NovelToon NovelToon

Asap Tak Dapat Digenggam

1

SAYA ORANG KAYA YAOMA YAOMA...SAYA ORANG MISKIN YAOMA YAOMA...KAMI MINTA ANAK SATU YAOMA YAOMA...

Menyusuri jalanan cor ini sambil berlari-lari kecil ditengah riuhnya anak-anak komplek yang sedang bermain bersama membuat beban pikiran Liona sedikit berkurang. Suasana seperti inilah yang selalu ia nantikan tiap akhir pekan. Matahari pun tampaknya sudah lumayan tinggi dibandingkan saat ia mulai lari pagi pukul 5.45 tadi. Hembusan angin yang lumayan sejuk pun membuat perutnya yang kosong mulai keroncongan minta di isi.

"Sayaang ... " teriak seorang pemuda jangkung berkulit putih beberapa meter di depan Liona. Penampilannya terlihat sangat mencolok dengan T-Shirt putih dan celana jeans serta rambut blondenya. Ia adalah Mike, Tunangan Liona.

"Tumben kamu pagi-pagi kesini," ujar Liona setelah menstabilkan nafas selama beberapa detik.

"Kenapa? Gak boleh? Aku kan mau lihat tunangan aku. Mengawali pagi dengan yang manis-manis itu bagus tau," jawabnya slengean sambil menarik tali hoodie Liona.

"Iiihh jangan, nanti putus... " teriak Liona engap karena tudung hoodie yang talinya ditarik menenggelamkan keseluruhan wajah dan kepalanya.

" Apaa? Kamu mau putus? Kenapa pu- "

"TALINYA ... " sergah Liona dengan perasaan dongkol.

Mike terkekeh seraya mengacak rambut Liona yang memang sudah acak-acakan. Liona yang tidak terima mulai melancarkan serangan tepuk menepuk ke arah mike. Begitu juga dengan mike. Kini mereka berdua tampak seperti dua orang bocil yang sedang berebut mainan. Saat Liona akan menepuk lagi, Mike menangkap tangannya dan langsung memeluk Liona.

"CIEEE PACARAAANNN..." sorak para bocil yang bermain yaoma tadi.

Liona malu bukan kepalang. Namun si slengean Mike malah semakin mempererat pelukannya.

"Biarin wlee... Makanya jangan jadi bocil," ujarnya dengan ekspresi mengejek.

"TEMAN-TEMAN... KEJAARR...," seonggok, eh sekumpulan bocah cilik mulai mengejar ke arah Liona dan Mike. Mike dan Liona pun segera masuk mobil dan meninggalkan anak-anak itu bersama debu mobil yang tersisa. Liona sempat menoleh ke arah kaca belakang mobil dan melihat sesosok berhoodie dan bermasker hitam di belakang sekumpulan anak-anak tadi.

Mike membawa Liona ke sebuah kios bubur ayam karena katanya Liona ingin makan bubur ayam. Menunggu pesanannya dibuat, pikiran Liona melayang pada saat pertemuan pertamanya dengan mike tiga setengah tahun lalu di kios bubur ayam. Saat itu mike terlihat canggung saat mengantri di depan Liona. Karena saat itu Mike memang baru pertama kali makan di kios pinggir jalan seperti ini. Mike besar dan tinggal di Singapura, kemudian pindah ke Indonesia tepatnya di kota Jambi ini untuk meneruskan bisnis papanya. Karena itu, bahasa Indonesia Mike masih belum begitu lancar. Jadi karena posisi Liona berdiri di belakang Mike, ia dengan sangat berbaik hati menjadi penerjemah antara Mike dan mamang buryam yang sudah hampir menangis menghadapi Mike dengan bahasanya yang super berantakan. Inilah awal mula Mike yang cool berubah menjadi slengean di depan Liona. Liona sendiri tidak menyangka bahwa pria ini akan menjadi tunangannya.

"...ang ... yang ... Sayaangg... " teriak Mike seraya menggerakkan telapak tangannya didepan wajah Liona. Ia pun segera tersadar dari lamunan.

"Mikirin aku ya? hehe, " ujarnya lagi dengan narsisnya. Liona yang tidak ingin ketahuan telah melamunkannya pun buru-buru menyendok bubur di depannya yang telah di sajikan entah sejak kapan.

