan lewat di kamarnya menghampiri cucunya.
"Ini nek, besok aku ada pertemuan dengan klien besok di Bandung. Jadi aku mempersiapkan kebutuhan dulu". Jelasnya sambil menata pakaian ke koper.
"Apa kau pergi bersama Firza juga?"
"Tidak nek, besok ada pertemuan di kantor kita jadi aku meminta Firza dan Adellia menghandle".
"Lalu siapa yang akan menemanimu?"
"Lian nek".
"Baiklah kalau begitu. Oh iya, kau jangan lupa janjimu pada nenek ya, waktumu hanya satu minggu Reihan" wanita tua itu teringat akan taruhan mereka pagi tadi.
"Tentu saja nek, aku ingat. Lihat saja nek, aku pasti akan membawanya pulang bersamaku" Reihan sangat antusias dengan keinginannya.
"Kau seperti ayahmu. Jika sudah menginginkan sesuatu pasti kau akan melakukan apapun sampai kau mendapatkannya" Hilda tersenyum memperhatikan cucunya.
Setelah menata pakaiannya ke koper bawaannya. Reihan dan Hilda turun ke lantai satu untuk bergabung dengan Adellia, Sahnaz dan Firza dalam satu meja makan. Kemudiaan mereka menikmati makanan yang telah disajikan.
***
Pagi-pagi sekali Lian datang ke rumah Reihan karena memang acaranya akan diadakan jam sepuluh pagi, karena jarak Jakarta-Bandung yang tidak terlalu jauh Lian sengaja menjemput bosnya itu ke rumah. Supaya perjalanan lebih efektif.
"Lian, masuklah". Ujar Firza yang baru saja melihat kehadiran pemuda 25 tahun itu di teras bersama pengawal rumah mewah Pratama.
"Iya pak. Pak Reihannya apa sudah selesai?" Lian sedikit canggung kala Firza mengajaknya ke rumah itu. Firza ini memang sangat ramah jadi siapapun yang mengenalnya pasti akan merasa senang padanya. Reihan sendiri juga orang yang hamble pada setiap orang baik itu kalangan atas atau cuma karyawan tidak ada perbedaan perlakuan baginya.
Lama menunggu, Firza mengajaknya ikut sarapan dirumah itu bersamanya. Awalnya Lian menolak tapi akhirnya setelah dibujuk Firza, dia ikut sarapan dirumah itu.
"Bagaimana enakkan makanannya?"
"Sangat enak pak. Terimakasih pak sudah mengajak saya sarapan bersama".
"Iya tidak apa-apa. Oh iya itu Reihan". Mereka menoleh ke arah Reihan yang sedang menyuruh pengawalnya membawakan koper ke mobil lalu duduk bersama mereka. "Hai Lian. Wah kau sangat profesional sekali. Pagi-pagi kau sudah menungguku. Terimakasih ya Lian" Reihan mengacungkan dua jempol pada lelaki muda itu.
"Tidak pak. Ini hanya efisiensi waktu saja. Saya takut ada kemacetan dijalan makanya saya jemput bapak agak pagi" ujarnya sambil mengukir senyum pada atasannya itu.
"Hm" Reihan menganggukkan kepala setuju dengan pendapat karyawannya lalu menikmati sarapan yang telah disediakan.
"Firza aku berangkat dulu. Nenek mana?"
"Nenek, itu nenek bersama Adel" tunjuknya melihat nenek sedang berada di taman tak jauh dari tempat mereka sarapan.
Reihan menghampiri kedua orang itu "nek, Adel. Aku berangkat dulu. Lian sudah menungguku".
"Baiklah silakan" Hilda melontarkan senyumnya pada cucu trrcintanya.
"Hati-hati Reihan" Adellia menimpali sambil menatap Reihan penuh makna.
***
Perjalanan pagi itu tidak terlalu ramai karena orang-orang baru saja melakukan aktifitasnya. Hingga menuju tol perjalanan terasa sangat nyaman. Sekitar dua setengah jam mobil yang membawa mereka telah menuju kota Bandung, namun toba-tiba saja mereka dikejutkan dengan kumpulan para demonstran yang lagi berunjuk rasa.
Padahal jauh dari sebelum mereka memasuki jalanan utama kota itu terasa nyaman. Kemudian seorang pria mengetuk kaca mobil yang mereka tumpangi, si supir tidak mau membuka kaca mobil takut kalau-kalau itu penjarah. Lalu seorang aktifis datang menghampiri mereka. Barulah supir itu mau membuka kaca mobil.
"Pak sebaiknya anda putar arah. Disini sedang terjadi demo besar-besaran" lelaki itu sedikit berteriak karena sangat bising ditempat itu.
"Ini demo apa pak?" Tanya Lian penasaran.
"Demo meminta kenaikan gaji. Sudah tiga bulan gaji buruh pabrik yang berada di perusahaan sebelah sana belum diberikan. Para karyawan menuntut hak mereka" jelas pria itu sambil memperhatikan kedalam mobil.
"Ya sudah kita putar arah saja pak Rustam" pinta Reihan pada supir itu.
"Baik pak" dia menuruti keinginan bosnya itu. Mereka mengucapkan terimakasih pada lelaki yang berada diluar kemudian supir memutar arah mobil itu ke belakang.
Baru saja menginjakkan gas perlahan tiba-tiba dari jarak 500 meter dari mobil itu sekelompok masa datang menyerbu mobil mereka.
Pasti ada salah paham!!! Sekelompok massa itu mengira mobil mereka adalah mobil si pemilik perusahaan yang mencoba kabur dari demonstran. Mobil itupun menjadi sasaran amukan masa. Ada yang memukul mobil dengan kayu, sebagian melempari dengan batu dan parahnya lagi ada satu orang yang melepar bom molotof ke mobil itu dan seketika terjadi ledakan kecil dimobil yang Reihan dan Lian berada didalamnya.
Setelah melakukan peledakan orang itu menghilang dari kerumunan massa. Orang-orang yang melihat kejadian itu menjadi histeris mereka panik. Dengan cepat mereka memberi pertolongan ke mobil yang baru saja terkena ledakan. Mereka menghentikan api dimobil itu agar tidak semakin menyebar dan memperparah keadaan.
Pintu mobil dibuka, mereka menyelamatkan pak Rustam terlebih dahulu kemudian membuka pintu belakang mobil dan menyelamatkan Lian dan Reihan yang pingsan karena kehabisan oksigen.
***
Di rumah sakit, sebuah mobil Ambulance baru saja datang dan terlihat petugas rumah sakit mengangkat tandu korban kecelakaan mobil di jalan utama akibat demonstrasi. Terlihat pak Rustam yang sedikit terluka dipapah oleh seseorang menuju ruang UGD.
"Dua orang itu pingsan dan terluka parah. Segera bawa mereka ke ruang UGD untuk penanganan lebih lanjut"
Ujar seorang lelaki paruh baya yang mengenakan jas putih dengan stetoskop yang menggantung dilehernya sambil menuntun para pasien itu ke dalam ruang periksa.
Pak Rustam baru saja selesai diobati oleh perawat, ada jahitan ditangan dan sedikit luk memar dikepalanya akibat benturan.
Sedangkan Reihan dan Lian masih dalam penanganan dokter karena mereka duduk dijok belakang dan bom molotof itu meledak di dekat mereka, hingga serpihan pecahan kaca mobil mengenai mereka.
"Kita tunggu sampai dua jam ke depan sampai pasien yang satu sadar dan untuk pasien satunya kita akan segera mengoperasinya, karena sepertinya dia terkena benturan yang sangat kuat dikepalanya". Dokter tua itu menjelaskan pada perawat dan asistennya.
"Pak, untuk pasien yang akan di operasi, apa anda bisa menghubungi keluarganya?" Pinta seorang asisten dokter itu pada pak Rustam.
"Baik bu. Saya akan menghubungi keluarga beliau". Pak Rustam segera menghubungi Hilda melalui ponsel selulernya. Hilda ketika itu ingin menemui cucu-cucunya di kantor. Sekalian melihat kinerja mereka. Mendengar ponselnya berbunyi.
"Halo" seseorang dari kejauhan telah mengangkat telpon.
"Halo bu Hilda, ini saya Rustam. Mobil pak Reihan mengalami kecelakaan" lelaki berkumis itu memberikan kabar pada Hilda.
"Apa?!" Sontak saja Hilda histeris dan menjatuhkan ponselnya di kursi. Pandangannya tiba-tiba mengabur dan dia tak kuasa menahan tubuhnya hingga terhuyung ke arah kursi.
Firza yang melihat kejadian itu langsung memegangi tubuh Hilda agar tidak jatuh. Kemudian mendudukkannya di sofa. Sambil menyuruh pelayan memngambilkan minum untuk Hilda. Firza mengambil ponsel itu dan melanjutkan percakapan.
" Halo, ini siapa?" Tanyanya penasaran.
"Pak ino saya Rustam, pak Reihan mengalami ke celakaan. Beliau tidak sadarkan diri dan sekarang ada di Medica Center" jelas supir itu padanya.
"Baiklah aku akan segera ke sana" tukasnya. Panggilan dimatikan secara sepihak oleh Firza.
Firza menoleh ke arah Adellia yang sedang menenangkan Hilda si sofa. "Adel. Aku titip nenek padamu. Aku harus ke Bandung sekarang juga"
"Ada apa Firza, apa sesuatu terjadi pada Reihan?" Tanya gadis berambut pirang dengan poni indah itu padanya.
Sejenak Firza melihat ke arah Hilda yang sedang mengatur nafasnya pelan. "Aku harus menemui Reihan dia mengalami kecelakaan".
"Aku ikut denganmu" Adellia merasa gelisah ingin melihat Reihan.
"Sebaiknya kau jaga nenek dulu. Besok kau susul aku saja, kalau ada sesuatu yang penting kabari aku" pinta Firza padanya.
Dengan berat hati Adellia mengikuti permintaan Firza dan menemani Hilda kemudian mengantarnya pulang.
Adellia benar-benar khawatir. Takut terjadi apa-apa pada Reihan. Pikirannya benar-benar sangat kacau hari ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments