10

Liona menatap video rekaman cctv yang menampilkan sosok pria tinggi mengenakan topi yang menutup detail wajahnya. Anehnya, ia merasa familiar dengan postur tubuh serta gaya berjalan orang tersebut. Liona tidak ingin berburuk sangka, tapi ada satu nama yang mengganjal di hatinya.

"Mike?" batin Liona.

Liona tidak bisa untuk tidak memikirkan hubungan gelap antara Mike dan Airin. Ia merasa seperti salah mengenal Mike sebelumnya.

"Bahkan seseorang yang humoris dan tampak sederhana saja bisa menyembunyikan sesuatu yang besar seperti ini," sarkas Liona.

Liona mengirimkan potret Mike ke Galang. Hatinya berdegup. Ia merasa semuanya berjalan begitu cepat akhir-akhir ini.

"Jika benar kamu pelaku teror itu, toleransiku cukup sampai disini, Mike."

Jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Liona terduduk di sofa ruang tamu dengan ponsel yang tidak terlepas dari genggamannya. Masih setia menanti kabar dari sang ayah yang tak kunjung kembali. Mungkin malam ini akan menjadi malam yang panjang karena Liona sama sekali tidak bisa tidur atau hanya sekedar merebahkan tubuhnya saja. Pikirannya kalut.

Tiba-tiba sebuah ide melintas di kepalanya. Liona teringat kejadian pukul memukul ayahnya kepada Mike saat Mike ketahuan selingkuh beberapa waktu lalu.

"Apakah ayah melihat postingan terbaru akun Instagram itu?" Liona merasa semua itu masuk akal. "Jangan-jangan ayah pergi menghajar Mike untukku."

Liona gelisah. Jika dugaannya benar, maka pasti telah terjadi sesuatu pada ayahnya. Liona memutar nomor Galang di ponselnya namun tidak di angkat. Akhirnya ia meninggalkan sebuah pesan kepada Galang.

Tangannya agak ragu, namun ia mencoba memberanikan diri untuk memanggil nomor yang telah di blokir olehnya beberapa waktu lalu.

Tuutt ... tuuttt ... nomor yang anda tuju sedang ...

Liona mencoba lagi beberapa kali hingga terdengar suara di ujung telepon.

"Halo ... Sayang. Kenapa? Kamu merindukanku? haha ...." Suara berat dari seberang telepon membuat bulu roma Liona berdiri. Berbeda saat ia dan Mike masih memiliki hubungan dulu.

Liona berusaha keras menahan amarah yang hampir meluap. Ingin hati mempertanyakan pada Mike kebenaran dibalik foto mesranya dengan Airin. Tapi Liona ingat punya hal yang lebih penting.

" Dimana ayahku?" tanya Liona tanpa basa-basi.

"Cup ... cup ... apakah kamu tidak ingin menanyakan kabarku dan malah bertanya keberadaan ayahmu padaku, Sayang?"

"Stop. Aku sudah sangat muak dengan muslihatmu. Sekarang katakan, dimana ayahku? Dimana kamu bertemu dengan ayahku?"

"Dimana ya? Bagaimana jika aku tidak mau memberitahumu. Apa yang aku dapatkan jika aku memberitahumu, Sayang?"

"Orang jahat sepertimu tidak berhak melakukan negosiasi denganku. Aku tahu kamu g*la, tapi aku tidak menyangka kamu segila ini. Cukup ... katakan sekarang!"

Terdengar tawa dari seberang telepon. Liona merinding.

"A KU TI DAK TA HU," jawab Mike.

"Baji**an ...." Terdengar suara umpatan yang teredam dari ujung telepon.

Liona terbelalak. Suara sang ayah terdengar dari panggilan Mike.

"G*la ... dia benar-benar g*la!"

Jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Liona benar-benar tidak tidur semalaman. Ia terlihat gelisah dengan melihat layar ponselnya berulang kali. Agaknya ia menunggu kabar dari seseorang.

"Ya Tuhan ... apa yang harus kulakukan sekarang," desah Liona frustasi.

Galang tak kunjung memberi kabar terbaru. Liona benar-benar dibuat uring-uringan oleh Mike. Percakapannya di telepon beberapa jam lalu terputus begitu saja setelah Liona mendengar erangan tertahan yang mirip suara ayahnya. Liona mau tidak mau mengambil resiko untuk menemui Airin. Ia tidak tahu seberapa dalam hubungan antara Mike dan Airin, tapi barangkali ia tahu keberadaan ayahnya.

Airin sudah keluar dari rumah sakit beberapa hari lalu. Liona tidak memiliki pilihan lain selain menemuinya secara langsung. Karena semua kontak dan sosial medianya telah di blokir oleh Airin. Sejujurnya Liona belum siap untuk berhadapan dengan sosok sahabat sekaligus selingkuhan dari laki-laki yang kini telah menjadi mantan tunangannya.

Jalanan raya begitu senggang, lalu lintas tidak sepadat biasanya. Dalam waktu singkat Liona sudah tiba di depan pagar bercat putih bersih itu. Ia segera turun dari mobilnya. Sebuah mobil hitam tampak keluar setelah pagar itu dibuka. Liona bergegas mencegatnya setelah melihat sosok yang duduk di kursi belakang.

"Tunggu ... Stop ...." Liona berdiri di depan mobil tersebut. "Aku butuh tahu sesuatu. Bisa kita bicara?"

Bukannya keluar, mobil itu malah seakan-akan sengaja melaju walaupun Liona berdiri di depannya.

"Aku sudah tahu perbuatan kamu di belakang aku Airin. Kamu dan Mike ...." Liona setengah berteriak saat mobil hendak melaju lebih jauh. "Aku tahu ...."

Setelah laju mobil terhenti, Airin keluar dari mobilnya dengan perlahan. Wajahnya menunjukkan ketidakberdayaan.

"Berhenti memasang wajah seperti korban, Rin. Aku tidak memiliki simpati terhadap seseorang yang tidak memiliki hati," sarkas Liona yang sudah tidak bisa meredam amarahnya.

Airin melengos. Menatap nanar pada pepohonan di sampingnya.

"Jangan menghindari tatapanku!," seru Liona.

Keheningan sejenak menyelimuti suasana pagi hari yang lumayan dingin itu.

Liona tertawa sinis sembari berkata, "Aku bahkan tidak bisa untuk tidak menebak ayah dari anak yang pernah kamu kandung."

Tubuh Airin tampak menegang. Tangannya mengepal erat. "Ternyata kamu jahat, Li."

"IYA ... AKU JAHAT. LEBIH JAHAT DARI SEORANG SAHABAT YANG MENJALIN HUBUNGAN DENGAN TUNANGAN SAHABATNYA SENDIRI. BAHKAN ... BAHKAN HINGGA ...." Liona tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Ia mengisyaratkan dengan melihat ke bagian perut Liona.

Melihat tatapan Liona, Airin merasa tertekan.

"Iya ... itu Mike. Dia pelakunya. Aku benci mengakuinya tapi benar, dia ayah dari anak ini. Puas kamu!"

"Pelaku? Pelaku kamu bilang? Dimana ada pelaku menyebut orang lain sebagai pelaku juga," sarkas Liona.

"Kamu tidak tahu apa-apa. Jangan pikir kamu adalah satu-satunya orang yang tidak bersalah sedikitpun!" balas Airin.

"Ya ... aku memang tidak tahu apa-apa. Aku tidak tahu apa-apa hingga sahabatku sendiri bisa mengkhianatiku." Liona berusaha menahan amarah sebelum kata-kata yang lebih menyakitkan keluar dari mulutnya.

Setelah itu, Liona berbalik menuju mobilnya dengan cepat. Dadanya naik turun dan air matapun mulai jatuh di pipinya.

"Jalan Anggrek, rumah nomor 5 di pinggiran kota Jambi. Terserah kamu percaya atau tidak. Itu salah satu rumah pribadi Mike," ujar Airin yang melihat Liona beranjak pergi.

Liona berhenti sejenak. Lalu membuka pintu mobilnya dan melaju dengan kecepatan tinggi.

"Kenapa? Kenapa kamu memberitahuku? Kamu jahat, kamu tidak boleh memberitahuku. Aarrgghhh ...." Liona memukul kemudi mobilnya.

Untungnya jalanan agak senggang. Liona dengan gesit menyalip beberapa mobil di depan, terkesan ugal-ugalan. Namun akal sehat Liona sudah dibutakan oleh kekhawatirannya. Tangannya yang menggenggam stir tampak tegang. Pikirannya kalut.

"Mengapa dia melakukan ini? Dan apa tujuannya? Apa benar dia juga pelaku dibalik akun misterius itu? tapi mengapa dia mengarahkan pisau kepada dirinya sendiri?" pertanyaan demi pertanyaan yang merujuk pada Mike berputar-putar di kepala Liona.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!