KIW KIW... CUKURUKKUK... KUK GERU...

Terdengar dering notifikasi chat ponsel mike yang nyeleneh tapi anehnya tidak asing bagi Liona.

"Sayang, maaf banget. Selesai makan aku anter kamu pulang ya. Papa minta aku ke kantor. Ada kerjaan katanya. Biasalah aku kan si paling serbaguna di kantor, " ujar Mike dengan ekspresi bangga yang dibuat-buat.

"Dasar," batin Liona. Ia hanya menjawab dengan senyum dan anggukan sembari terus menyuap bubur yang sudah mulai dingin itu.

Matahari sudah hampir di atas kepala saat Liona sampai di rumah. Setelah Mike yang katanya buru-buru malah membawa Liona berkeliling kota dengan santainya. Liona kembali membuka sebuah poto di layar ponselnya. Ini adalah foto yang dikirimkan temannya semalam. Sejujurnya Liona memiliki beberapa kekhawatiran berkaitan dengan foto tersebut.

Pada akhirnya Liona menyerah menyimpan semuanya sendiri dan memutuskan untuk membagi beban fikiran kepada kedua sahabatnya, Airin dan Rachmi.

Aroma kopi menyeruak dari arah barista yang masih sibuk dengan kopi pesanan pelanggan. Liona menyeruput secangkir kopi yang terletak di depannya. Sementara Airin dan Rachmi sibuk melihat sebuah poto di ponsel Liona.

"Kamu yakin ini adalah Mike, Li?" tanya Airin kemudian.

Liona menggeleng. "Tapi jam tangan itu, aku ingat memesannya secara khusus melalui salah satu teman kerjaku, " sambung Liona lesu.

Yang sedang mereka bahas adalah sebuah potret yang menampakkan tangan laki-laki dan perempuan berpegangan tangan. Anehnya jam tangan yang di pakai laki-laki itu persis dengan jam tangan yang Liona hadiahkan pada Mike dua minggu lalu.

" Kamu bisa dapet foto ginian dari mana sih? " Airin mengernyit sambil melihat-lihat foto itu dari segala arah.

Ekspresi Liona mulai serius. "Itu dia yang bikin aku bingung. Kalian inget Fira, kan? Temen kerja aku sesama MUA. Dia yang kirim foto itu, " ujar Liona pelan dengan postur tubuh agak condong ke depan.

"Jangan-jangan dia... " curiga Airin.

"Aku tau kalian mikir kalo Fira sengaja kirim foto itu biar aku sama Mike berantem. Tapi... Dia udah berkeluarga, " tutur Liona

"Ya Ampun Liona, foto jam ginian kemungkinan besar kebetulan sama aja. Lagipula dunia ini kan luas banget, Li. Aku malah curiga si Fira itu sengaja cari-cari foto ginian buat adu domba kamu. Secara sekarang kan jamannya pelakor. Ga peduli tuh dia udah punya ataupun belum," seru Airin yang kemudian menyandarkan badannya ke kursi cafe.

Liona semakin dibuat bimbang, "Katanya si Fira kan dapet foto ini dari postingan orang nih, ya. Mungkin ga kalo pemilik akun yang posting foto ini dia sendiri?"

"Mungkin aja sih. By the way, username ig yang post foto ini apa? Pengen tau aja sih." Tanya Airin.

"Determinate Flowers." Liona dapat melihat sedikit perubahan raut wajah Airin ketika dirinya menyebutkan nama akun itu. Liona mengernyit.

"Udahlah lagipula kamu kan tau sendiri gimana perlakuan Mike sama kamu. Positif thinking aja ya." saran Airin dengan tawa canggungnya.

"Betul. Gimanapun juga, bukan sebentar aku kenal dengan Mike. Foto yang belum jelas kebenarannya itu bukan masalah besar, kan. Udahlah aku juga niatnya cuma mau cerita aja. Gak ada maksud curiga apa-apa. " ucap Liona.

Bohong jika Liona tidak memiliki sedikit kekhawatiran. Karena akhir-akhir ini Liona juga sudah merasakan ada gelagat aneh dari Mike yang berbeda dari biasanya. Tapi lucu rasanya jika sebuah foto tanpa wajah menjadi alasan Liona untuk mencurigai sang tunangan.

