Pagi-pagi sekali Hilda, Sahnaz dan Adelia telah sampai di rumah sakit Medica Center. Mereka dengan cepat melangkahkan kakinya ke ruang ICU. Mereka tahu Reihan ada disana saat ini karena Firza telah mengabarkannya terlebih dahulu.
Diruang lain, Firza baru saja masuk ke ruang VIP. Ya, lelaki blewok bermata sayu itu baru saja melihat keadaan Lian, yang merupakan karyawan perusahaannya. Terlihat seorang anak muda yang terbaring lemah dengan infus ditangan kirinya dan tangan kanannya masih ada luka yang baru saja dibersihkan oleh perawat. Perawat itu mengganti perban ditangannya dengan telaten. Firza menatap perawat itu dengan saksama. "Sakinah?" Sapa lelaki itu padanya.
"Tuan Firza, anda sudah disini? Saya baru saja mengganti perban tuan Lian. Luka jahitnya masih belum kering tapi perbannya harus diganti agar lukanya tidak terinfeksi". Jelas wanita cantik yang sedang merapikan peralatan medisnya. Kali ini dia tidak menggunakan cadar hanya mengenakan baju gamis dengan jas putih dan jilbab besarnya. Tak lupa masker diwajahnya.
"Apa kau bekerja disini juga? Bukankah kau seorang guru?" Tanya Firza heran menatap wanita itu bingung
"Tidak tuan Firza, saya disini hanya membantu ayahku. Aku itu mahasiswa keperawatan diwaktu senggang aku mengajar ngaji anak-anak." jawabnya dengan lembut.
"Bagaimana bisa seperti itu?" Dia mengernyitkan dahinya.
"Tentu saja bisa. Ayahku pemilik rumah sakit ini dan aku sedang magang dirumah sakit ini. Saya permisi dulu ya. Masih ada yang harus saya kerjakan." wanita itu mengambil peralatan medisnya kemudian berjalan ke arah pintu.
Lian yang dari tadi melihat mereka hanya tersenyum kecil.
Firza baru paham. Ternyata wanita itu seorang mahasiswa keperawatan yang sedang magang di rumah sakit. Manis sekali ada perawat secantik itu yang akan merawat Lian dan Reihan.
"Lian bagaimana keadaanmu?"
"Beginilah pak. Masih belum bisa apa-apa. Maafkan saya pak, pekerjaan kita jadi tertunda karena insiden ini". Lelaki dua puluh lima tahun itu sedikit menyesali.
"Ini musibah kau tidak perlu menyalahkan dirimu. Lagi pula utusan dari Mr. Yakamoto telah datang ke sini dan melanjutkan serah terima gudang yang telah mereka janjikan".
"Syukurlah pak. Akhirnya mereka mau memberikan gudang untuk penyimpanan produk kita".
"Aku mau lihat Reihan dulu. Kau aku tinggal dulu".
Lian menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
Baru saja keluar dari ruang inap Lian, dia bertemu dengan Hilda,Sahnaz dan Adelia.
"Firza" panggil Adelia sedikit berlari kecil menghampirinya.
"Adel, nenek, tante Sahnaz. Kalian disini?" Lelaki itu terkesiap melihat tiga orang yang menghapirinya.
"Iya, mana Reihan?" Tanya Adelia dengan wajah cemasnya.
"Ayo aku antarkan kalian". Firza mengajak ketiganya melihat Reihan yang berada di ICU.
***
Saat berada diruang ICU. Mereka melihat Reihan dengan kondisi yang memprihatinkan dari balik kaca. Mereka bisa menjenguk Reihan ke dalam dengan syarat harus bergantian melihatnya dan diharuskan memakai pakaian rumah sakit juga masker.
Hilda mendapatkan giliran pertama untuk masuk ke ruangan itu. Dia memperhatikan cucunya yang tampan itu sedang tak berdaya. Tangan keriput itu mengusap pelan kepala lelaki itu. "Cucuku... kenapa keadaanmu jadi seperti ini? Nenek benar-benar tidak sanggup melihatmu seperti ini. Cepatlah bangun nak. Kami menunggumu". Ujar wanita tua itu sambil terisak melihat cucu kesayangannya tak berdaya. Sementara Adelia menatap mereka dibalik ruang kaca. Dia tak sanggup menahan kesedihannya. Firza merangkulnya dan meletakkan wajah wanita muda itu ke dada bidangnya kemudian mengusap lembut kepala gadis berambut pirang itu untuk menenangkannya. Sahnaz juga terlihat sedih dengan keadaan Reihan tapi dia sedikit risih melihat pemandangan didepannya saat Firza mencoba menenangkan putrinya, Adelia. Sahnaz mengawasi pria itu seakan ingin menepis tangan lelaki itu dari putrinya, namun pikirannya kembali waras saat mengingat itu hanya perasaan antara saudara dan tidak lebih.
Setelah lama menemani ketiga orang itu di ICU. Firza mengajak mereka duduk untuk menenangkan diri. Selang beberapa waktu, Sakinah datang mengecek kondisi kesehatan Reihan, seperti yang dilakukan para perawat yang mengurusi pasien. Diapun melakukan hal yang sama. Di dalam ruangan, dia mengecek suhu tubuh pasien dan mengukur tensinya, sepertinya ada respon dari lelaki itu saat wanita itu menggenggam tangannya untuk mengukur tensinya, sekilas ada pergerakan yang sangat pelan, gadis itu merasakanya, dia memperhatikan telapak tangan lelaki itu kembali, hanya saja dia meragukan gerakan itu saat dia memperhatikan tangan itu tidak merespon apa-apa. Mungkin hanya perasaannya saja.
