"My son?" tanya Rain pelan. Ia mengamati laki-laki seumuran Mammy-nya yang baru saja memmanggilnya my son. Laki-laki mengenakan pakaian kantor formal yang terlihat sangat keren, apalagi model rambutnya yang sudah seperti idol k-pop, sangat sinoron dengan wajah tampan dan kulit putihnya.
"Siapa dia Mammy? Kenapa dia memanggilku my son?" tanya Rain bingung.
"Ayo kita ke sana dulu Rain, nanti Mammy jelaskan ya." Freya menggandeng Rain mendekati mobil Juna. Anak dan ayah itu saling tatap, saling menelisik dengan teliti satu sama lain di pertemuan pertamanya.
"Halo Rain, apa kabar?" sapa Juna setelah puas memandangi wajah Rain dari jarak yang cukup dekat.
"Halo paman, paman siapa? Apakah paman kenal denganku?" tanya Rain.
"Aku… aku daddy kamu Rain, maksudku, mulai sekarang aku akan jadi daddy kamu." Juna terlihat kebingungan bagaimana mau menjelaskan pada Rain. Freya sendiri hanya garuk-garuk kepala karena sama bingungnya.
Freya memang menutup rapat rahasia tentang Juna dari siapapun, termasuk dari Rain. Jadi Rain benar-benar tak pernah tahu siapa ayahnya sebenarnya.
"Tapi aku tak punya ayah," jawab Rain polos. "Ah aku tahu, anda pasti hanya mengaku-ngaku kan? Aku tahu aku menggemaskan dan Mammyku sangat cantik, memang banyak yang ingin menjadi Papiku."
Juna langsung menganga mendengar penuturan Rain, apalagi Freya. Ia sampai tepuk jidat mendengar kenarsisan anaknya.
"Tapi aku memang ayah kamu Rain, tanya saja Mammymu jika tak percaya." kekeh Juna. Freya melotot karena melemparkan tugas menjelaskan pada Freya. Dasar Juna.
"Benarkah itu Mammy? Apakah dia memang Papi?" sejarang Rain beralih menatap Freya. Membuat Freya tersenyum kecut.
"Ah..itu.. Dia memang Papimu Rain. Kamu tahu kan Denis teman kamu? Dia punya Mammy dan Papi juga. Nah seperti itulah." jelas Freya, berharap Rain segera mengerti.
"Mammy tak bohong? Kenapa dia tiba-tiba jadi Papiku? Oh, jangan-jangan dia Papi galak yang Mammy maksud? Mammy, aku nggak mau punya Papi galak, aku lebih baik nggak punya papi," ucap Rain panik saat tiba-tiba teringat obrolannya dengan Mammy saat mau ke kebun binatang.
"Haihhh, kenapa ingatannya lebih tajam dari perempuan sih," gerutu Freya pelan.
Juna melihat Freya juga kewalahan memberi penjelasan pada Rain. Iapun segera mendekati Rain, berjongkok di depan Rain hingga wajah mereka sejajar sekarang. "Rain, aku memang Papi kamu. Beneran. Wajah kita sangat mirip, saat Papi seumuran denganmu, wajah Papi juga seperti kamu. Kalau kamu tak percaya, ayo ke rumah Papi. Disana banyak foto-foto Papi saat seumuran kamu," bujuk Juna.
"Benarkah? Kalau begitu ayo ke rumah Paman, aku tak akan percaya sebelum melihat bukti foto-foto itu dengan mataku sendiri." tegas Rain.
"Baiklah, let's go!" seru Juna dengan semangat. Ia membantu Rain masuk ke dalam mobil. Juna pun duduk di tengah-tengah antara Rain dan Freya. Freya sedikit jengkel harus duduk berhimpitan dengan Juna.
"Wahhh… Rumah paman besar sekali," puji Rain ketika mereka sudah sampai di rumah Juna, lebih tepatnya rumah keluarga Davinson. Rain yang tak pernah melihat rumah sebesar itu begitu mengaguminya. Sangat besar dan megah.
"Kalau Rain mau jadi anak Papi, nanti Rain juga tinggal di sini sama Mammy," bujuk Juna.
"Apakah ada kolam renang seperti yang di tv itu paman?" tanya Rain lagi. Juna tersenyum masam karena Rain belum mau memanggilnya Papi.
"Tentu ada dong Rain, besok Rain bisa berenang sepuasnya. Apakah kamu suka berenang?"
"Sangat suka Paman. Tapi Mammy jarang mau diajak ke kolam renang." jawab Rain sedih.
"Mungkin Mammy sibuk. Besok Rain bisa berenang di sini sepuasnya, kalau Mammy sibuk, Papi yang akan menemanimu." hibur Juna.
"Horeeee…. aku suka berenang.." seru Rain dengan senang.
"Rain, kamu bahkan tak meminta pendapat Mammy?" tanya Freya lesu. Mudah sekali Rain terbujuk rayuan Juna. Sepertinya hari-hari kedepan Rain akan dikuasai Juna.
***
Juna membawa Rain dan Freya ke ruang tamu. Roy juga mengikuti, tetapi dia duduk menjauh tanpa diperintah. Takut di bentak lagi sepeeti waktu di restoran.
"Tunggulah di sini, aku panggil Ayah Ibuku dulu." titah Juna.
"Ayo duduk dengan tenang di sini Rain." pinta Freya pada Rain yang masih berdiri sembari melihat-lihat lukisan yang menghiasi dinding ruang tamu.
"Okey Mammy." Rain duduk di dekat Freya.
Juna meninggalkan ruang tamu untuk mencari keberadaan orang tuanya. Ia menemukan mereka di ruang keluarga, sedang menonton tv berdua sambil bercengkerama.
"Juna, ada apa? Kenapa pulang jam segini?" tanya Raymon saat melihat kedatangan Juna.
"Apakah ada yang ketinggalan?" timpal Priscilla, ibu Juna.
Juna menggeleng. "Aku punya kejutan untuk kalian. Coba tebak aku bawa siapa?" tanya Juna dengan senyum jahil.
"Siapa? Kamu bawa Freya?" tanya Raymon.
"Sama Rain?" tanya Priscilla.
"Ckkkk, kenapa langsung benar tebakannya," decak Juna jengkel. Harusnya mereka salah nebak dulu kan, lalu Juna kasih clue, baru mereka bisa nebak dengan benar. Sungguh tak asik.
"Kamu serius bawa Freya dan Rain?" tanya Raymon tak percaya.
"Iya serius lah daddy, ngapain aku bohong." jawab Juna malas.
" Ayo Sayang kita temui mereka," Priscila langsung berlari ke ruang tamu secepat kilat.
"Hey Sayang, tunggu aku, kenapa di tinggal?" Raymon pun ikut berlari karena tak mau keduluan istrinya. Juna mematung di tempat melihat ayahnya lari tanpa membawa tongkat.
Melihat Raymon dan Priscila, Freya segera berdiri untuk menyapa tuan rumah. "Selamat siang, Tuan dan Nyonya Davinson," sapa Freya dengan penuh hormat. Rain mengikuti gerakan Mammynya.
"Selamat siang juga, Nona Freya. Ayo silahkan duduk lagi, jangan sungkan." jawab Raymon meminta Freya duduk kembali.
Raymon dan Priscila duduk bersebelahan di depan Freya. Priscila terlihat sangat bahagia melihat Freya dan Rain ada di depannya.
"Kalian sehat?" tanya Priscila, pandangan matanya tak lepas dari wajah Rain, matanya berkaca-kaca karena terharu. Ia tak menyangka benar-benar sudah punya cucu sekarang.
"Kami sehat Nyonya. Tuan dan Nyonya apa kabar?" Freya sungguh berdebar tadi memikirkan bagaimana reaksi orang tua Juna. Tetapi sekarang ia merasa lega karena mereka menyambutnya dengan ramah.
"Kami sehat Nona, apalagi setelah tau kita sudah punya cucu setampan Rain, kesehatan kami meningkat seribu kali lipat." jawab Raymon dengan bangga.
Freya tersipu malu mendengar perkataan Raymon. Entah bagaimana pandangan mereka mengetahui dirinya yang hamil duluan oleh Juna. Apakah akan dianggap wanita murahan atau tidak.
"Rain, kami adalah kakek nenek kamu. Kami sangat senang bertemu denganmu." ucap Priscila dengan lembut pada Rain yang sejak tadi terus mengawasi Raymon dan Priscila.
"Benarkah? Jadi apakah benar paman tadi adalah Papiku?" tanya Rain memastikan.
"Tentu Rain. Dia adalah Papimu." ja2ab Priscila senang. "Kamu bahkan sangat mirip dengan Papimu saat seumuran kamu."
"Bolehkah aku melihat foto Papi saat kecil?" pinta Rain. Ia ingin memastikan sendiri apakah Juna benar-benar ayahnya.
"Tentu boleh, nanti Oma ambilkan." jawab Priscila dengan semangat.
"Daddy, kau melupakan tongkatmu." Juna muncul membawa album foto dan tongkat milik ayahnya. Ia mendekati Raymon untuk menyerahkan tongkat lalu duduk di sofa sebelah Rain yang masih kosong.
"Kamu bisa jalan tanpa tongkat?" tanya Priscila yang baru menyadari jika suaminya tadi tak membawa tongkat. Kini semua mata tertuju pada Raymon yang hanya cengar-cengir. Juna menatap ayahnya datar, sementara Priscila sudah melotot penuh ke arah suaminya itu. Freya tak mengatakan apapun, ia tak tahu apa yang terjadi pada Raymon. Freya cukup menyimak saja.
"Hehehe, baru tiga bulan yang lalu." jawab Raymon enteng.
"Sudah tiga bulan dan kamu nggak kasih tau aku sama sekali?" tanya Priscila geram.
"Hehe, sayang jangan marah. Aku hanya takut perhatianmu akan berkurang jika aku sudah sembuh total. Dan anak nakal itu akan malas-malasan lagi bekerja," ucap Raymon sambil menunjuk Juna.
"Alasan macam apa itu?" Priscila mendengus kesal karena telah dibohongi suaminya. Juna juga sangat kesal pada Raymon, tapi ia tak mau merusak moodnya saat ini.
"Rain lihatlah. Di sini banyak foto Papi saat seumuran kamu." Juna memmberikan album foto yang sangat tebal pada Rain. Rain segera menerimanya lalu melihat-lihat foto yang ada di dalamnya. Freya juga penasaran, iapun ikut melongok ke album foto yang sedang dilihat Rain. Freya tersenyum tipis melihat foto anak seumuran Rain yang sangat manis dan tampan. Foto Juna.
"Ternyata benar kita mirip." ucap Rain ketika selesai melihat-lihat foto Juna.
"Iyalah mirip, kamu memang anak Papi Rain. Jadi mulai sekarang panggil aku Papi Juna," pinta Juna.
"Baiklah, Papi." jawab Rain datar, tapi dalam hati ia merasa senang mengetahui jika ia benar-benar punya Papi seperti teman-temannya yang lain.
"Jangan lupa panggil aku Opa Raymon ya.." imbuh Raymon.
"Dan panggil aku Oma Cila." timpal Cila tak mau kalah.
"Baik Opa Raymon dan Oma Cila." jawab Rain dengan patuh. Semua orang di ruangan itu tersenyum senang. Hati Freya menghangat melihat Rain begitu disukai oleh orangtua Juna.
"Jadi kapan kalian akan menikah. Saran kami, sebaiknya secepatnya kalian urus pernikahan supaya sah dimata agama dan negara." tanya Raymon.
" Betul Jun. Sebaiknya besok kalian mendaftar ke catatan sipil dulu saja." saran Priscila.
"Bagaimana kalau kami menikah seminggu lagi Mi? Apakah cukup waktu untuk mengurus semuanya?" tanya Juna.
"Tentu saja, Daddy dan Mommy yang akan mengurus persiapan pernikahan kalian. Kalian cukup mempersiapkan diri saja." jawab Priscila.
"Bagaimana Fre? Kamu setuju kan kita menikah seminggu lagi?" tanya Juna pada Freya.
Freya mengangguk. "Aku setuju."
Juna tersenyum lebar sekarang, akhirnya ia akan menikah dengan Freya. Ia tak sabar menunggu seminggu lagi.
Freya menatap panggilan dari nomor asing yang muncul di layar ponselnya. Freya mengabaikannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Bastard_🗡️
gagal deh😂
2024-02-03
0