Roy tak henti melirik Juna yang terus tersenyum sepanjang rapat sore itu. Walaupun ada sisi baiknya karena rapat berjalan dengan lancar tanpa ada adegan marah-marah dari Juna, tapi Roy tetap khawatir melihat Juna seperti itu. Apalagi selain senyum-senyum Juna juga sering menyentuh pipi kanannya dengan lembut.
"Kenapa kamu Roy?" Juna heran melihat Roy yang bergidig-gidig sambil mengerjakan laporannya.
"Anda yang kenapa, Tuan. Anda tak sadar jadi pusat perhatian karena senyum-senyum kaya orang gila?" Roy bertanya balik dengan jengkel.
"Enak aja ngatain aku orang gila. Aku senyum-senyum karena lagi bahagia."
"Oh, apa yang membuat anda sangat bahagia Tuan?" tanya Roy dengan datar dan malas.
"Kamu nggak lihat di pipiku ini ada apa?" Juna menunjuk pipi kanannya.
"Maaf saya nggak lihat Tuan. Memangnya ada apa? Ada jerawat? Itu biasa saja Tuan, tidak istimewa sama sekali."
"Ckk, bukan jerawat. Aku kasih tau ya Roy. Di pipiku ini ada bekas ciuman Freya. Bekas bibir Freya nih," Juna menyeringai dengan bangga.
Roy meringis, dalam hati ingin juga merasakan dicium Freya. Sayangnya yang beruntung menjadi suami Freya malah bosnya.
"Nggak kelihatan tuh Tuan. Sebaiknya Tuan meminta Nyonya Freya memakai lipstick yang mudah luntur saja Tuan, jadi kalau Nyonya Freya mencium Tuan akan meninggalkan bekas bibirnya." ketus Roy.
"Wah.. ide bagus tuh Roy. Nanti deh aku beliin dia lipstick yang mudah luntur." Juna mengangguk-angguk sambil tersenyum.
Roy langsung menepuk jidat. Niatnya menyindir Juna yang tukang pamer malah dianggap memberi saran.
"Sinting!" umpat Roy tertahan.
***
Setelah melihat Juna pergi ke perusahaan lagi tadi siang, Freya kembali ke kamar untuk melihat-lihat koleksi baju yang sudah Juna sediakan. Hingga Freya merasa lelah dan sangat mengantuk. Ia pun jatuh tertidur di ranjang berukuran super besar dan luas di kamar itu.
Ranjangnya terasa sangat empuk dan nyaman membuat Freya tertidur dengan sangat lelap. Saat terbangun, ia gelagapan sendiri karena lampu di kamar itu sudah menyala dan semua gorden sudah menutupi jendela kaca lebar sepenuhnya.
"Jam berapa sih sekarang?" Mata Freya memicing mencari keberadaan jam dinding di kamar itu. Dan saat ia berhasil menemukan jam dinding yang menempel di dekat pintu, Freya terkejut.
"Jam setengah enam? Nggak salah tuh jamnya" Freya melotot tak percaya.
Freya mengucek matanya berkali-kali untuk memastikan penglihatannya benar atau tidak. Tapi ternyata memang sekarang sudah jam setengah enam sore. Freya merutuki dirinya sendiri yang tidur terlalu pulas tad. Dia memang sangat kelelahan karena beres-beres banyak barang tadi siang.
"Siapa tuh?" Freya menjadi waspada saat mendengar pintu kamar mandi yang seperti mau dibuka dari dalam.
"Aaaaaaa…. Juna?"
Freya memekik sangat kencang saat seorang pria keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai handuk nelilit di pinggang. Tapi setelah Freya mengamati dengan jelas ternyata pria itu adalah Juna.
"Hai, sayang. Sudah bangun?" Juna tak peduli dan malah berjalan ke arah Freya dengan santai sambil mengeringkan rambut.
"Juna, kenapa kamu cuma pakai handuk gitu? Mana bajumu?" tanya Freya kesal.
"Emang kenapa? Ini kan sebelumnya kamarku dan sekarang menjadi kamar kita berdua. Suka-suka aku dong sayang. Lagian mestinya kamu bersyukur sih Frey karena bisa melihat indahnya ciptaan Tuhan seperti ini," Juna menunjuk tubuh berotot dengan perut ratanya.
"Junaa.. cepat pakai baju kamu sana!" Freya memalingkan wajahnya, takut tergoda melihat ciptaan Tuhan yang katanya indah itu.
Juna berjalan ke lemari pakaian lalu mengambil kaos juga celana santainya. Kemudian kembali ke tempatnya tadi di dekat Freya. Melihat Freya yang malu-malu tadi Juna jadi punya rencana licik untuk menggodai Freya.
"Aku udah pakai baju nih sayang, lihatlah."
Freya perlahan-lahan menengok ke arah Juna untuk memastikan apakah pria itu benar-benar sudah memakai baju. Dan…
"Ciluk baaa…"
"Astaga… JUNAAA… GILA KAMU YAA.. CEPAT PAKAI BAJUMUU.." teriak Freya histeris melihat Juna ternyata belum memakai baju sama sekali dan malah melepas handuknya sambil bergoyang-goyang memamerkan belalainya yang panjang besar tapi tidak lebar.
Freya langsung tengkurap dan membenamkan wajahnya di bantal.
"Hahahaha.." Juna terbahak-bahak melihat reaksi Freya tadi.
Meski merasa engap, Freya tetap di posisinya hingga dua puluh menit kemudian, sampai terdengar pintu kamar ditutup dan Juna sudah keluar dari kamar itu. Meski Juna dengan sengaja menggelitiki pinggangnya, Freya tetap memeluk erat bantal itu di depan wajahnya.
"Sialan, mataku ternodai. Dasar Juna sinting!" umpat Freya sambil terengah-engah setelah merubah posisi menjadi telentang. Ia pun cepat-cepat pergi mandi dan mencuci matanya yang telah ternodai.
***
Saat Freya turun ke ruang makan setelah selesai mandi, Juna sedang mengupas buah Jeruk untuk Rain. Raymon dan Priscila sedang mengobrol ringan. Mereka terlihat belum makan, sepertinya memang menunggu dirinya.
"Ayo Frey, sini kita makan sama-sama." ajak Priscila saat melihat Freya.
"Okey Mom." Freya duduk diantara Rain dan Priscila.
"Mammy, apa kamu sedang sakit? Wajahmu memerah." tanya Rain khawatir.
"Ah, eh, enggak kok Rain. Mammy sepertinya kebanyakan pakai blush on ya?" Freya meraba pipinya dengan gugup. Melihat Juna malah mengingatkannya pada tingkah gila Juna hingga malu sendiri.
"Syukurlah Mam, ato Mammy makan tang banyak supaya jangan sakit." ucap Rain dengan penuh perhatian.
"Iya sayang, kamu harus makan yang banyak ya. Sini aku ambilin." Juna mengisi piring Freya dengan nasi dan lauk.
Mata Freya melotot saat Juna meletakkan sebuah sosis jumbo berwarna merah gelap ke dalam piringnya. Apalagi ketika dua butir telur kecap Juna tambahkan di dekat sosis. Bentuknya malah mengingatkan Freya pada belalai milik Juna yang sekilas ia lihat tadi. Wajah Freya pun semakin merona sekarang. Ingin marah tapi tak berdaya di hadapan kedua orang tua.
Juna menahan tawa kembali duduk di kursinya. "Ayo dimakan sayang, enak lho itu." ucap Juna lembut.
Freya menahan diri untuk tak mengumpat.
"Iya makanlah yang banyak sayang. Supaya sehat selalu." Priscila ikut menambahkan sayuran ke dalam piring Freya.
"Baik Mom, mari makan." Freya tersenyum. Tapi kemudian Freya menusuk sosis Jumbo itu dengan sangat kuat menggunakan garpu hingga menimbulkan dentingan kencang di piring, lalu menggigitnya dengan tenaga dalam yang dramatis sambil matanya melotot ke arah Juna. Semua orang terkecuali Juna sangat heran melihatnya, mengira jika Freya sedang kelaparan.
"Ha… haha.. hahahaha.." Juna tak dapat menahan tawa lagi dan semua pandangan kini beralih pada Juna.
***
Malam hari adalah waktu yang paling ingin Freya hindari mulai sekarang. Badannya menjadi panas dingin karena harus berbagi kamar dengan Juna. Apalagi sekarang Juna mulai berani bertindak di luar nalar. Freya menjadi takut untuk berada dalam satu ruangan berdua dengan Juna.
Freya masih menemani Rain belajar saat ini. Ia sengaja belum kembali ke kamarnya. Padahal sudah sejak tadi Juna menunggunya di kamar. Freya masih memikirkan cara supaya tak berduaan di kamar malam ini.
"Rain, malam ini tidur sama Mammy sama Papi mau nggak," bujuk Freya. Pikirannya sudah buntu. Satu-satunya cara yang Freya pikirkan hanyalah membawa Rain ke kamarnya.
"Nggak ah My. Aku mau tidur di sini aja. Sama Panda juga sama si Oyen." tolak Rain sambil tetap membaca buku ceritanya.
"Oyen siapa?" tanya Freya bingung.
"Tuh, boneka kucing baruku." Rain menunjuk atas tempat tidurnya.
"Sejak kapan ada boneka itu?"
"Sejak tadi lah Mammy."
"Rain boleh kok bawa mereka ke kamar Mammy. Mau ya Rain?" bujuk Freya lagi.
"Nggak mau Mammy. Aku kan udah besar, nggak mau tidur sama Mammy terus." tolak Rain lagi.
Freya mencebik. Kemarin saja merengek-rengek minta tidur bareng, giliran sekarang dirayu-rayu pun tetap tak mau. Dasar bocah.
"Lho, Freya masih di sini?" Priscila yang baru masuk ke kamar Rain kaget melihat Freya masih duduk-duduk di kamar Rain.
"Hehehe … iya Mommy. Lagi nemenin Rain belajar nih," kilah Freya.
"Istirahatlah, kembalilah ke kamar. Bukankah Juna sudah masuk kamar dari tadi?"
"Tapi Mom.."
"Udah, kamu tidur aja sana. Biar Rain aku yang temenin. Sana." usir Priscilla.
"Baiklah. Selamat malam Mommy."
Priscila memeluk Freya sejenak. "Selamat malam. Jangan lupa pakai baju yang seksi sayang," bisik Priscila membuat Freya tertawa malu.
"Selamat malam Rain," Freya beralih mencium pipi Rain lalu keluar dari kamar itu.
Dengan gontai Freya menaiki tangga menuju kamarnya. Setelah membuka pintu, yang pertama Freya cari adalah keberadaan Juna. Freya lemas melihat Juna yang bersandar di tempat tidur sambil tersenyum menyeringai ke arahnya.
"Kenapa lama sekali sayang? Ayo tidur. Suamimu sudah mengantuk nih," goda Juna.
"Kalau ngantuk ya tidur aja. Nggak perlu nungguin." jawab Freya datar.
"Aku maunya di peluk kamu Frey tidurnya."
"Mimpi aja."
Freya langsung meringkuk di sofa. Lebih baik tidur di sofa daripada harus berduaan dengan Juna di ranjang yang besar itu. Siapa yang tahu apa yang akan diperbuat pria licik setengah gila itu nanti.
"Kenapa tidur di situ? Tidur sini aja sih sayang. Nggak enak lho tidur di situ."
"Ogah."
"Kenapa sih. Aku nggak bakal apa-apain kamu, tenang aja. Sini, tidur sini." Juna tak menyerah membujuk Freya.
"Ogah." masih jawaban yang sama.
"Nggak percayaan amat. Nih aku kasih guling di tengah-tengah, kita punya wilayah masing-masing, dijamin aman."
Tak ada jawaban. Freya pura-pura tidur.
"Frey…"
"Sayang…"
"Freya sayang…"
Aku lebih percaya sofa daripada kamu, Juna gila. Batin Freya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments