Baru saja Firza melangkahkan kakinya keluar rumah untuk menyusul Reihan ke Medica Center, tiba-tiba ponselnya bergetar. Dia memencet tombol hijau tanpa melihat penelponnya "halo"
"Halo, ini dengan tuan Firza?"
"Ya saya sendiri. Ada apa ya?".
"Saya Rexy perwakilan dari Mr. Yamamoto. Tadi saya sudah menghubungi Tuan Reihan tapi sepertinya ponsel beliau tidak aktif. Apa tuan Firza bisa menemui kami sekarang?" Pinta seorang utusan dari perusahaan Jepang itu.
Astaga bagaimana bisa aku melupakan meeting ini??? Sejenak Firza mengingat kalau hari ini mereka akan mengadakan pertemuan dengan perwakilan Mr. Yamamoto di Bandung. Tapi Reihan kecelakaan. Belum lagi pertemuan di kantor juga akan tertunda jika dia pergi.
Firza bingung dan panik. Akhirnya dia memutuskan untuk meminta Adellia mengurus pertemuan di kantor dan dia segera ke Bandung secepatnya atau orang Jepang itu akan membatalkan kerjasama mereka.
"Halo tuan, apa anda mendengarku?" Tanya Rexy yang masih menunggu jawaban orang yang sedang ditelponnya.
"Ah... iya tuan Rexy. Maaf, sebenarnya tuan Reihan sudah ke Bandung dari tiga jam yang lalu, tapi mobil yang membawanya kesana mengalami kecelakaan. Jika anda berkenan, apakah anda mau menunggu saya? Saya berjanji malam ini akan segera menemui anda" jelasnya pada lelaki itu.
"Astaga... saya turut berduka tuan, atas kecelakaan tersebut. Kalau anda tidak keberatan saya akan menemui tuan Reihan di rumah sakit dan bagaimana kalau setelah menemui tuan Reihan bersama kita lanjutkan pertemuan singkat saja". Ujar lelaki itu dengan tenang.
"Baiklah tuan Rexy. Kalau begitu yang anda mau. Maaf atas ketidaknyamanannya".
"Tidak apa tuan, saya tidak bermaksud mendesak anda hanya saja deadline saya sangat padat dan kesempatan untuk ke Indonesia lagi sangat susah. Saya tidak ingin Mr. Yamamoto kecewa".
"Baiklah sampai bertemu di Medica Center. Saya akan sharelock alamatnya untuk anda". Firza mengakhiri pembicaraannya dengan lelaki itu.
***
Di Medica Center, seorang wanita bercadar menemui lelaki tua yang merupakan dokter rumah sakit itu. "Ayah" panggilnya sambil masuk ke ruangan pria tua itu.
"Sakinah, kenapa kau tiba-tiba ke sini?" Tanya pria tua itu sambil menatap putrinya.
"Aki hanya ingin mengantarkan makanan ini untuk ayah" wanita itu menunjukkan kotak makanan yang dibawanya.
"Kau tidak perlu repot-repot begitu nak" dia memperlihatkan senyumnya.
"Tidak. Aku tidak repot. Kebetulan tadi sore aku memasak dirumah. Aku teringat pada ayah jadi aku masak makanan kesukaan ayah. Pasti ayah belum makan kan?" Gadis itu menepikan berkas-berkas yang menumpuk ke arah kiri sisi meja, kemudian membuka satu persatu kotak makanannya kemudian meletakkannya di meja kerja ayahnya. Pria tua itu tidak bisa menolak keinginan putri kesayangannya itu dan diapun makan dengan lahap makanan yang dibawakan putrinya. Tidak perlu waktu lama mereka menyelesaikan makan malam. Sakinah merapikan meja kerja ayahnya dan menyimpan kotak makanan yang sudah kosong ke dalam paper bag untuk dibawa pulang.
Firza baru saja turun dari mobilnya secepat mungkin dia melangkahkan kakinya ke resepsionis kemudian menanyakan ruang inap Reihan. "Pak, sini" panggil seseorang padanya.
Firza menolehkan wajahnya ke arah suara itu dan saat dia melihat seseorang yang dia kenal Firza langsung mengikutinya. Ternyata itu pak Rustam. Dia sengaja keluar sebentar dari ruang rawat untuk mencari Firza.
Dengan segera dia mengantarkan Firza.
"Disini ruangan pak Reihan dan Lian". Dia menunjukkan sebuah ruangan VIP pertama bisa dilihat Lian yang masih terbaring lemah. Tadinya dia sudah sadar dan melewati masa kritisnya, hanya saja pengaruh obat yang dikonsumsinya membuat dia harus beristirahat saat ini. Firza memperhatikan luka jahitan yang berada dilengan pemuda itu dan kondisinya cukup memprihatinkan. Dia menatap ke arah pak Rustam yang juga terlihat cidera dan ada bekas memar dikeningnya. Hatinya terenyuh bagaimana bisa ini terjadi pada mereka?
" pak antar saya ke ruangan Reihan. Abis ini saya mau bapak cerita kronologis kecelakaannya sama saya". Pintanya pada supir itu.
"Iya pak. Ruangannya ada disebelah" pak Rustam bergegas mengajak pria jangkung blewok tipis itu ke ruang ICU yang letaknya tidak jauh dari ruang rawat Lian. Lelaki itu memandangi dari balik kaca ruangan yang didalamnya seorang lelaki yang sedang terbaring tak berdaya. Kepalanya terluka dan diperban, untuk bernafas menggunakan alat bantu pernafas. Tak lupa kabel-kabel untuk alat bantu medis itu melekat ditubuh lelaki itu. Meskipun saat ini kondisinya lemah tapi bentuk tubuhnya masih memperlihatkan otot sixpack dirinya.
" Reihan" desahnya lirih kemudian menudukkan kepalanya menahan tangisnya. Ya, sahabatnya itu terlihat miris, membuatnya ikut merasakan betapa sakitnya Reihan saat ini.
"Bagaimana ini bisa terjadi?" Lirihnya.
Seseorang lelaki tua dan wanita muda berjalan ke arahnya. "Maaf tuan-tuan ini siapa?"
"Saya keluarganya pak" Firza menatap wajah pria tua itu.
"Perkenalkan Saya Thio, dokter yang menangani tuan Reihan dan Tuan Lian". Pria itu mengulurkan tangan dan mereka saling berjabat tangan.
Pria tua itu melihat raut wajah Firza yang murung dan sedih. Dia lebih mendekat pada Firza dan memegang pelan bahu Firza. " Tenangkan hati anda. Saat ini tuan Reihan baru saja melewati masa kritisnya. Doakan secepatnya beliau sadar dari koma". Ujar dokter yang bernama Thio itu menenangkannya.
Firza mengangguk pelan. Hanya saja saat ini matanya tetuju pada wanita muda bercadar di samping dokter itu yang berada disisi dokter itu. "Kau..."
"Ini putri saya Sakinah. Apa kalian saling mengenal?"
"Iya ayah, tuan ini dan temannya yang berada didalam sana, yang pernah bertemu denganku di depan rumah kita waktu itu". Jelasnya sambil menunjuk ke arah Reihan.
Firza hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Pandangannya beralih pada Reihan kembali "Dokter apa dia bisa sembuh seperti dulu lagi?" Raut wajahnya tampak khawatir.
"Kita doakan saja yang terbaik. Untuk saat ini saya sudah mengeluarkan serpihan kaca yang mengenai wajahnya dan sepertinya dia shock berat karena benturan keras dikepalanya saat terjadi penyerangan di jalan utama, membuatnya belum sadar sampai detik ini" jelas dokter itu.
Firza sedikit terkejut mendengar kata penyerangan. Bukankah tadi Rustam mengatakan itu kecelakaan? Pria itu menatap curiga pada Rustam.
"Saya pamit dulu mau mengantarkan putri saya keluar". Lanjut dokter itu sambil mengajak putrinya pulang.
"Silakan dok" dia memberikan jalan pada dokter itu.
Merekapun berlalu.
Matanya sekarang tertuju pada Rustam yang merasa sedikit bersalah karena tadi dia berbohong. Benar dia tadi bilang kecelakaan, tapi bukan bermaksud untuk menutupi kejadian itu hanya saja dia tidak ingin keluarga Pratama panik.
"Pak Rustam jelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi". Mode seriusnya terlihat dengan jelas.
Pak Rustam mendekatinya kemudian menjelaskan tentang penyerangan dan salah sasaran dari kelompok demonstran yang mereka alami saat mereka baru sampai di kota itu.
"Jadi ini penyebabnya? Aku mau pelakunya segera ditangkap" tangannya mengepal begitu kuat sehingga menampakkan buku-buku jarinya. Mukanyapun memerah menahan amarah.
Rustam mengangguk pelan pertanda memahami ucapan pria itu.
***
Rexy dan anggotanya telah sampai di rumah sakit. Mereka menuju ke resepsionis untuk menanyakan tentang keberadaan Reihan. Wanita muda yang berpakaian putih itu memeriksa komputer mencari pasien bernama Reihan, setelah dia menemukan nama tersebut diapun memberitahukan pada Rexy bahwa Reihan sedang berada diruang ICU. Tak butuh waktu lama mereka telah sampai diruang koridor. Terlihat Firza yang sedang fokus memperhatikan Reihan dibalik kaca.
"Tuan Firza" sapa lelaki bermata sipit itu padanya.
"Tuan Rexy anda sudah disini?" Firza membalikkan tubuhnya melihat lelaki itu kemudian berjabat tangan dengannya.
"Bagaimana keadaan tuan Reihan?"
"Dia belum sadar dari komanya" menatap lirih pada Reihan.
"Saya ikut bersimpati semoga beliau cepat sadar dari koma. Dan orang yang menemaninya bagaimana?"
"Lian sudah baik-baik saja hanya lagi tidur"
"Baiklah tuan Firza, mengenai diskusi kita yang tertunda bagaimana?". Ingatnya pada lelaki blewok tipis itu.
"Oh maafkan saya, karena kejadian ini saya sampai lupa dengan pertemuan kita" .
"Tidak mengapa tuan, kira-kira tempat yang bagus dimana?"
"Kita bicarakan di kantin saja tuan. Kebetulan saya hari ini akan menjaga Reihan jadi saya rasa kita cukup membahas urusan kita di kantin"
"Baiklah".
Setelah bersepakat mereka ke kantin untuk membahas gudang untuk investasi. Pertemuan cukup singkat saja hanya tiga puluh menit, sebagai tanda mereka pernah bertemu dan membahas proyek yang akan dijadikan laporan nantinya. Meskipun terkesan kurang kondusif atas kebesaran hati tuan Rexy kerjasama mereka akhirnya berlanjut. Firza bisa bernafas lega sedikit karena urusannya telah selesai dan sekarang tinggal menunggu Reihan sadar begitu juga Lian yang masih tidur karena pengaruh obat penenang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments