Asap Tak Dapat Digenggam
SAYA ORANG KAYA YAOMA YAOMA...SAYA ORANG MISKIN YAOMA YAOMA...KAMI MINTA ANAK SATU YAOMA YAOMA...
Menyusuri jalanan cor ini sambil berlari-lari kecil ditengah riuhnya anak-anak komplek yang sedang bermain bersama membuat beban pikiran Liona sedikit berkurang. Suasana seperti inilah yang selalu ia nantikan tiap akhir pekan. Matahari pun tampaknya sudah lumayan tinggi dibandingkan saat ia mulai lari pagi pukul 5.45 tadi. Hembusan angin yang lumayan sejuk pun membuat perutnya yang kosong mulai keroncongan minta di isi.
"Sayaang ... " teriak seorang pemuda jangkung berkulit putih beberapa meter di depan Liona. Penampilannya terlihat sangat mencolok dengan T-Shirt putih dan celana jeans serta rambut blondenya. Ia adalah Mike, Tunangan Liona.
"Tumben kamu pagi-pagi kesini," ujar Liona setelah menstabilkan nafas selama beberapa detik.
"Kenapa? Gak boleh? Aku kan mau lihat tunangan aku. Mengawali pagi dengan yang manis-manis itu bagus tau," jawabnya slengean sambil menarik tali hoodie Liona.
"Iiihh jangan, nanti putus... " teriak Liona engap karena tudung hoodie yang talinya ditarik menenggelamkan keseluruhan wajah dan kepalanya.
" Apaa? Kamu mau putus? Kenapa pu- "
"TALINYA ... " sergah Liona dengan perasaan dongkol.
Mike terkekeh seraya mengacak rambut Liona yang memang sudah acak-acakan. Liona yang tidak terima mulai melancarkan serangan tepuk menepuk ke arah mike. Begitu juga dengan mike. Kini mereka berdua tampak seperti dua orang bocil yang sedang berebut mainan. Saat Liona akan menepuk lagi, Mike menangkap tangannya dan langsung memeluk Liona.
"CIEEE PACARAAANNN..." sorak para bocil yang bermain yaoma tadi.
Liona malu bukan kepalang. Namun si slengean Mike malah semakin mempererat pelukannya.
"Biarin wlee... Makanya jangan jadi bocil," ujarnya dengan ekspresi mengejek.
"TEMAN-TEMAN... KEJAARR...," seonggok, eh sekumpulan bocah cilik mulai mengejar ke arah Liona dan Mike. Mike dan Liona pun segera masuk mobil dan meninggalkan anak-anak itu bersama debu mobil yang tersisa. Liona sempat menoleh ke arah kaca belakang mobil dan melihat sesosok berhoodie dan bermasker hitam di belakang sekumpulan anak-anak tadi.
Mike membawa Liona ke sebuah kios bubur ayam karena katanya Liona ingin makan bubur ayam. Menunggu pesanannya dibuat, pikiran Liona melayang pada saat pertemuan pertamanya dengan mike tiga setengah tahun lalu di kios bubur ayam. Saat itu mike terlihat canggung saat mengantri di depan Liona. Karena saat itu Mike memang baru pertama kali makan di kios pinggir jalan seperti ini. Mike besar dan tinggal di Singapura, kemudian pindah ke Indonesia tepatnya di kota Jambi ini untuk meneruskan bisnis papanya. Karena itu, bahasa Indonesia Mike masih belum begitu lancar. Jadi karena posisi Liona berdiri di belakang Mike, ia dengan sangat berbaik hati menjadi penerjemah antara Mike dan mamang buryam yang sudah hampir menangis menghadapi Mike dengan bahasanya yang super berantakan. Inilah awal mula Mike yang cool berubah menjadi slengean di depan Liona. Liona sendiri tidak menyangka bahwa pria ini akan menjadi tunangannya.
"...ang ... yang ... Sayaangg... " teriak Mike seraya menggerakkan telapak tangannya didepan wajah Liona. Ia pun segera tersadar dari lamunan.
"Mikirin aku ya? hehe, " ujarnya lagi dengan narsisnya. Liona yang tidak ingin ketahuan telah melamunkannya pun buru-buru menyendok bubur di depannya yang telah di sajikan entah sejak kapan.
KIW KIW... CUKURUKKUK... KUK GERU...
Terdengar dering notifikasi chat ponsel mike yang nyeleneh tapi anehnya tidak asing bagi Liona.
"Sayang, maaf banget. Selesai makan aku anter kamu pulang ya. Papa minta aku ke kantor. Ada kerjaan katanya. Biasalah aku kan si paling serbaguna di kantor, " ujar Mike dengan ekspresi bangga yang dibuat-buat.
"Dasar," batin Liona. Ia hanya menjawab dengan senyum dan anggukan sembari terus menyuap bubur yang sudah mulai dingin itu.
Matahari sudah hampir di atas kepala saat Liona sampai di rumah. Setelah Mike yang katanya buru-buru malah membawa Liona berkeliling kota dengan santainya. Liona kembali membuka sebuah poto di layar ponselnya. Ini adalah foto yang dikirimkan temannya semalam. Sejujurnya Liona memiliki beberapa kekhawatiran berkaitan dengan foto tersebut.
Pada akhirnya Liona menyerah menyimpan semuanya sendiri dan memutuskan untuk membagi beban fikiran kepada kedua sahabatnya, Airin dan Rachmi.
Aroma kopi menyeruak dari arah barista yang masih sibuk dengan kopi pesanan pelanggan. Liona menyeruput secangkir kopi yang terletak di depannya. Sementara Airin dan Rachmi sibuk melihat sebuah poto di ponsel Liona.
"Kamu yakin ini adalah Mike, Li?" tanya Airin kemudian.
Liona menggeleng. "Tapi jam tangan itu, aku ingat memesannya secara khusus melalui salah satu teman kerjaku, " sambung Liona lesu.
Yang sedang mereka bahas adalah sebuah potret yang menampakkan tangan laki-laki dan perempuan berpegangan tangan. Anehnya jam tangan yang di pakai laki-laki itu persis dengan jam tangan yang Liona hadiahkan pada Mike dua minggu lalu.
" Kamu bisa dapet foto ginian dari mana sih? " Airin mengernyit sambil melihat-lihat foto itu dari segala arah.
Ekspresi Liona mulai serius. "Itu dia yang bikin aku bingung. Kalian inget Fira, kan? Temen kerja aku sesama MUA. Dia yang kirim foto itu, " ujar Liona pelan dengan postur tubuh agak condong ke depan.
"Jangan-jangan dia... " curiga Airin.
"Aku tau kalian mikir kalo Fira sengaja kirim foto itu biar aku sama Mike berantem. Tapi... Dia udah berkeluarga, " tutur Liona
"Ya Ampun Liona, foto jam ginian kemungkinan besar kebetulan sama aja. Lagipula dunia ini kan luas banget, Li. Aku malah curiga si Fira itu sengaja cari-cari foto ginian buat adu domba kamu. Secara sekarang kan jamannya pelakor. Ga peduli tuh dia udah punya ataupun belum," seru Airin yang kemudian menyandarkan badannya ke kursi cafe.
Liona semakin dibuat bimbang, "Katanya si Fira kan dapet foto ini dari postingan orang nih, ya. Mungkin ga kalo pemilik akun yang posting foto ini dia sendiri?"
"Mungkin aja sih. By the way, username ig yang post foto ini apa? Pengen tau aja sih." Tanya Airin.
"Determinate Flowers." Liona dapat melihat sedikit perubahan raut wajah Airin ketika dirinya menyebutkan nama akun itu. Liona mengernyit.
"Udahlah lagipula kamu kan tau sendiri gimana perlakuan Mike sama kamu. Positif thinking aja ya." saran Airin dengan tawa canggungnya.
"Betul. Gimanapun juga, bukan sebentar aku kenal dengan Mike. Foto yang belum jelas kebenarannya itu bukan masalah besar, kan. Udahlah aku juga niatnya cuma mau cerita aja. Gak ada maksud curiga apa-apa. " ucap Liona.
Bohong jika Liona tidak memiliki sedikit kekhawatiran. Karena akhir-akhir ini Liona juga sudah merasakan ada gelagat aneh dari Mike yang berbeda dari biasanya. Tapi lucu rasanya jika sebuah foto tanpa wajah menjadi alasan Liona untuk mencurigai sang tunangan.
"Mungkin saja kebetulan. Ya, pasti begitu," gumam Liona pada diri sendiri.
"Betul. Lagipula ini perihal jam tangan saja kan. Di dunia ini apa yang gak ada duplikatnya, " ujar Airin sambil tertawa.
" Yah, bagus sih. Percaya itu boleh asalkan jangan sampai buta aja. Ntar jatuhnya bodoh. " sambung Rachmi yang sedari tadi hanya menyimak.
Liona menunduk. Ia tahu maksud Rachmi baik. Hanya saja kepribadiannya yang ketus dan terkesan acuh mudah membuat orang lain salah paham padanya. Liona sendiri merasa bersyukur memiliki dua orang sahabat yang selalu ada untuknya. Justru yang ia benci adalah sifatnya yang mudah sekali overthinking.
Di sisi lain, Airin menarik tangan Rachmi ke sudut parkiran setelah Liona pergi.
"Rachmi, aku tau kamu udah sahabatan lama sama Liona. Kok kamu tega sih ngomong kayak tadi. Kamu gak mikirin perasaannya tau gak!." seru Airin pada Rachmi yang masih menatapnya datar.
"Justru sahabat yang baik itu yang bersedia mencegah kehancuran sahabatnya bukannya menarik ke dalam kehancuran itu."
"Maksudnya kamu bilang aku muka dua? Huh... Aku tau sejak pertama kali Liona ngenalin kamu ke aku, ekspresi kamu udah gak bagus dilihat. Tapi denger baik-baik meskipun aku belum begitu lama dekat dengan Lio, setidaknya aku gak lebih buruk dari seseorang yang udah kenal dia selama lebih dari 10 tahun." ujar Airin seraya beranjak pergi.
Liona tidak pernah tahu pertengkaran antara dua orang yang dianggap sahabat karibnya itu. Sesosok berhoodie hitam dengan masker dan topi keluar dari balik tembok tempat Rachmi berdiri. Orang tersebut menyerahkan beberapa lembar potret kepada Rachmi lantas pergi. Rachmi menatap potret itu sejenak dan meng-klik send di aplikasi mobile bankingnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments