Melihat ada panggilan lagi dari nomor asing, Freya mematikan ponselnya sebelum memasukkan ke dalam tas. Ia lalu menyusul Rain yang sudah lebih dulu masuk dalam mobil Juna.
"Di mana alamat rumahmu Frey?" tanya Juna. Meskipun ia sudah tau alamat apartemen tempat Freya tinggal, tapi ia harus pura-pura tidak tahu, atau Freya akan curiga jika selama ini ia menguntitnya.
"Jalan Kenanga nomor 148." jawab Freya.
"Bukannya kamu tinggal di apartemen Ovallium?" Juna terkejut karena Freya menyebut alamat lain bukan alamat apartemen Ovallium tempat Freya tinggal.
"Eh, kamu tau aku tinggal di sana?" Giliran Freya yang terkejut sekarang. Setau Freya ia tak pernah memberi tahu Juna tempat dia tinggal, karena saat pacaran dulu mereka selalu bertemu di luar. Freya juga tak pernah mengekspos apartemen itu pada publik.
"Menebak saja. Banyak kan artis yang tinggal di situ?" Juna tak mau mengaku.
Freya hanya mengedikkan bahu. Dia saja jarang bertemu dengan tetangga apartemennya. Karena selesai syuting Freya selalu pulang ke rumahnya di jalan Kenanga.
"Jadi Rain tinggal di jalan Kenanga? Nggak di apartemenmu?" tanya Juna lagi. Pantas saja saat anak buah Roy mengawasi apartemen Freya tak pernah menemukan keberadaan Rain. Ternyata memang Freya tak membawa Rain tinggal di sana, pikir Juna.
"Iya, itu rumah kami." jawab Freya singkat, malas untuk menjelaskan pada Juna kenapa ia harus punya dua tempat tinggal.
Apartemen Ovallium adalah tempat tinggal Freya dari umur tujuh tahun, sedangkan rumah di jalan Kenanga ia beli saat hamil Rain. Rumah yang ia pakai untuk bersembunyi saat hamil juga tempat untuk tinggal dengan Rain. Letaknya cukup jauh dari apartemen Ovallium.
"Makasih Papi udah jemput dan antar aku pulang. Kapan-kapan bolehkan aku main di rumah Papi lagi? Aku ingin berenang." ucap Rain ketika sudah turun dari mobil Juna.
"Sama-sama my son. Sebentar lagi juga Rain dan Mammy akan tinggal di rumah Papi. Tenang aja, Rain bisa berenang sepuasnya nanti." Juna mengacak-acak rambut Rain dengan gemas.
Freya yang sedang membuka pintu rumah hanya geleng-geleng kepala melihat Rain yang dengan mudah menerima Juna, bahkan sudah mau memanggil Papi.
"Yeeyyy… asyikk… Ya udah aku masuk dulu ya Papi. Dadahhh.." Rain langsung berlari masuk ie dalam rumah saat pintu sudah berhasil dibuka oleh Freya. Meninggalkan Juna yang tertawa lebar melihat tingkah Rain.
Freya berjalan mendekati Juna. "Thanks ya udah anter aku dan Rain. Oh ya, nanti aku buat surat perjanjian pranikah secepatnya dan besok aku kasih ke kamu."
Juna menatap Freya dengan sendu. Tak menyangka jika Frey akan benar-benar mengajukan surat perjanjian pranikah. "Ehemmmm…" Juna berdehem merasa serak di tenggorokan. " Harus pakai surat perjanjian pranikah gitu?"
"Iya." jawab Freya mantap. "Kalau kamu ragu, sebaiknya mundur sekarang. Sebelum terlambat."
"Aku nggak akan mundur," sela Juna dengan cepat. Bagaimana mungkin dia akan mundur untuk memiliki Rain dan Freya? Itu tak akan pernah terjadi. Seberat apapun syarat Freya, ia akan memperjuangkannya.
"Okey. Aku masuk dulu. Hati-hati di jalan." Freya segera berbalik dan meninggalkan Juna.
"Fre, kamu nggak nawarin aku minum dulu? Aku haus nih."
Freya berhenti melangkah, berbalik dan menatap Juna dengan alis terangkat. "Bukannya di mobilmu ada air mineral?" tanya Freya heran.
"Aku ingin minum yang segar-segar, semacam jus buah gitu. Kamu ada kan buah?"
"Kamu bisa beli di jalan nanti." jawab Freya acuh. Ia ingin Juna segera pergi. Jangan sampai Juna masuk ke dalam rumahnya yang tak begitu besar, lalu mengkritik isi rumahnya yang serba minimalis dan menghinanya. Freya tak mau itu terjadi.
"Eh Papi belum pulang ternyata. Ayo papi kita bermain lego." Freya mendengkus kesal melihat Rain muncul di pintu dengan sekantong besar lego.
"Ayo Rain. Papi juga suka bermain lego." jawab Juna dengan semangat. Ia menghampiri Rain dan bocah itu segera menarik lengan Juna mengajaknya masuk ke dalam rumah.
"Rain… kenap jalan pikiran kita tak pernah sama?" gerutu Freya sambil menghentak-hentakan kaki menyusul mereka memasuki rumah.
"Jangan lupa jus buah segar Mammy, " seru Juna saat Freya melewati ruang tamu tempat ia dan Rain bermain lego.
"Nggak ada buah!" teriak Freya sebal.
"Kalau nggak ada buah yang lain, buah dada juga boleh kok." goda Juna membuat Freya semakin mendelik.
"Apa itu buah dada Pi?" tanya Rain bingung.
"Ah..eh..itu.. buah apel yang dimasukkan ke dalam kantong di dada, jadi buah dada kan?" Juna bingung sendiri menjawab pertanyaan Rain yang polos. Ia mengutuk mulutnya sendiri yang asal bicara. Sedangkan Freya sudah ngibrit masuk ke dapur dengan pipi yang semerah tomat.
"Papi, ayo kita mandi bersama," ajak Rain setelah capek membuat jembatan menggunakan lego. Ia merasa badannya lengket.
"Ehmm.. tapi papi kan nggak bawa baju ganti Rain. Gimana kalau Papi temani dan bantu kamu mandi aja?" tawar Juna.
"Iya yah. Di sini nggak ada baju buat Papi. Yaudah ayo temani aku mandi," ajak Rain dengan semangat.
Pada akhirnya Juna hanya membantu menyiram tubuh Rain saja karena Rain sudah sangat pintar mandi sendiri. Freya membuat Capcay dan ayam goreng untuk makan malam. Tak lupa ia membuat es buah dengan susu. Mereka duduk bertiga di meja makan yang kecil, terlihat hangat seperti keluarga kecil sungguhan.
"Hmmm… es buahnya segar sekali. Terima kasih Mammy," puji Rain sambil menyeruput es buah yang terdiri dari potongan buah mangga, melon, semangka dan juga durian itu. Freya hanya tersenyum menanggapi.
"Benar kamu Rain. Ini sangat segar dan manis. Terima kasih ya calon istri," ucap Juna dengan tulus, terlihat begitu menikmati es buah bikinan Freya. Freya tak menjawab, namun pipinya sudah dipenuhi rona merah.
"Kalian habiskan saja jika suka. Mammy akan mencuci piring terlebih dahulu." Freya segera kabur ke dapur untuk mencuci piring, sebelum mendengar kata-kata manis yang lebih banyak lagi.
***
Freya merebahkan tubuhnya di kasur, ia baru saja menemani Rain tidur. Anak itu tidur sangat cepat padahal baru setengah delapan malam. Mungkin karena tadi siang tidak tidur jadi sekarang sudah terlelap. Freya menyalakan ponsel yang sejak siang tadi ia matikan. Saat ponsel menyala, ada begitu banyak riwayat panggilan tak terjawab dari nomor asing yang sama.
Sebuah pesan Wa menyita perhatian Freya. Freya membukanya.
Ini ayah. Datanglah ke rumah besok, ada yang ingin ayah bicarakan.
Huhhh, Freya menghela nafas, kesal. Lihat saja, bahkan ayahnya tidak pernah menyebut namanya lagi sekarang. Datang ke kediaman Redcliver? Itu sama saja dengan masuk ke kandang singa. Ibu tirinya yang seperti singa galak. Freya tampak berfikir sebentar, kemudian ia mengirim sms balasan.
Oke.
Singkat padat dan jelas. Jika bukan karena akan mengabarkan pernikahannya dengan Juna pada ayahnya, Freya juga tak akan menginjakkan kakinya lagi di kediaman Redcliver. Baginya rumah itu adalah tempat asing meskipun ia dilahirkan dan dibesarkan sampai umur tujuh tahun disana. Dia memang putri pertama ayahnya, tapi sekarang dia bukan Nona muda Redcliver lagi.
Dan memikirkan soal pernikahan, Freya menjadi gelisah. Entah bagaimana kehidupan pernikahannya dengan Juna nanti. Ia hanya berharap pernikahannya tak berakhir seperti pernikahan ayah dan ibunya.
Freya menutup kedua telinganya dengan earphone lalu memutar beberapa lagu yang membuatnya mengantuk. Ia butuh istirahat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Sintia Dewi
duh bakalan diperas km freya tau bakalan nikah sm juna...hati2 aja
2024-11-13
0