Memang benar tangan lelaki itu memberi respon beberapa detik namun syaraf-syaraf ditubuhnya belum merespon sempurna. Membuatnya kembali seperti keadaannya semula. Setelah menyelesaikan tugasnya wanita itu keluar dari pintu ruangan itu.
Baru saja wanita itu keluar dari ruangan itu. Adelia menghampirinya dengan wajah frustasi "Berapa lama dia akan tetap seperti itu?"
"Nona bersabar ya. Doakan saja dia baik-baik saja. Itu yang bisa kita lakukan" wanita muda itu mencoba menenangkan.
"Tolong sembuhkan dia. Berapapun biayanya akan kiberikan agar dia bisa sembuh". Tutur wanita itu sambil menggenggam tangan Sahnaz.
"Kesembuhan hanya milik Tuhan. Percayalah cepat atau lambat tuan Reihan akan melewati masa kritisnya. Berdoalah" ujar wanita berhidung mancung itu sambil mengusap punggung tangan Adelia.
Hilda merangkul Adelia dan mengajaknya duduk bersamanya agar perasaan gadis itu menjadi tenang.
***
Seorang lelaki berjas hitam dengan kacamata hitamnya sedang duduk didalam mobil, dia mengawasi sekeliling tempat dia memarkirkan mobilnya, kini ponselnya berdering diapun segera menekan tombol hijau
"Halo Gerald, apa kau sudah menemuka orangnya?"
"Iya, aku sudah menemukannya dan baru saja menghajarnya!" Ujar lelaki bernama Gerald itu sambil menghujani pukulan diwajah pria muda yang kini terlihat bengap diwajahnya.
"Bawa dia sekarang juga ke mobil" titah lelaki itu padanya.
"Kau tunggu saja aku akan segera membawanya padamu". Lelaki itu menyandarkan pemuda yang baru saja dihajarnya ke kursi dan menyuruh anak buahnya untuk mengikat orang itu kemudian membawa pemuda itu ke mobil yang sedang menunggunya.
"Gerald. Akhirnya kau datang juga". Sambut pria yang sedang menunggunya dimobil. Pria itu sempat memperhatikan pemuda yang tangannya terikat dan tidak sadarkan diri akibat dibogem oleh lelaki bernama Gerald itu. Kemudian lelaki berkacamata hitam itu melajukan mobilnya.
Firza telah menceritakan semua kejadian penyerangan Reihan dan Lian pada Hilda dan kini Hilda sedang mencari tahu tentang pelaku penyerangan terhadap Reihan dan Lian. Tidak butuh waktu lama, seorang lelaki berjas hitam dan mengenakan kacamata hitam turun dari mobilnya. "Nyonya, orang itu telah kami temukan". Bisik orang kepercayaannya itu menghampiri dirinya yang sedang berada di rumah sakit.
Hilda beranjak dari tempat duduknya dan mengambil jarak dari Firza, Adelia dan Sahnaz.
"Sekarang tunjukkan padaku orang itu. Hamdan" Titahnya pada lelaki itu.
Firza merasa curiga dengan prmbicaraan neneknya dan Hamdan. Matanya terus mengawasi pergerakan sang nenek dan orang kepercayaannya itu.
Hamdan menyadari gerak gerik Firza. Dia segera mengajak wanita tua itu ke mobilnya yang berada tak jauh dari rumah sakit, tempat itu sedikit sepi.
Sesampainya dimobil. "Cepat buka pintu mobil itu aku ingin melihat wajah si bremgsek itu!!!" Titahnya. Hamdan segera membukakan pintu mobil itu dan terlihat seorang pemuda yang terlihat tak berdaya dengan wajah memar dan tangan terikat didalamnya. Wajah wanita tua itu menatapnya dengan sangat dingin. "Habisi dia!!!" Lanjut wanita itu pada orang kepercayaannya.
Hamdan mengambil pistol dari balik jasnya kemudian dia bersiap menarik pelatuk pistol itu.
"Berhenti!!!" Teriak seorang pria dari kejauhan.
Sontak saja Hilda dan Hamdan terperanjat dengan suara itu. Hamdan menghentikan aksinya. Mereka menoleh ke arah suara itu.
"Firza mau apa kau kesini?" Betapa terkejutnya Hilda saat mengetahui orang itu adalah Firza.
"Nenek jangan bunuh dia". Cegah Firza pada neneknya.
"Dia harus menerima hukuman, karena telah berani menyakiti cucuku" ujar Hilda penuh kebencian sambil menatap pemuda didalam mobil itu. Saat ini tidak terlihat wajahnya yang penuh kasih sayang. Wanita tua itu hanya menunjukkan wajah dinginnya.
"Kita serahkan dia pada polisi nek. Biar pihak berwajib yang memberikan hukuman". Firza mencoba meredamkan amarah Hilda. Dia sangat mengenal Hilda, jika sudah bertitah tidak akan ada lagi yang bisa mencegahnya. Dia tidak ingin Hilda menghabisi pemuda itu. Biar itu jadi urusan polisi saja.
"Tapi aku tidak bisa menerima karena sekarang cucuku belum juga membuka matanya" mata wanita tua itu terlihat memerah menahan tangisnya.
"Aku tahu itu nek. Mari kita selesaikan semuanya secara baik-baik. Nenek tidak perlu mengotori tangan nenek dengan melenyapkannya" lelaki itu mendekati sang nenek dan merangkul pelan tubuh tua itu. Wanita itu tidak bisa menahan tangisnya. Seketika air matanya menggenangi wajahnya. Firza memeluk Hilda dan mengusap punggung wanita tua itu untuk menenangkannya. Kemudian dia menyuruh Hamdan dengan isyarat untuk membawa pemuda itu ke kantor polisi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments