15

"Angkat tangan dan jangan bergerak!"

Segerombolan polisi mendobrak pintu dengan paksa dan mengamankan tiga orang yang sempat terpaku menyaksikan tangan mereka digandeng petugas kepolisian. Polisi membawa ketiganya keluar.

Tampak Rachmi berlari menuju Liona yang masih belum sadar dengan yang telah terjadi.

"Pak, ini sahabat saya. Dia tidak terlibat dalam peristiwa ini. Dia adalah korban!" jelas Rachmi pada polisi muda yang berdiri di sebelah Liona.

"Kasus ini masih belum jelas. Jadi saudari Liona akan dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. Mohon kerjasamanya." Polisi muda itu menjawab singkat dan hendak menuntun Liona menuju mobil mereka.

"Ra ... kamu?" Liona mengernyit pada Rachmi.

Rachmi menggeleng dengan cepat. Seolah mengerti apa yang sedang ditanyakan oleh sahabatnya itu.

"Jika bukan Rachmi yang memanggil polisi, lalu .... " Liona menoleh cepat pada Galang yang berdiri di sebelah pintu. Tampaknya ia baru saja selesai bercakap-cakap dengan pimpinan polisi yang datang saat ini.

Liona melihat ekspresi Galang yang tidak normal. Agaknya ia merasa bersalah telah mengkhianati permintaan Liona.

"Ternyata kamu ...," gumam Liona.

Hal ini mau tak mau memang tidak bisa dihindari. Setelah pemeriksaan panjang, Mike di tahan atas tuduhan penculikan. Sedangkan pak Dery juga harus mendekam di balik jeruji besi karena perbuatannya membuat keresahan dan ancaman hingga hampir menghilangkan nyawa seseorang.

Dunia seakan berbalik dalam hitungan detik saja. Liona betul-betul tidak habis pikir dengan semuanya. Bahkan ayahnya tidak menyangkal satupun tuduhan yang dilayangkan padanya.

Liona menyusuri tiap sudut rumah yang kini hanya tinggal dia seorang. Memasuki ruang kerja ayahnya, mengambil foto-foto yang tersimpan rapi di laci meja. Ia ingat saat pertama melihat foto yang tampak usang itu. Ternyata titik hitam di hidung ayahnya itu bukanlah kotoran ataupun karena fotonya yang sudah tua, namun karena sang ayah kandung memang memiliki tahi lalat di bagian hidungnya.

Liona menatap lama pada foto itu. Mencoba membawa kenangan yang sempat terlupakan dari memori otaknya. Pusing mulai muncul di kepalanya. Liona mencoba berdiri dengan terhuyung-huyung.

"Aku harus bisa. Aku harus tahu kejadian yang sudah terlupakan itu. Kurasa semua yang dijelaskan ayah Dery belum lengkap. Jika ayah tidak mau memberitahuku semuanya, maka aku harus berusaha sendiri. Ayo Liona ...," bujuk Liona menyemangati diri sendiri.

Kepalanya benar-benar terasa seperti akan pecah ketika ponsel di sakunya berdering.

"Halo, Liona!" Terdengar suara Rachmi yang tampak tergesa dari telepon.

"Katakan perlahan."

"Laki-laki yang bersamamu waktu itu, Galang adalah sepupu Airin." Rachmi mengatakan kalimat itu dalam satu tarikan napas. "Ia juga yang menjadi pelapor atas kasus akun fake om Dery, akun yang menyebabkan Airin ingin mengakhiri hidupnya!"

"Iya ...," jawab Liona sendu.

"Hanya itu saja reaksimu?" Rachmi terheran-heran. "Apakah karena sudah terlalu banyak hal mengejutkan terjadi?"

Liona menarik napas panjang lalu menjawab singkat, "Aku perlu waktu."

Panggilan telepon itu terputus saat Liona terduduk lemas di sebelah meja kerja sang ayah.

"Tidak heran kamu begitu bersemangat membantuku, kak." batin Liona dengan senyum yang nyaris patah. "Memang benar bahwa hanya diriku yang bisa kupercaya. Atau juga tidak ...."

Suasana sore hari itu tampak damai. Awan putih yang berarak di hamparan langit luas menambah suasana indah kala itu. Kendaraan berlalu lalang di sepanjang jalan dengan kesibukannya masing-masing. Begitu pula dua orang yang sedang berinteraksi di dalam mobil yang berhenti di depan sebuah gang sepi.

