"Jangan kesana. Kamu sudah g*la ... " marah Rachmi sambil fokus menyetir mobilnya.
"Airin butuh bantuan kita, Ra," tandas Liona.
"Tapi kita harus paham kondisinya, Liona. Suasananya gak memungkinkan buat kita ikut campur."
Liona terdiam. Tidak bisa menyanggah perkataan Rachmi yang memang benar adanya. Kehamilan Airin diketahui oleh orangtuanya. Liona sangat paham bahwa kedua orangtua Airin memiliki kepribadian yang ketat dan keras. Namun masuk di tengah-tengah suasana rumah tangga mereka yang sangat tidak kondusif bukan hanya tidak menyelesaikan masalah, tapi malah akan membuat masalah semakin runyam. Bagaimanapun Liona juga tidak tahu seluk beluk perihal kehamilan itu. Bahkan sejujurnya Liona belum percaya seratus persen kebenaran tersebut. Jika saja Rachmi tidak mencegat Liona saat akan menyusul Airin tadi, mungkin kekacauan akan semakin parah.
"Kita pikirin lagi cara bantu Airin, ya. Tapi kita gak boleh gegabah," tutur Rachmi.
"Orang ini benar-benar tidak main-main. Seandainya aku dapat mengungkapkan lebih cepat pelaku di balik ini, semua kekacauan ini pasti gak akan terjadi," sesal Liona.
Rachmi hanya diam selama beberapa waktu. Lalu berbicara, "Tapi berkat orang itu pula, kamu tahu kebusukan Mike. Dan ... jujur tanpa orang itu, kita gak bakal tahu sebegitu bebasnya pergaulan Airin."
Liona mengernyitkan dahi. Memang betul yang dikatakan Rachmi. Namun bukankah itu sedikit keterlaluan membicarakan kesusahan orang lain.
"Ah ... maaf. Aku hanya bicara asal," ujar Rachmi.
"Jangan mengungkit tentang itu lagi di masa depan, apalagi di depan Airin. Dia pasti akan sangat sedih."
"Masa depan ...," gumam Rachmi yang hampir tidak terdengar.
Liona menceritakan kepada Rachmi tentang foto USG Airin yang dikirimkan melalui akun DF100 beberapa hari lalu beserta ancamannya. Begitu pula pertemuannya dengan Fiki. Ada sedikit perubahan di raut wajah Rachmi saat membicarakan Fiki. Liona menyadari perubahan itu. Rachmi cenderung berusaha menghindari obrolan tentang Fiki.
"Ada yang kamu sembunyikan, bukan?" tanya Liona.
"T-tidak ... memangnya aku menyembunyikan apa?" jawab Rachmi sambil tertawa canggung.
"Aku mengenalmu bukan satu dua hari saja, Ra. Sebenarnya apa yang kamu sembunyikan? Apa yang kamu ketahui tentang Fiki?"
"Aku bilang aku tidak menyembunyikan apapun."
"Rachmi ...."
"Li ... kamu percaya padaku, kan. Tolong, jangan ungkit apapun yang berkaitan dengan ... Fiki. Aku tahu ini tidak masuk akal bagimu. Tapi kamu harus melupakan Fiki. Dia tidak ada hubungannya dengan ini. Mungkin kamu yang terlalu mengaitkannya dengan masalah ini, Li," jelas Rachmi pelan.
"Apa maksudmu? Aku terlalu mengaitkannya dalam masalah ini? Maksudmu aku sengaja menariknya dalam semua kekacauan ini? Kamu gila ha? Aku bahkan baru melihatnya kembali beberapa hari lalu."
"Bukan begitu. Maksu-"
"Aku malah curiga dengan kamu yang begitu membela dan berusaha menempatkan dia ke posisi aman," sinis Liona.
"Kamu bahkan gak bisa membedakan mana teman mana lawan. Bagaimana bisa kamu bertahan hingga saat ini. Sia-sia ...."
"Apa maksudmu sia-sia?" marah Liona
"Huh ... sudahlah. Ini bukan saatnya bertengkar."
Liona mencoba menahan emosinya yang hampir mencapai puncak. Ia tidak boleh tenggelam dalam amarah jika ingin menyelesaikan masalah ini. Tapi apa maksud perkataan Rachmi bahwa Fiki tidak terlibat apapun. Jelas saat itu dia terlihat sangat mencurigakan. Begitulah pikir Liona.
Beberapa hari setelahnya, di kala langit tampak gelap dengan rintik kecilnya, Liona berjalan cepat menyusuri koridor rumah sakit yang terlihat sepi itu. Ia melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 11.00 Wib. Hari ini Liona mendapatkan kabar menggemparkan dari sang sahabat, Airin yang melakukan percobaan bunuh diri dengan menggantung dirinya di langit-langit kamar.
"G*la kamu pa! Anak kamu hampir m*ti di dalam sana dan kamu masih tega menekan mentalnya. Cukup ya pa, kita bicarakan lagi setelah kondisi Airin membaik."
"LIHAT ... kamu lihat. Itu anak kamu yang selalu kamu banggakan. Saya malu punya anak yang berantakan seperti dia. Hamil di luar pernikahan, bun*h dir-"
"CUKUP ...."
Terdengar perdebatan antara kedua orangtua Airin di luar pintu ruang perawatan. Langkah Liona terhenti. Ayah Airin yang tampak gusar segera beranjak meninggalkan Ibu Airin yang meraung dengan air mata. Liona sedikit menunduk saat ibu Airin berjalan melewatinya. Tatapannya dingin bahkan tanpa menyapa sedikitpun. Lantas, ibu Airin tampak mengejar suaminya yang sudah berlalu lebih dulu.
Perlahan Airin mendorong gagang pintu ruangan bercat putih itu. Tampak Airin yang terbaring lemah dengan tatapan kosong seperti tanpa emosi. Airin hendak memastikan kondisi Airin ketika Airin mulai berteriak tak terkendali.
"Aaarrrggghhhhh .... ngapain kamu disini. Bangs** ... Anj*** ...." Airin menatap Liona penuh kebencian yang membuat Liona mundur tanpa di sadari.
"A-Airin."
"Jahat. Kamu ngapain kesini. Kamu yang hancurin hidup aku. Ini ... Ini semua gara-gara kamu ...," teriak Airin dengan histeris.
"A-apa maksud kamu, Rin." Liona mulai bergetar.
"Kamu ... Kamu sengaja kan. Kamu sengaja nyebarin foto-foto itu kan. Sampai akhirnya orangtua aku tahu hal ini. Aku ... Aku hancur. Aku ... Kotor. Arrrggghhh ...."
Liona ditarik keluar saat dokter mulai menyuntikkan obat penenang kepada Airin. Di luar pintu ruangan sudah ada ibu Airin yang menatapnya penuh arti.
"Untuk saat ini dan seterusnya ... jangan temui anak saya lagi," ujar ibu Airin yang kemudian duduk tanpa bicara sepatah katapun.
Liona merasa hancur mendengar perkataan ibu Airin. Ia merasa sangat gagal menjadi seorang sahabat. Dan yang lebih membuatnya tidak habis fikir adalah pelaku dibalik ini semua. Liona sudah memutuskan untuk tidak mengusik segala hal yang berkaitan dengan akun misterius ini, namun pelakunya malah membuat kekacauan dengan mengirimkan foto-foto itu pada orangtua Airin. Akhirnya Liona benar-benar bertekad untuk menyingkap sosok yang menciptakan semua permasalahan ini.
Melalui info yang di dapat dari teman, kenalan serta koneksinya, Liona akhirnya memutuskan untuk meminta bantuan Galang untuk melacak pelaku ini. Mempertimbangkan Galang merupakan teman yang sudah Liona kenal dan mungkin saja hal ini akan lebih memudahkan pencarian mereka. Bukankah kenalan lebih baik daripada orang asing.
Selain itu, akhir-akhir ini Liona merasa agak tenang dengan keberadaan Galang yang selalu membantunya dalam beberapa hal. Ya, Galang memang sejak dulu suka membantu, begitu pikir Liona.
Liona berharap semuanya akan berjalan lancar dan baik-baik saja. Waktu pukul 7.30 malam saat Liona sampai di rumahnya sepulang menjenguk Airin. Menjenguk secara diam-diam tentunya. Ia ingin segera merebahkan tubuhnya ke ranjang yang empuk. Namun tidak sengaja ia malah hampir bertabrakan dengan Rachmi yang terburu-buru keluar dari pintu depan.
"Loh ... Ra. Kamu ngapain ke rumah. Bukannya aku sudah bilang kalau aku di luar?"
"Oh ... A-aku ...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
boludin amo a shiro
Keren abis, pengen baca lagi!
2023-11-17
1