12

Mobil yang di kendarai Galang dan Liona memasuki kawasan pinggiran kota Jambi. Sesuai alamat yang di sebutkan Airin, mereka menemukan bangunan rumah yang lumayan terpencil dari rumah penduduk lainnya. Sebuah rumah satu lantai berdinding bata merah yang tampak biasa saja. Namun tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya.

"Apa betul mereka ada disini?" Liona berjalan menuju sebuah jendela kaca dan mengintip ke dalamnya.

Galang melihat sekitar lalu menjawab, "Jika mendengar dari suasana sepi saat Mike menelepon tadi, betul ini tempatnya."

Mereka mulai mencari di sekeliling rumah dan menemukan bahwa pintu belakang tidak terkunci. Galang perlahan membuka pintu tersebut dan waspada terhadap serangan yang mungkin terjadi setelahnya. Namun setelah mereka memasuki ruangan, bukan hanya serangan, bahkan tanda-tanda adanya orang lain saja tidak ada.

"Kak, kita tidak salah rumah, kan?"

"Tidak," jawab Galang sambil menunjuk foto berbingkai yang terpajang di ruang tamu.

Liona tampak muram. Tampak wajah Liona berada di dalamnya. Foto tersebut di ambil saat Mike dan Liona berlibur ke pantai Bali 1 tahun lalu.

Galang menggeledah kamar-kamar yang ada sedangkan Liona masih berdiri di tempat semula. Ia berjalan menuju lemari televisi di bawah foto yang terpajang tadi. Liona mengernyitkan dahinya. Ia menemukan berkas-berkas yang tidak pernah ia duga sama sekali.

Bukti-bukti yang kuat bahwa pelaku yang mengontrol akun DF100 itu memiliki koordinat tepat di rumahnya membuat Liona kehilangan kekuatannya untuk berdiri. Mike pasti sengaja meninggalkan semua ini.

"Bagaimana bisa? Bagaimana bisa?" gumamnya pelan.

Jika di bawa ke pihak berwajib, dapat dipastikan bahwa ini dapat di pidanakan. Liona dengan cepat memasukkan berkas-berkas itu ke dalam tasnya. Lalu bergegas mencari keberadaan Galang.

"Kak," panggil Liona saat melihat Galang berdiri di sebelah meja makan. Ia tampak merapikan potongan kertas kumal yang nyaris hancur.

"Kemarilah dan lihat ini," ujar Galang.

Liona berjalan mendekat dan melihat potongan kertas tidak lengkap yang telah disusun Galang dengan banyak usaha.

"Hasil tes paternitas?" tanya Liona. "Kita tidak bisa melihat kepemilikan tes ini karena potongannya kertasnya tidak lengkap."

"Yang jadi pertanyaan, untuk apa Mike memiliki hasil tes paternitas? Apakah dia bukan anak kandung orang tuanya?"

"Masih banyak celah yang hanya bisa di jawab oleh Mike sendiri, kak. Kita harus segera menemukan Mike dan ayah. Aku yakin mereka belum lama meninggalkan rumah ini."

"Kita harus meminta bantuan polisi," ujar Galang tiba-tiba.

"JANGAN." Liona merespon dengan keras. "M-maksudku lebih baik kita jangan melapor dahulu. A-aku takut Mike bukan hanya sekedar mengancam saja. Keselamatan ayahku sangat penting, kak. Aku tidak memiliki kerabat selain ayahku di dunia ini."

"Tapi akan lebih mudah jika polisi membantu pelacakan dan pencarian, Liona," bujuk Galang yang bingung dengan sikap Liona.

"L-lebih baik sekarang kita mencari petunjuk lain. T-tapi kakak harus berjanji satu hal." Liona memegang lengan kanan Galang. "Jangan melapor pada polisi untuk saat ini, oke?"

Galang sedikit curiga dengan perubahan ekspresi Liona ketika ia menyebutkan tentang polisi. Namun pada akhirnya ia tetap mengangguk.

Ddrrrttt ... Drrrtt ...

"Halo, Sayang."

Terdengar suara laki-laki yang sangat familiar di ujung telepon. Mike sengaja mempermainkan Liona.