"Segera pergi dan jangan kembali untuk saat ini!" ujar Rachmi kepada sosok pria bermasker hitam di depannya.

Rachmi menyodorkan segepok uang di amplop coklat kepada pria itu.

"Baik, saya akan menyingkir untuk sementara waktu," jawab pria itu seraya membenarkan topi hitam di kepalanya.

Pria itu turun dari mobil Rachmi dan segera menghilang di balik gang yang tampak sepi itu. Rachmi menoleh untuk memastikan situasi di sekitarnya lalu segera bergegas pergi.

"Harusnya sejak awal aku tahu jika orang itu berbahaya," gumam Rachmi yang masih fokus menyetir mobilnya. "Siapa namanya? Galang?"

Ddrrrtt ... Dddrrttt ....

Ponsel Rachmi berdering dan menampilkan kontak Liona di layarnya. Sudah hampir satu bulan berlalu sejak kejadian itu. Rachmi menatap lama pada ponsel itu sebelum mengangkatnya.

"Halo ... oke aku segera kesana," ujar Rachmi yang kemudian menambah kecepatan mobilnya.

Sementara itu, Liona yang sedang berada di rumahnya saat ini tampak gelisah memikirkan sesuatu. Galang memaksa untuk menemuinya terakhir kali dan menyebutkan tentang kecurigaannya terhadap Rachmi.

"Aku tidak akan melibatkanmu untuk kesalahan yang ayahmu lakukan. Tapi kali ini percayalah padaku ... tidak, jangan percaya siapapun. Aku yakin ada yang tidak beres dengan Rachmi itu."

Begitulah ujar Galang kala itu. Ia begitu kekeh mengatakan bahwa Rachmi terlibat dengan kasus sang ayah. Liona juga tidak percaya dengan mudahnya oleh perkataan laki-laki itu. Ditambah lagi fakta bahwa dia kerabat dari sahabat yang kini menjadi musuhnya sendiri. Tapi pada saat ini Liona melihat kembali pada sekumpulan potret yang menangkap keberadaan Rachmi dan ayahnya di satu tempat yang sama.

Ding ... dong ....

Terdengar suara bel rumah yang berbunyi. Liona sedikit mengintip dari jendela kaca di sebelahnya lalu bergegas membuka pintu depan.

"Kita pergi ya, Li? Kamu pasti butuh suasana baru sejenak untuk sekedar meringankan beban pikiran yang kamu tanggung sekarang," bujuk Rachmi yang duduk di tepi ranjang Liona.

"Galang datang menemuiku pagi tadi dan memberiku ini." Liona melempar pelan setumpuk potret yang ia lihat tadi. "Jika masih ada hal yang kamu tutupi, sebaiknya kamu beritahu aku sekarang, Ra."

"Inilah sebabnya aku mengajakmu kabur dari sini hingga situasinya membaik, Liona. Kita akan kembali setelah semuanya melupakan kasus ini!"

"Mengapa? Mengapa aku harus ikut denganmu?" protes Liona.

"Apa kamu tidak tahu dengan jelas? Aku bertanya-tanya apakah kamu benar-benar tidak menyadarinya, Liona?" Rachmi menatap Liona dengan penuh tanda tanya.

"Apa yang bisa aku ketahui? Aku tidak terlibat dengan ini semua," bela Liona di bawah tatapan sahabatnya itu.

Airin bergegas keluar dan memastikan semua pintu di rumah itu terkunci. Liona mundur tanpa sadar melihat sikap Rachmi.

"Liona ... dengarkan aku. Saat ini Galang masih menyelidiki tentang kasus ayahmu. Cepat atau lambat semuanya akan terbongkar. Dan kita tidak bisa diam saja. Kamu percaya padaku kan?"

Liona belum pernah melihat sorot mata Rachmi yang begitu serius seperti saat sekarang ini.

"T-terbongkar apa? Apakah bukan ayahku sendiri pelakunya?"

"Kamu pikir ayahmu pelaku? Kamu salah besar. Pelaku bukan sepenuhnya pelaku dan korban bukan sepenuhnya korban. Beberapa orang pandai memanipulasi keadaan. Begitulah yang terjadi saat ini."

"R-Ra ... a-apa maksudmu?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!