"Juna, aku akan ke kota sebelah besok. Aku titip Rain ya," ucap Freya saat mereka ada di kamar berdua. Juna masih sibuk dengan pekerjaannya sementara Freya sedang tiduran di sofa sambil menghafal naskahnya.
"Buat apa? Bukannya kamu masih cuti?" tanya Juna datar.
"Syuting film terbaru. Jadwalnya dimajukan." jawab Freya. Paling malas rasanya jika ia harus pamit ke manapun ingin pergi. Ia terbiasa bebas sejak dulu, tapi sekarang sudah punya suami, artinya kemanapun harus pamit dan seizin suami.
"Sama siapa aja?" suara Juna sudah nggak enak di dengar sekarang.
"Banyak. Nih baca aja kalau mau tahu siapa-siapa saja yang ikut syuting besok," Freya menunjukkan naskahnya.
"Apa ada Rico juga besok?"
"Ya. Dia protagonis prianya."
"Batalkan saja kontraknya!" perintah Juna. Dia sangat tak suka jika Freya syuting bareng Rico yang Juna tahu selalu menempel pada Freya di tiap-tiap ada acara bersama. Meskipun Freya tak menanggapi, tapi Juna risih melihatnya.
"Isss.. Mana bisa. Aku udah kontrak sejak dua bulan yang lalu. Aku nggak bisa batalin mendadak lah Jun." kesal Freya.
"Ya udah, aku ikut besok. Aku temani kamu."
"Serius?" mata Freya membola. "Aku dua hari di sana. Bagaimana dengan kerjaan kamu kalau ikut aku?"
"Biar di handle sama Roy." jawab Juna enteng.
"Ya udah. Terserah aja."
Freya pasrah. Mau gimana lagi, ini resiko punya suami yang sangat posessif.
***
"Tuan, investor dari Rusia meminta bertemu nanti siang, mumpung sedang ada di sini sekarang." lapor Roy di sambungan telepon pagi itu. Padahal Juna sudah menyiapkan barang-barang bawaannya untuk dibawa ke kota sebelah bersama Freya.
"Atur jadwal meeting sepagi mungkin Roy. Aku harus ke kota sebelah nanti." titah Juna.
"Siap Tuan."
Juna baru saja menutup telepon dari Roy ketika Freya keluar dari kamar mandi, sudah lengkap dengan pakaian yang akan dikenakan ke kota sebelah.
"Ada apa?" tanya Freya saat melihat wajah lesu Juna, padahal tadi sangat semangat.
"Aku ada meeting dadakan dengan investor dari Rusia pagi ini. Maaf Frey, aku tak bisa menemanimu pagi ini. Kamu naik pesawat aja ya nanti?" Juna merasa bersalah karena sudah janji mau mengantar dan menemani Freya, tapi nyatanya sekarang tak bisa.
Freya tertawa renyah, "kubilang juga apa, kamu banyak kerjaan Juna. Sudahlah, aku bisa berangkat sendiri nanti. Santai saja." Freya mengibaskan tangan lalu duduk di depan kaca rias.
"Aku antar ke bandara sekalian nanti ya."
"Memangnya tidak menghambat waktumu nanti?" Freya menatap pantulan wajah Juna di cermin. Freya akui pria itu tetaplah sangat tampan meski baru bangun tidur dan belum mandi.
"Tidak, bisa diatur nanti jadwal meetingnya. Aku mandi dulu sebentar ya." Juna mendekati Freya dan mengecup pelan pucuk kepala istrinya itu sebelum masuk ke kamar mandi.
Freya tersenyum setelah Juna menghilang, "manis banget sih suamiku."
***
Juna mengantar Freya ke bandara sebelum je kantor. Dia tak henti mencuri-curi pandang wajah istrinya di sepanjang jalan menuju bandara. Ia tak bisa berhenti khawatir melepas kepergian istrinya ke luar kota. Jiwa posesifnya selalu keluar jika sudah menyangkut Freya.
Di sinilah akhirnya Juna, menemani Freya di ruang tunggu sampai waktu keberangkatan pesawat tiba. Dengan berbagai rentetan pesan yang disampaikan pada istrinya. Saking banyaknya yang Juna katakan, malah tak ada satupun omongan Juna yang nyangkut di kepalanya. Freya hanya mengangguk-angguk saja mendengarkan semua omongan Juna.
Meski begitu, ada yang menghangat di sudut relung hatinya. Selama ini, selain Rain dan Doni, tak ada satupun orang yang benar-benar mengkhawatirkan dirinya sampai seperti itu. Bahkan Rico pun tak sampai segitunya peduli pada dirinya. Dan sekarang ada Juna di sisinya, Freya merasa pria itu sudah mengisi titik kosong di hatinya.
"Jangan lupa pesanku. Jangan terlalu dekat dengan Rico Vanhoutten. Awas saja kalau kamu dekat-dekat dengannya. Dari wajahnya saja bisa ditebak seberapa 'buaya' nya dia." pesan Juna lagi.
"Juna, kamu sudah mengatakan itu sepuluh kali ya. Aku sampai hafal diluar kepala nih Dan lagi namanya Rico Vancouver, bukan Rico Vanhoutten." jawab Freya dengan sedikit jengkel karena Juna terus mengingatkannya hal sama.
"Bodo amat lah, aku nggak peduli. Yang aku peduliin cuma keselamatan kamu aja sayang."
Freya tersenyum, "baiklah, terima kasih untuk kepedulian kamu sama aku. Titip Rain ya, jangan lupa makan siang juga. Jaga kesehatan selalu," pesan Freya.
Juna tersenyum lebar karena Freya terlihat peduli padanya. Sepertinya wanita itu sudah sedikit membuka hati untuknya. "Tentu sayang, jangan khawatir."
"Aku siap-siap dulu ya. Sebentar lagi pesawatnya berangkat."
"Hati-hati ya Frey, istriku."
Freya membiarkan Juna mengecup dahinya dengan lembut. Kalau di luar rumah dan di tempat umum seperti ini Freya tak ada keinginan menjauh dari Juna karena tahu Juna tak akan berbuat hal nekat.
***
Pertemuan dengan investor asal Rusia siang itu memakan waktu hampir dua jam lamanya. Wajah Juna sudah terlihat kacau balau sekarang. Karena meskipun raganya berada di kantor, tapi pikirannya justru melanglang buana memikirkan Freya.
Roy sedikit-sedikit melirik ke arah Juna. Ada yang ingin dia sampaikan tetapi melihat wajah Juna yang tegang membuat Roy sedikit takut.
"Ada apa Roy?" tanya Juna pada akhirnya. Dia bisa merasakan bahwa sejak tadi Roy mencuri-curi pandang padanya.
"Tuan, ada berita buruk." kata Roy takut-takut.
"Apalagi sekarang?"
Benarkan, suasana hati Tuan Juna tambah buruk, batin Roy.
"Perusahaan cabang kita di kota sebelah mengalami masalah. Tim audit dari kantor kita menemukan adanya penggelapan dana hampir satu milyar."
Mendengar apa yang baru saja dikatakan Roy, wajah Juna semakin menggelap. "Siapkan data-datanya. Aku sendiri yang akan menanganinya." perintah Juna lalu kembali memeriksa berkas-berkasnya.
"Baik Tuan," Roy merasa tak tega karena Juna malah harus segera mengurus masalah perusahaan, sedangkan ia tahu Juna ke kota sebelah karena ingin menghabiskan waktu berdua saja dengan istrinya.
***
Semua kru berlalu lalang mempersiapkan segala keperluan casting di bukit Bintang, tempat wisata yang dijadikan lokasi casting film cinta di bukit Bintang. Tempat itu sudah dikosongkan sejak siang tadi, hanya menyisakan penjual-penjual makanan untuk memeriahkan pengambilan film.
Freya sedang dirias, karena dia adalah protagonis wanita dalam film itu, ia mendapatkan scene pertama bersama Rico Vancouver tentunya.
"Minumlah dulu, Frey," Doni manajer Freya memberikan sebotol air mineral pada Freya.
"Thanks kak Doni," Freya menerima botol air mineral dengan senyuman mengembang. Sejak tadi ia merasa sangat haus, tetapi ia harus menghafalkan naskahnya hingga mengabaikan rasa hausnya.
"You're welcome. Kalau aku nggak perhatiin kamu, bisa dicincang sama suami galakmu aku nanti," Doni terkekeh. Freya sudah tak kaget lagi dengan kelakuan Juna yang over protective itu.
Beberapa saat kemudian, semua orang sudah siap di tempatnya masing-masing untuk memulai proses syuting.
"Slate in!"
Bertepatan dengan teriakan sang asisten sutradara, Juna yang baru sampai berdiri di belakang kameramen. Semua orang sedang fokus pada tugas masing-masing sehingga tak ada yang peduli pada pria yang malam itu memakai jaket kulit melapisi kaos hitamnya, juga topi yang menyembunyikan sedikit wajahnya.
Dia baru saja kembali dari perusahaan cabang di kota itu dan langsung menuju kemari setelah menanyakan lokasinya pada Doni.
Pandangan Juna berfokus pada Freya yang hari ini memakai dress hijau tosca sedang disorot oleh kameramen.
"Action," seru sutradara.
Adegan dimulai. Freya berperan sebagai Hana dan Rico berperan sebagai Kevin. Dua sejoli yang dulu sangat saling mencintai sempat terpisah oleh jarak dan waktu. Setelah tiga tahun, mereka tak sengaja bertemu kembali di tempat wisata yang sedang ngetrend ini.
Juna tersenyum. Akting Freya memang sangat natural dan menjiwai. Tak salah jika istrinya itu pernah mendapatkan banyak penghargaan dan akhir-akhir ini dinobatkan sebagai aktris terbaik. Rico pun demikian. Meski Juna sangat tidak menyukai aktor muda yang belakangan ini terus mengejar-ngejar Freya, dalam hati Juna memuji kemampuan akting pria itu.
"Tolong lepaskan aku. Kita sudah tidak mempunyai hubungan apa-apa lagi. Mengertilah Kevin, dunia kita berbeda. Mari hidup dengan dunia kita masing-masing tanpa saling mengganggu." Freya sebagai Hana meronta-ronta ingin melarikan diri tetapi tangannya ditahan oleh Kevin.
"Tidak Hana. Aku tak akan melepaskanmu lagi. Kita dipertemukan lagi di sini, aku anggap ini adalah takdir kita. Aku ingin mengikatmu dengan pernikahan. Izinkan aku menikahimu dan membuatmu bahagia selamanya." balas Kevin yang diperankan oleh Rico.
Rico merengkuh tubuh Freya mendekat, menatap mata wanita itu lekat-lekat. "Aku mencintaimu, Hana. Dulu, sekarang dan selamanya."
"Cut!" sutradara langsung berseru karena tiba-tiba Rico mencium bibir Freya, menahan kedua sisi wajah wanita itu hingga tak dapat memberontak. Adegan itu tidak ada dalam naskah. Seharusnya Rico mengecup dahi Freya dengan lembut, bukan mencium bibirnya. Freya tak pernah menerima peran yang ada ciuman bibirnya. Semua orang tahu itu.
"Cut! Hey, hentikan dia!" teriak sutradara dengan panik karena Rico tak juga melepaskan Freya, seolah-olah di tempat itu hanya ada mereka berdua saja.
Semua orang panik, beberapa pria segera berlari ke tempat Rico dan Freya, tetapi gerakan mereka tak lebih cepat dari Juna yang sudah lebih dulu sampai.
Bughhhh…
Sebuah pukulan melayang kencang tepat di pelipis hingga membuat Riko terhuyung ke samping.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Anonymous
nah bener kan firasat june rico itu buaya dasar
2023-12-03
1