"Aku tebak ... kamu sedang berada di rumah yang baru saja kutinggalkan beberapa jam lalu, bukan?" Terdengar suara tawa mengejek yang ditujukan kepada Liona.

"Kemana kamu membawa ayahku? Katakan ... jangan main-main denganku, Mike!"

"Cup ... cup ... tenang saja. Ayahmu aman dan damai di sini."

"Apa yang sebenarnya kamu inginkan? Apa, Mike?" Liona sudah sangat frustasi.

"Kamu tenang saja, Sayang. Aku hanya membantumu melihat kebenaran yang selama ini di sembunyikan. Apakah kamu tidak penasaran? Oh ya ... sayang sekali hasil tes pat-"

Panggilan telepon itu terputus tiba-tiba setelah terdengar dentuman keras.

"Halo ... halo ... breng***k." Liona tidak dapat menghubungi nomor itu lagi setelahnya.

"Apa yang harus kita lakukan, Kak." Liona tampak panik. Ditambah lagi emosi yang terpancar dari suara Mike tadi tidak bisa dianggap main-main.

"Temukan apapun yang bisa kita jadikan petunjuk di rumah ini. Ayo ...."

Keduanya mulai menyusuri tiap sudut rumah namun tidak menemukan sesuatu yang bisa di jadikan petunjuk.

Liona berdiri di teras dan mengeluarkan berkas bukti dari tasnya. Kemudian mengeluarkan sekotak korek api yang ia ambil dari dapur. Ia merasa bersalah, namun jika berkas ini tidak dimusnahkan hanya akan membahayakan ayahnya. Egois memang, namun setelah dipikirkan kembali, akun DF100 itu memang tidak pernah memuat hal yang merugikan dirinya, dan hanya menunjukkan kebohongan dan rahasia yang hampir menyeretnya dalam keputusasaan. Walaupun ia sendiri skeptis bahwa ayahnya merupakan pelaku yang bersembunyi selama ini, tapi tidak ada salahnya mengantisipasi hal-hal yang mengganggu lebih awal. Ia pun mengambil kesempatan untuk membakar habis semua berkas itu saat Galang masih sibuk di dalam rumah. Tapi sebelumnya ia telah mengambil beberapa gambar dan menyimpannya di ponsel.

"Maaf hingga saat ini, aku akan memilih untuk memercayai ayahku. Terlepas dari apapun itu, aku yakin ayah punya alasan kuat dibaliknya. Maaf ... Maaf ..." gumam Liona sembari menyaksikan api yang perlahan merubah kertas-kertas itu menjadi serpihan abu lalu terbang bersama angin.

Yang tidak Liona sadari adalah Galang yang melihat semua adegan itu dari balik jendela. Namun ia hanya terlihat mematung tanpa menghentikan apa yang sedang di lakukan oleh Liona.

Drrtt ... drrtt ...

Ponsel Liona kembali berdering dan menampilkan nama Rachmi di layarnya.

"Halo ... halo, Li. Kamu dimana? Pulang sekarang. Om Dery ... om Dery ...," tutur Rachmi dengan nada panik.

"Katakan dengan jelas, Ra. Dimana dan apa yang terjadi dengan ayahku?

"Aku melihat Mike membawa paksa om Dery yang tangannya terikat dan mulutnya di lakban masuk ke dalam rumahmu, Li. Aku ... aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku akan minta bantuan," jelas Rachmi.

"A-apakah kamu memanggil polisi?"

"A-aku tidak memanggil polisi, Li." Rachmi tampak terdiam sejenak. "Ada sesuatu yang perlu kamu ketahui ... tapi terlalu sulit untuk di katakan sekarang dan melalui telepon. A-aku tidak bisa melapor polisi."

"Aku mengerti. Cobalah untuk meminta bantuan. Aku akan segera kesana."

Liona bergegas untuk memanggil Galang yang masih berada di dalam rumah. Namun saat berbalik, rupanya sosok Galang sudah berdiri di belakangnya.

"Kenapa kita tidak bisa memanggil polisi?"

Pertanyaan singkat dan to the point itu membuat Liona tercekat. Galang menatapnya sangat dalam hingga membuat napasnya sesak.

"I-itu ... itu .... " Liona tergagap hingga tak mampu mengeluarkan sepatah katapun.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!