Seorang perempuan di kursi roda tampak melamun di taman rumah sakit. Matanya yang sayu dan bibirnya yang pucat seakan melukiskan kondisi mentalnya saat itu. Liona menghela napas panjang sembari menatapnya dari kejauhan. Bahkan jika ia berusaha menghiburnya, Airin hanya akan semakin mengamuk padanya. Liona teringat akan sikap ceria Airin sebelumnya, sayang sekali sosok yang selalu terlihat ceria itu kini seperti kehilangan separuh nyawa.
Matahari tampak sendu bersembunyi di balik awan. Burung-burung berkicau melengkapi suasana teduh sore hari ini. Para keluarga pasien pun tampak berlalu lalang di sepanjang koridor rumah sakit. Liona mengikuti Airin yang didorong oleh perawat untuk kembali ke ruangannya. Ia ikut bersimpati melihat kondisi sahabatnya. Setelah pertengkaran terakhir kali dengannya di ruang perawatan kala itu, Airin semakin kesepian. Hanya ditemani sang ibu yang setiap waktu harus bolak balik kantor dan rumah sakit karena tuntutan pekerjaan. Sedangkan ayahnya tidak mempedulikannya. Mungkin sang ayah masih marah dan kecewa atas segala yang terjadi.
Drrttt ... Drrttt ....
Dering ponsel Liona menghentikan langkahnya. Ia menatap ke layar ponselnya yang menunjukkan chat dari akun instagram misterius itu. Isi pesannya menunjukkan sebuah postingan terbaru darinya. DF100, Akun yang mengubah sebagian besar hidup Liona.
Liona tidak terburu-buru mengklik postingan itu. Ia malah membatin, " Aku tahu setiap kali postingan muncul, tidak ada kejadian bagus akhirnya. Aku harap postingannya kali ini bukan sesuatu yang akan aku sesali."
Liona memejamkan matanya dan mengklik layar ponselnya dengan cepat. Perlahan ia membuka matanya dan beberapa potret tidak terduga memasuki indra penglihatannya. Ia masih mencoba mencari letak kepalsuan dalam hasil jepretan foto tersebut, namun nihil. Matanya menyusuri tiap detail dalam foto lalu menatap pada koridor di depannya yang sepi.
Hatinya ingin menolak mentah-mentah informasi itu, namun apalah daya, setelah semua yang terjadi beberapa waktu belakang ini, tidak dapat di tampik Liona memang mulai memiliki keraguan terhadap semua orang bahkan dirinya sekalipun.
"Pantas saja." Liona tertawa sinis. Ia menertawakan dirinya sendiri yang begitu naif.
Ternyata sosok perempuan cantik yang terlibat skandal dengan mantan tunangannya, Mike, adalah orang terdekatnya sendiri. Sahabat yang telah di anggapnya sebagai bagian dari keluarga. Orang yang menjadi alasan keberadaannya di koridor rumah sakit saat ini. Bahkan hingga beberapa menit lalu, dengan bodohnya Liona masih mengkhawatirkan kondisi orang tersebut.
Liona merasa kesadarannya menurun drastis. Kakinya terasa melemah. Tangannya bersandar pada dinding putih rumah sakit itu. Di tangan kirinya menggenggam erat ponsel yang ingin segera dibantingnya. Tapi Liona tak lagi memiliki kekuatan.
Daripada kebenciannya kepada Mike dan Airin, ia lebih membenci dirinya sendiri yang dengan bodohnya tersenyum di atas pengkhianatan. Pikirannya tidak siap menerima kenyataan yang begitu mengejutkan itu. Sekali lagi ia tatap potret dua orang sosok yang begitu dikenalnya itu sedang berpose mesra dan sangat dekat. Ia merasa dunia sedang mempermainkannya seakan berbisik agar dirinya tak menaruh percaya kepada siapapun, bahkan kepada diri sendiri sekalipun.
Langkah demi langkah Liona susuri dengan sekuat tenaga yang tersisa. Langkahnya terhenti di depan pintu sebuah ruangan. Tampak dari kaca persegi di bagian tengah pintu, seorang perempuan tengah berbaring diam. Ingin rasanya Liona menerjang masuk dan meluapkan semua amarahnya. Namun ia gagal karena rasa simpati itu masih terselip di sela amarah yang di pendamnya.
Bayangan-bayangan saat pertama kali Liona cerita tentang kecurigaannya kepada Mike dahulu kembali menyeruak ke dalam ingatannya.
"Pantas saja ... kamu ... selalu berusaha menghapus kecurigaan itu," lirih Liona dengan amarah yang tertahan.
"Nomor yang anda tuju sedang berada di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi."
Akhirnya Liona kembali dengan lunglai. Kini bukan hanya Airin yang tampak kehilangan separuh nyawanya, namun Liona juga begitu.
Suara operator perempuan terdengar dari ujung telepon Liona. Sudah kesekian kalinya ia mencoba menghubungi sang ayah yang tak kunjung kembali hingga larut malam. Tidak biasanya beliau pergi tanpa kabar seperti kali ini. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 23.35 dan cuaca sedang tidak bagus malam ini. Liona mengganti telepon tujuan menjadi nomor salah satu rekan kerja ayahnya.
"Halo, Om. Ini Liona anak pak Dery. Liona mau nanya, Om lagi sama ayah gak ya?" tanya Liona setelah panggilan telepon tersambung.
"Waduh, Om memang lagi di kantor ini. Tapi pak Dery hari ini tidak masuk kantor. Nomornya juga tidak aktif. Om sudah berusaha menghubunginya dari siang tadi. Kerjaannya keteteran, jadi Om sama teman-teman yang lain terpaksa ngelembur untuk nyelesaikan kerjaan ayah kamu."
"Ayah gak ada di kantor, Om?"
"Iya, Nak. Tapi biasanya walaupun tidak masuk kantor, ayahmu selalu tepat waktu mengirimkan naskah-naskahnya dari rumah. Kami juga kebingungan kalau tidak ada kabar seperti ini. Memangnya sedang ada masalah ya, nak?"
"Oh ... eh ... gak papa, Om. Makasih ya. Maaf juga sudah mengganggu."
Liona merasa ada yang tidak beres. Apalagi naskah-naskah masih bertebaran di meja kerja sang ayah. Biasanya beliau akan langsung merapikan pekerjaannya jika ingin istirahat atau melakukan aktivitas lain. Pikiran buruk mulai menyelinap di benak Liona. Seraya memikirkan kemungkinan-kemungkinan lain, Liona mulai merapikan kertas-kertas dan alat tulis yang berserakan. Memasukkan kumpulan buku-buku kembali ke raknya.
Sebuah foto terjatuh dari dalam sebuah buku yang Liona pegang. Ia memungut foto tersebut, wajah cantik dan lembut wanita di foto itu membangkitkan kenangan di benak Liona.
"Ibuku yang cantik," gumam Liona seraya tersenyum.
Tampak pula dirinya yang masih bayi berada dalam pelukan sang ibu dan sosok laki-laki yang merupakan ayahnya di sisi kanan ibu. Foto itu tampak sudah tua dan usang sehingga muncul bintik-bintik di permukaannya. Wajah sang ayah pun jadi tampak seperti memiliki tahi lalat besar di hidungnya. Liona tertawa geli.
Drrrttt ... drrtt ...
Layar ponsel Liona menampilkan nama Galang di log panggilannya.
"Halo, Liona. Aku punya sesuatu penting yang harus kamu tahu," ujar suara dari ujung telepon.
"Ya kak. Ada informasi apa?"
"Untuk pelacakan nomor telepon yang menghubungi kamu di malam kemarin, maaf aku belum berhasil melacaknya. Butuh waktu lebih lama dan lebih rumit. Tapi ...." Galang berhenti sejenak. "Aku menemukan bukti pelaku tersebut."
"Beneran kak? Siapa orang itu? Apa aku mengenalnya?"
"Secara kebetulan aku menemukan jejak pencetakan foto-foto yang kamu tunjukkan kemarin di sebuah gerai fotokopi yang lumayan jauh dari sini. Aku berhasil menemukan ciri-cirinya dan aku juga berhasil meminta rekaman CCTV dari swalayan di sebelah fotokopian itu. Rekamannya sudah aku kirimkan. Orang ini mengenakan topi, tapi petugas fotokopi mungkin mengenalinya jika kita bisa memperlihatkan fotonya. Coba kamu lihat dahulu rekaman itu dan berikan foto orang-orang yang mirip dengannya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments