5

Liona terkesiap menyadari kejanggalan setelah sedan hitam itu melaju bebas ke jalan raya. Namun ia tak bisa lagi menghentikan Fiki. Selain itu tumitnya mulai terasa pedih sehingga membuat langkahnya sedikit pincang.

Sementara itu, sosok bertudung hitam tersenyum lega dari balik sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari tempat Liona berada. Sedari tadi tangannya tampak sibuk memotret segala yang terjadi pada saat itu.

Liona tampak agak terhuyung-huyung saat berjalan hingga tanpa sengaja hampir terjerembab ke bawah. Untung saja sebuah tangan kokoh menahannya. Liona buru-buru berdiri dan mengucapkan terima kasih.

"Liona, kan?" ujar pria tersebut.

Liona sedikit mengernyit melihat seorang pria yang lebih tinggi darinya itu. Pria itu memakai kaos dan kemeja yang tidak terkancing di bagian luar, dan juga mengenakan jeans hitam serta kets putih yang senada dengan kaosnya. Pria itu tersenyum ramah membuat Liona sedikit malu karena tidak mengenalinya.

"Maaf ...," ujar Liona pelan.

"Oh ... aku Galang, Galang Pramana. Ingat? Kakak kelas kamu semasa SMK. Kita juga sempat berada di satu organisasi yang sama, hanya saja aku mengundurkan diri lebih awal." Galang menoleh ke arah kaki Liona yang terluka. "Ngobrolnya sambil duduk saja, kaki kamu sampi lecet begitu. Atau mau ganti sandal saja?"

"Ya ampun... kak Galang. Yang dulu pernah bantuin aku bikin laporan kegiatan di organisasi, kan," ujar Liona seraya berjalan bersama Galang menuju kursi di dekat parkiran. "Gak perlu repot-repot kak. Cuma lecet dikit kok."

"Kamu duduk dan tunggu. Nanti aku balik lagi," ujar Galang yang segera pergi entah kemana.

Liona tidak sempat menghentikannya. Galang merupakan kakak kelas Liona semasa SMK. Liona memiliki kesan yang baik terhadapnya. Sayang sekali di tahun ketiga, Galang memutuskan untuk pindah sekolah. Liona juga kurang tahu alasan ia pindah sekolah.

"Maaf ... boleh aku bantu pasang ini?" tanya Galang yang telah kembali membawa plester luka dan sepasang sendal.

"Eh ... maaf kak ngerepotin. Biar aku pasang sendiri saja."

Galang terkekeh melihat Liona yang berusaha keras menempelkan plester luka di bagian belakang kakinya.

"Udah ... biar aku bantu saja, ya?" Galang menerapkan plester itu dengan hati-hati. " Tadi aku cari di toko sekitar gak ada yang jual sandal perempuan. Jadi kamu pakai sandal aku dulu, ya."

Akhirnya setelah beberapa perdebatan, Liona menyerah dan memutuskan untuk kembali dengan sepasang sandal jumbo di kakinya.

*****

Liona menghempaskan tubuhnya ke ranjang empuk kesayangannya itu. Akhirnya Liona di antar pulang oleh Galang sore tadi. Ada banyak hal yang tak terduga bersimpangan dengan Liona hari ini, mulai dari Fiki kemudian Galang. Mengingat tentang Fiki, Liona memiliki beberapa kecurigaan terhadapnya.

"Apa benar yang mengikutiku tadi adalah Fiki? Atau memang bukan?" gumam Liona. Liona tidak mengerti alasan Fiki berpura-pura pincang.

Liona membuka ponselnya dan melihat notifikasi yang ditunggunya sejak tadi. Tangannya sedikit tremor. Jantungnya berdegup kencang. Perlahan Liona buka balasan DM dari akun DF100 itu. Ada sebuah balasan teks dan sebuah lampiran foto.

"Jangan mencari tahu tentangku atau kamu akan MENYESAL. Jika kamu tidak berhenti artinya kamu setuju saya sebarkan foto ini."

Begitulah isi balasannya dan di bawahnya terdapat sebuah foto kertas. Liona mengklik foto itu. Matanya terbelalak kaget.

"I-ini ... ini ...."

Tampak potret sebuah kertas hasil USG dengan data diri lengkap Airin yang menyatakan kehamilan. Liona memegangi kepalanya yang mulai berdenyut. Lagi-lagi akun ini sumber rasa frustasinya. Liona menatap saksama mencoba mencari tanda-tanda editan di dalamnya namun nihil.

Drrttt ... Drrtt .....

Ponsel Liona berdering menampilkan kontak Rachmi di layarnya.

"Halo, Liona!" seru Rachmi cepat. "Ada sesuatu yang perlu aku bicarakan denganmu."

"Baiklah. Aku juga punya sesuatu yang harus kutunjukkan. Aku tunggu di kafe biasa, ya."

Setelah menutup panggilan, Liona bergegas menyambar tas yang terletak di atas mejanya. Karena terburu-buru, Liona menyenggol bingkai sebuah foto hingga jatuh berserakan.

Praaangggg ....

Liona berhenti dan membalik foto yang kacanya pecah berkeping-keping itu. Potret dirinya dan Mike saat hari pertunangan mereka terpampang jelas di dalamnya. Ada rasa sakit yang tak dapat di jelaskan kala menatap potret tersebut. Sudah lama sejak pertemuan terakhir mereka di taman Anggrek waktu itu. Selama itu pula Mike tak pernah tampak di depan Liona. Namun, bukankah ini yang Liona inginkan.

Perasaan sesak itu masih ada. Mengikhlaskan semuanya tidak semudah berbicara. Apalagi jika tidak ada kejujuran dan kejelasan masalah di antara keduanya.

"Sejak kapan aku meletakkan foto ini di atas meja? Kurasa semua sudah kumasukkan laci," gumam Liona. "Apakah betul adanya, karena seorang perempuan yang bahkan sangat kamu lindungi identitasnya hingga kamu tega menghancurkan hubungan kita, Mike?"

Liona memungut pecahan kaca yang berserakan di lantai. Namun karena melamun, tanpa sengaja tangannya tergores serpihan kaca itu.

"Sial, dadaku masih saja terasa nyeri," gumam Liona sembari menertawai diri sendiri.

Tidak ada waktu untuk merawat luka kecil itu. Liona bergegas pergi untuk bertemu Rachmi. Suasana kafe sore hari itu terasa damai. Berbanding terbalik dengan suasana hati Liona yang sedang kalut. Karena melamun Liona tidak mendengar seseorang memanggilnya hingga orang tersebut menepuk pelan di bahu.

"Kebetulan kita ketemu lagi ... boleh aku duduk semeja denganmu?" ujar laki-laki berambut hitam dengan gaya kasualnya.

"Kak Galang ... eh b-boleh silakan." Liona gugup karena terkejut.

"Sore-sore melamun di temani secangkir kopi memang enak ya," canda Galang. "Sendirian aja?"

"Tadinya janjian sama teman aku, Kak. Mungkin dia masih di jalan."

"Kalau begitu, boleh aku duduk disini sampai temanmu datang, kan?"

"Gak apa-apa kak. Duduk aja."

Drrtt ... Drrrtt ....

Dering panggilan di ponsel Liona menginterupsi obrolan mereka.

"Maaf kak, aku angkat telepon dulu ya?" ujar Liona yang di balas anggukan.

"Halo, Liona."

"Kamu dimana Ra, aku sudah nunggu lama tahu," oceh Liona pada Rachmi.

"Li, ada sesuatu yang harus aku selesaikan disini. Maaf ya ... aku gak bisa nyusul kamu ke kafe hari ini." Rachmi berkata penuh penyesalan. "Besok aja ya, aku traktir deh ... janji."

"Teman kamu gak jadi datang?" tanya Galang setelah Liona menutup teleponnya.

Liona tersenyum dan mengangguk, "Iya kak."

"Kalau gitu hitung-hitung kita reuni, ya."

Keduanya jatuh dalam obrolan seru hingga sepasang mata tertangkap sedang mengawasinya.

"Kak, aku punya sesuatu yang harus aku selesaikan. Maaf kak."

"it's okay ... nanti aku hubungi kamu, ya. Hati-hati di jalan."

Liona mengejar sosok yang mengawasinya sejak tadi. Namun segera kehilangan jejaknya lagi di parkiran, sama seperti waktu itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!