"Mungkin saja kebetulan. Ya, pasti begitu," gumam Liona pada diri sendiri.

"Betul. Lagipula ini perihal jam tangan saja kan. Di dunia ini apa yang gak ada duplikatnya, " ujar Airin sambil tertawa.

" Yah, bagus sih. Percaya itu boleh asalkan jangan sampai buta aja. Ntar jatuhnya bodoh. " sambung Rachmi yang sedari tadi hanya menyimak.

Liona menunduk. Ia tahu maksud Rachmi baik. Hanya saja kepribadiannya yang ketus dan terkesan acuh mudah membuat orang lain salah paham padanya. Liona sendiri merasa bersyukur memiliki dua orang sahabat yang selalu ada untuknya. Justru yang ia benci adalah sifatnya yang mudah sekali overthinking.

Di sisi lain, Airin menarik tangan Rachmi ke sudut parkiran setelah Liona pergi.

"Rachmi, aku tau kamu udah sahabatan lama sama Liona. Kok kamu tega sih ngomong kayak tadi. Kamu gak mikirin perasaannya tau gak!." seru Airin pada Rachmi yang masih menatapnya datar.

"Justru sahabat yang baik itu yang bersedia mencegah kehancuran sahabatnya bukannya menarik ke dalam kehancuran itu."

"Maksudnya kamu bilang aku muka dua? Huh... Aku tau sejak pertama kali Liona ngenalin kamu ke aku, ekspresi kamu udah gak bagus dilihat. Tapi denger baik-baik meskipun aku belum begitu lama dekat dengan Lio, setidaknya aku gak lebih buruk dari seseorang yang udah kenal dia selama lebih dari 10 tahun." ujar Airin seraya beranjak pergi.

Liona tidak pernah tahu pertengkaran antara dua orang yang dianggap sahabat karibnya itu. Sesosok berhoodie hitam dengan masker dan topi keluar dari balik tembok tempat Rachmi berdiri. Orang tersebut menyerahkan beberapa lembar potret kepada Rachmi lantas pergi. Rachmi menatap potret itu sejenak dan meng-klik send di aplikasi mobile bankingnya.

2

"TEGA YA KAMU, MAS..."

KU MENANGIS ... MEMBAYANGKAN BETAPA KEJAMNYA DIRIMU ATAS DIRIKU ...

Suara televisi memenuhi tiap sudut ruangan. Seorang pria paruh baya tampak duduk di atas sofa depan tv sembari menyangga sepiring ubi goreng. Liona yang baru saja memasuki ruangan dibuat geleng-geleng kepala.

"Ayah suka banget nontonin sinetron," ujar Liona sembari ikut duduk di samping pria itu yang tidak lain adalah pak Dery, ayahnya.

Pak Dery menoleh kemudian menyodorkan piring ubi ke depan Liona. Liona terkekeh. Ayahnya ini merupakan editor dari sebuah penerbit. Namun belumlah menjadi penerbit yang begitu besar. Aktivitas sehari-harinya duduk di depan monitor hingga membuat kemampuan penglihatannya menurun. Akibatnya, aktivitas sehari-harinya harus dibantu dengan sebuah kacamata.

"Dulu ibumu juga sering nonton sinetron. Tapi kamu tidak menegurnya," ujar pak Dery dengan ekspresi seperti orang yang dirugikan.

"iya dong. Ibu kan ratu di keluarga ini. Ratu harus di hormati dan di sayangi, kan," jawab Liona sambil tertawa.

"Kalau ibumu Ratu, berarti ayah adalah Raja. Jadi kamu harus menghormati dan menyayangiku," sanggah pak Dery dengan ekspresi serius yang malah membuatnya semakin terlihat konyol.

"Tapi ibu sudah tiada. Jadi ayah bukan Raja," goda Liona lagi.

"Justru karena itu ayahlah yang akan naik tahta, " ujar pak Dery tak mau kalah.

Akhirnya suara tv tenggelam dalam perdebatan aneh antara ayah dan anak itu.

Sejujurnya Liona khawatir dengan kondisi ayahnya yang semakin tertutup dari dunia luar. Terlepas dari pekerjaannya yang memaksanya menghabiskan waktu di depan monitor sepanjang hari. Padahal dahulu sebelum kepergian ibu Liona ke pangkuan Yang Kuasa, ayahnya adalah sosok yang ceria. Sekarang ayahnya lebih memilih melakukan pekerjaannya di ruang kerja saja dibandingkan menikmati suasana di teras seperti waktu dulu.

Mengingat tentang ibu, membuat hati Liona bergetar. Aisyah, ibu kandung Liona sekaligus istri pak Dery, merupakan sosok perempuan dengan perangai yang lemah lembut dan juga telaten. Ibu seringkali menjahit baju-baju sendiri untuk Liona dan ayahnya. Ibu Liona juga pandai memasak dan menata rumah. Mungkin itulah yang membuat pak Dery sangat mencintainya meskipun ibu Liona telah meninggal 15 tahun yang lalu. Mungkin juga ada penyesalan yang disangga oleh pak Dery atas kematian istrinya itu dalam tragedi kecelakaan motor.

Saat itu Liona hanyalah anak perempuan berumur 9 tahun yang menangisi ibunya yang telah tertutup tanah merah. Yang Liona tahu bahwa ibunya berniat untuk berbelanja keperluan rumah dalam kondisi sehat, namun bukannya pulang membawa belanjaan, beliau malah pulang membawa duka. Dunia yang tersusun indah sebelumnya hancur seketika. Bahkan setelah kematian ibunya, Liona sampai jatuh sakit.

Liona menghela nafas panjang memikirkan kenangan masa lalu itu. Kini ia telah menjadi perempuan dewasa. Melanjutkan kehidupan walaupun tanpa kehadiran sang ibu tercinta.

"Kematian memang takdir dari setiap makhluk Tuhan, Sayang. Tapi dunia akan tetap berjalan. Jadi ummi harap Lio jadi anak yang kuat dan membanggakan ayah Lio. Dengan begitu, ibu Lio juga akan bahagia di alam sana." Kalimat dari bu guru di sekolah dasar Liona selalu terngiang-ngiang di telinganya.

Saat ini Liona menyandang profesi sebagai make up artist yang telah dijalani sejak 5 tahun yang lalu. Bekerja sama dengan sahabatnya sejak SMP, Rachmi. Rachmi mengambil alih bisnis wedding organizer milik ibunya. Begitulah akhirnya pada 3 tahun yang lalu Liona juga bertemu dengan Airin, kenalannya semasa SMK yang akhirnya menjadi asisten sekaligus sahabat Liona.

Liona sangat bersyukur dikelilingi oleh orang-orang yang peduli padanya. Sudut mulutnya sedikit terangkat mengingat betapa bertolak belakang kepribadian dua sosok sahabatnya itu.

"Rachmi itu pasti tipe tsundere," ujar salah satu rekan kerja Liona.

"Emangnya tsundere itu apa?"

"Itu loh yang keliatan cuek tapi sebenarnya peduli. Aku sering baca di manga." Liona terkekeh dengan jawaban yang persis seorang wibu, padahal nyatanya dia penggila oppa korea.

Walaupun begitu, Liona bukannya tidak tahu sama sekali bahwa Airin dan Rachmi seringkali bersitegang. Namun ia juga tahu bahwa keduanya tidak memiliki maksud jahat.

Cuaca kota Jambi di bulan Desember ini berada di suhu 30 derajat. Awan berarak terbentang di hamparan langit biru. Liona menoleh dari pintu dapur ke arah Mike yang sedang duduk santai di sofa sambil memainkan game online. Siang ini Mike datang ke rumah Liona. Ingin melihat keindahan dunia, begitulah ujarnya yang dibumbui dengan kenarsisan yang tiada akhir.

"Iih ... jangan gangguin aku dulu!" teriak Liona saat mike secara iseng mengacak-acak rambutnya.

Alhasil Liona yang sedang membuat jus, mencak-mencak tidak jelas di dapur. Mike yang merasa bersalah mencoba kabur. Namun karena terburu-buru ia malah hampir menabrak pak Dery yang lewat di depan pintu.

"Eh ... Om. Gimana kabarnya, Om?" sapa Mike dengan gesture yang sedikit canggung.

"Hm ... baik," jawab pak Dery singkat kemudian berlalu menuju ruang kerja.

Mike bengong. Liona secara iseng memasukkan sepotong roti ke mulutnya. Kemudian Mike pura-pura merajuk.

"Sayang. Ayah kamu lagi ada masalah ya?" tanya Mike seraya mengambil posisi berbaring di sofa.

"Kayaknya kerjaannya lagi numpuk deh. Makanya judes gitu," jawab Liona sembarang.

"Oohh aku tahu!" seru Mike tiba-tiba.

"Tahu apa?"

"Ternyata kegalakan dan kejudesan kamu itu turunan," ejek Mike seraya melindungi kepala dari serangan bantal sofa Liona.

"Sembarangan. Oh ya, tumben kamu gak pake jam tangan yang aku kasih," tanya Liona setelah adegan timpuk menimpuk.

"Jam?"

Liona menaikkan sebelah alisnya melihat ekspresi bingung Mike. Hatinya agak berdegup.

"Ya Tuhan. Aku lupa. Jamnya aku titip ke temen aku untuk di service, Sayang. Maaf ya aku gak sengaja ngejatuhin jamnya," ujar Mike penuh penyesalan.

"Kok bisa. Kapan kejadiannya?" selidik Liona.

"kayaknya sekitar 2 minggu lalu sewaktu aku buru-buru mau ketemu papa deh. Emangnya kenapa, Yang?"

"G-gak kok. Lain waktu kita beli yang baru aja ya," jawab Liona dengan perasaan sedikit lega.

"Barang dari ayang aku gak boleh di sia-siakan dong," tukas Mike.

"Sepertinya postingan itu diunggah 2 hari lalu. Atau memang kebetulan aja ada yang sama, ya? Mungkin saja iya," batin Liona menenangkan hatinya sendiri.

Liona menoleh ke arah Mike yang masih asyik memainkan game di ponselnya. Ia merasa bersalah telah mencurigai sosok laki-laki itu.

"Lio ... tolong buatkan ayah secangkir kopi tanpa gula, Nak!" seru pak Dery dari arah ruang kerjanya.

Liona segera beranjak ke dapur. Dan saat kembali, Liona melihat pemandangan aneh dimana ayah dan tunangannya duduk berdampingan di sofa. Mereka sibuk menatap layar ponsel yang menampilkan grafik game online. Liona tertawa kecil.

Jarum pendek telah menunjukkan pukul 5 sore saat Mike pulang. Sejujurnya ada yang janggal dengan sikap Mike saat buru-buru pamit tadi. Gesturenya terlihat agak canggung dan cenderung menghindari tatapan mata Liona.

“Atau hanya perasaanku saja," batin Liona.

Malam ini Liona iseng men-stalk akun instagram Determinate Flowers. Yang ternyata telah berganti nama menjadi DF100. Entah apa arti dari username tersebut. Jari jemari Liona dengan aktif mengklik akun tersebut. Bukan apa-apa, hanya saja ia merasa lucu karena secara kebetulan Fira menemukan akun tersebut. Padahal itu merupakan akun kecil yang bahkan tidak memiliki satupun pengikut dan hanya mengikuti instagram official. Lagipula hanya ada satu postingan saja di dalamnya. Hanya saja bio akun itu sedikit menarik perhatian.

“You find me, then I will your secret."

(Kamu menemukanku, maka akan kutemukan rahasiamu).

“Tsk ... Apakah ini semacam permainan teror anak-anak?” gumam Liona setelah membaca tulisan aneh itu. Lagipula Liona berfikir bahwa itu hanyalah akun iseng. Dan akhirnya hal itu segera terlupakan di tengah kesibukannya.

3

Apakah kau menemukan sesuatu yang kau cari, Sayang?

Tangan Liona gemetar dan berulang kali membaca DM instagram dari akun yang sempat di anggap iseng itu. Jari-jarinya tergenggam erat manakala mengklik sebuah postingan terbaru darinya.

“Mike ... gak, gak mungkin ... ini gak mungkin. Perbuatan iseng siapa ini? Ayolah berhenti bermain-main.” Liona terus bergumam tidak jelas. Ia sendiri bingung harus bagaimana.

Drrttttt ... Drrrttt ....

Ponsel Liona bergetar dan terpampang nama Mike di layarnya. Namun Liona hanya bergeming. Panggilan telfon terus berbunyi memecah kesunyian. Bukannya segera mengangkat, Liona malah mematikan volume dering ponsel pintarnya. Ia terduduk di sisi ranjang tempat tidur. Potret dalam postingan itu masih tergambar jelas di benaknya. Sosok Mike yang sangat dikenalnya sedang menggendong seorang perempuan sambil berciuman mesra. Segala rencana masa depan yang telah ia susun perlahan hancur berantakan. Liona mengusap air mata yang entah sejak kapan mulai mengalir deras.

Tok ... tok ....

Terdengar ketukan dari luar pintu kamar Liona. Ia bergegas merapikan pakaian dan mengusap matanya yang sembab.

"Apa yang terjadi, Nak?" tanya pak Dery dari luar pintu yang masih terkunci.

Saat itu juga Liona tak mampu lagi menahan air mata yang semakin menggenang di pelupuk matanya. Terlebih suara sang ayah yang terdengar khawatir membuat dadanya terasa sesak.

Karena tidak ada ada jawaban. Pak Dery mengulangi ketukan di pintu.

"Nak, kamu baik-baik saja?"

"I-iya. Aku gak papa, Yah. Tadi a-ada kecoa di kamar yang bikin kaget," jawab Liona setelah beberapa saat.

"Buka dulu pintunya, Nak."

"Nanti ya, Yah. Lio sedang ganti baju sama nyiapin alat make up." Liona berbohong. Ia hanya tidak ingin ayahnya melihat keadaan yang kacau ini.

"Kamu ada job hari ini, Nak? Ya udah kamu siap-siap dulu. Ayah di ruang kerja ya. Jangan lupa pamit sebelum berangkat," ujar sang Ayah.

Liona menatap layar ponsel yang tadi diabaikannya. Ada 25 panggilan tak terjawab. Sederet chat masuk dari nomor yang sama yaitu Mike. Jari-jari Liona mengetikkan sebuah balasan.

'Jangan ke rumah, aku sedang di luar. Ayo ketemu di taman Anggrek.'

Setelah mengirimkan balasan, Liona segera pergi dengan peralatan lengkap MUA agar sang ayah tidak curiga.

Suasana sore hari ini terasa damai. Kendaraan lalu lalang tak merusak kesegaran di taman Anggrek yang ditumbuhi banyak pohon. Namun ada suasana suram di sudut taman saat ini.

"Aku bisa jelasin ... foto itu gak seperti yang kamu pikirkan, Sayang!" jelas Mike.

Liona menarik napas dalam-dalam. Mencoba mengontrol emosi yang kian membuncah.

"Oke ... jelasin sekarang!" suruh Liona.

"I-itu foto lama. Iya itu foto lama," jelas Mike gugup.

"Foto lama?" Liona menghela napas berat. "Kamu gak nyangkal bahwa kamu memang orang di foto itu."

"A-aku .... " Mike terdiam.

"Mike, aku gak sebodoh yang kamu kira." Liona menatap Mike dalam. "Kamu kira aku percaya itu foto lama. Mike, Ayolah. Bahkan saat pertama kali kita ketemu, kamu masih seseorang yang belum bisa berbahasa Indonesia dengan lancar. Jadi kapan foto itu diambil? Setelah kita menjalin hubungan? Itu sama aja kamu mengkhianati aku."

"Aku gak selingkuh," tegas Mike.

"STOP ... jam yang kamu pakai di foto itu ... dari aku, kan? Cincin yang kamu pakai juga ...." Liona mengangkat tangan kanannya yang terpasang sebuah cincin. "Cincin tunangan kita. Brengsek ... apa kamu tidak merasa canggung saat berkencan dengan perempuan lain mengenakan cincin itu?"

"A-aku gak bisa jelasin semuanya sekarang. T-tapi aku janji bakal jelasin semuanya perlahan, ya?" bujuk Mike.

"Aku sudah memberimu kesempatan dan kamu tidak mau menjelaskannya, Mike?"

"Aku tau ... aku tau. tapi ini bukan waktu yang te-"

"STOP ... seandainya kita gak ketemu, Mike. Aku gak akan jatuh cinta sedalam ini. Apalagi yang kamu sembunyiin dari balik sikap manis kamu selama ini. Aku ... Aku salah apa denganmu?" potong Liona.

"Sayang ... Say-"

"Sejak kapan?" sela Liona.

"Sayang kamu gak percaya sama aku?" lirih Mike.

Liona menunduk. Dadanya terasa begitu sesak. Semuanya berjalan sangat cepat hingga tidak memberinya waktu untuk berpikir.

"Siapa? Siapa perempuan itu?"

" LIONA ...."

Tanpa sadar Liona mundur beberapa langkah karena terkejut. Laki-laki yang biasanya sangat lembut itu sekarang membentaknya. Bahkan menyebut namanya dengan penuh amarah. Laki-laki yang selalu mengekor dan memanggilnya sayang kini terlihat sangat kacau. Hanya mengenakan kaos putih pendek, celana hitam dan sepasang sendal biasa. Terlihat bahwa ia panik dan terburu-buru untuk menemui Liona.

"Argh ... Brengs*k," caci Mike yang lantas membogem dinding di sebelahnya.

Liona bahkan tidak bisa lagi menangis ataupun marah. Ia hanya bergeming dan sedikit takut.

"Sayang ... Sayang, aku ... aku gak bermaksud bentak kamu," ujar Mike panik saat menyadari raut ketakutan di wajah Liona.

"Siapa dia?"

"Sayang ...," Mike hendak meraih tangan Liona ketika Liona menepisnya.

"Sampai akhir ... kamu tetap melindungi dia? Perempuan itu?" lirih Liona tak percaya.

Keduanya lantas terdiam. Hanya embusan nafas berat yang mengisi kekosongan itu.

"Sayang ... Liona. Aku ... aku pasti bakal jelasin sejelas-jelasnya sama kamu. Kamu harus percaya, ya?" bujuk Mike frustasi.

"kenapa gak sekarang? ada yang kamu rahasiakan? Mike ...."

Mike mengacak-acak rambutnya. Penampilannya sudah tak karuan.

"Pergi ... PERGI !" usir Liona.

"Aku ... aku pasti bakal nemuin kamu dan jelasin yang sebenarnya terjadi. Sayang ...."

"Stop panggil saya dengan sebutan menjijikkan itu!"

"Aku pasti kembali. Aku pasti bakal jelasin ke kamu. Tunggu aku," ujar Mike lalu pergi dengan langkah gontai.

Liona terduduk lemas setelah kepergian Mike. Sosok lelaki yang membuat percaya pada cinta malah mengkhianati kepercayaannya. Liona menatap layar ponselnya. Ada panggilan masuk dari Airin.

"Li, kamu dimana?" tanya Airin dengan nada khawatir.

"Taman Anggrek Kota," jawab Liona singkat. Kepalanya mulai berdenyut.

Tanpa disadari, sesosok berhoodie hitam berdiri tak jauh dari tempat Liona berada.

******

Airin menoleh pada sahabatnya yang duduk diam di ranjang. Setelah menyusul Liona di Taman Anggek Kota tadi, Airin segera membawanya kembali. Namun karena Liona tidak ingin membuat ayahnya khawatir, akhirnya Airin membawanya ke rumah Rachmi. Bagaimanapun Airin tidak bisa membawa Liona kerumah karena ada orangtua serta saudaranya. Ia takut masalah ini malah menjadi semakin runyam.

Airin membuka akun Instagram DF100 di ponselnya. Tangannya sedikit bergetar. Menoleh pada sang sahabat yang bagaikan kehilangan separuh jiwanya, tangannya mengepal kuat. Karena sedikit tremor, tanpa sengaja Airin mengklik follow. Dengan panik ia segera meng-unfollow akun tersebut. Pikirannya ikut kalut. Rachmi yang masuk ke ruangan dengan membawa dua gelas teh hangat menginterupsi Airin dari segala pemikirannya.

"Airin ... biarin Liona menenangkan dirinya terlebih dahulu. Ayo kita bicara di luar," ajak Rachmi.

Setelah itu, Liona tidak tau apa yang terjadi. Semuanya terasa seperti mimpi buruk yang ingin segera ia akhiri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!