Freya membuka pintu apartemen secara perlahan. Hari ini dia akan mengemasi barang-barangnya karena mulai sekarang dia dan Rain akan tinggal di rumah utama keluarga Davinson. Tadi setelah sarapan dan cek out dari hotel, Freya langsung mengambil mobilnya di rumah Juna dan bergegas kemari. Sedangkan Rain diajak jalan-jalan oleh sepupu-sepupu juna.
Rencananya Freya akan menjual unit apartemen yang sudah sejak remaja ia tinggali. Memang sayang untuk melepas apartemen ini. Ia sudah membelinya sejak belum benar-benar keluar dari kediaman Redcliver. Miris sekali memang, rumah itu adalah peninggalan ayah Emira Redcliver, ibu kandung Freya. Tapi sekarang malah dikuasai oleh Jodi dan istri keduanya.
Sedangkan untuk rumah yang selama ini ia tempati bareng Rain di jalan Kenanga, Freya akan mempertahankannya karena rumah itu meskipun tidak besar tetapi juga sangat nyaman. Tetangga-tetangganya di sana pun sangat baik pada Freya dan Rain.
"Haduh, aku mulai dari mana nih enaknya?" Freya bingung sendiri menatap barang-barangnya yang cukup banyak.
"Hmmm… Sebaiknya mulai dari tas dulu aja." Freya mendekati rak yang berisi tas-tas mahalnya. Sebuah kardus besar sudah Freya siapkan untuk memasukkan semua tas yang jumlahnya tak sedikit.
Setelah satu kardus penuh dengan tas, sekarang Freya mengambil kardus lain untuk memasukkan semua koleksi sepatunya. Sepatu dan tas itu Freya beli sedikit demi sedikit dan sekarag kalau dikumpulkan sudah bisa menjadi mini bukit. Semuanya masih dalam kondisi bagus, dan Freya merasa sayang kalau harus membuangnya. Karena semua miliknya adalah hasil dari kerja kerasnya bermain film sejak umur tujuh tahun.
Setelah beres dengan sepatu dan tas, Freya berpindah ke kamar untuk mengemas baju-bajunya. Kepala Freya pun semakin pening melihat baju-baju yang memenuhi lemarinya.
"Bisa sampai tiga koper nih," gerutu Freya. Ia pun segera mengambil semua koper untuk menyimpan baju-baju yang biasa ia pakai untuk kerja.
Sedang sibuk-sibuknya membereskan pakaian, ekor mata Freya melihat ponselnya bergetar-getar di atas kasur. Freya pun meninggalkan pekerjaannya dan menghampiri ponsel. Nama Doni muncul di layar. Freya segera mengangkat panggilan suara dari Doni.
"Hai kak Doni, ada apa?" tanya Freya tanpa basa-basi.
"Frey, lo lagi apa?"
"Lagi beberes nih, gue mau cabut dari sini. Mau pindah ke rumah besar suami gue."
"Yaileee, yang udah punya suami sekarang," Doni terkekeh di seberang sana. Freya malah menoyor kepalanya sendiri, bisa-bisanya nyebut Juna suami barusan. "Eh Frey, lo belum cerita ke gie ya gimana bisa hamil anak Juna dulu." tagih Doni.
Freya memutar mata malas," ntar deh kapan-kapan gue ceritain kak, ini masih sibuk bangat, mana capek lagi."
"Iya-iya yang capek habis malam pertama, gue paham kok."
"Haihhh, bukan capek karena itu yaa…" jawab Freya gemas. Semua orang kenapa sih menghubung-hubungkan segala sesuatu dengan malam pertama. "Kak Doni, ada hal penting yang mau dibicarain nggak nih? Gue tutup kalo nggak pentonh, kerjaan masih banyak."
"Eh iya. Ini aku mau kasih info ke kamu, tiga hari lagi ada jadwal syuting perdana film terbaru kamu sama Rico. Syutingnya di kota sebelah. Jangan lupa ya."
"Tuh kan," gerutu Freya. " Harusnya kan film itu mulai syuting seminggu lagi kak? Ini masih jadwal cuti gue kan." tanya Freya heran.
"Entahlah, dari PH nya emang dimajun jadwalnya. Dengar-dengar sih karena tabrakan sama jadwal syuting Rico. Kamu tahu sendiri kan gimana padatnya Rico."
"Hmmm… okelah ntar gue ijin dulu sama Juna. Gue kabarin lagi ntar."
"Yaileee, yang udah punya suami kemana-mana harus ijin dulu. Hihihi."
"Ngeledek lo kak? Nyebelin." Freya langsung mematikan panggilan.
Repot juga ternyata punya suami, kemana-mana harus ijin dulu walau sekedar formalitas. Padahal selama ini dia bebas kemanapun, tapi sekarang harus ijin dulu.
"Aishhh.. daripada pusing-pusing mikir mending beberes lagi biar cepat kelar."
Freya pun melanjutkan kembali kemas-kemasnya.
Freya merebahkan tubuhnya setelah semua selesai dikemas ke dalam kardus dan juga koper. Sekarang tubuhnya terasa lelah. Freya memejamkan mata untuk melepas penat. Tetapi perutnya keroncongan dengan keras minta diisi.
Urung tiduran, Freya berjalan gontai ke dapur mininya. Freya melihat masih ada beberapa sayuran segar yang bisa di masak, juga lima butir telur tersisa di kulkas. Sekarang berpindah ke lemari dapur tempat ia biasa menyimpan mie instan. Masih tersisa lima bungkus mie instan rebus.
"Ahayy.. mukbang mie kuah mantap nih sepertinya." sebuah ide muncul di kepala Freya.
Freya segera menyiapkan peralatan memasaknya, juga nengeluarkan bahan-bahan tersisa di kulkasnya. Acara memasak segera di mulai. Dan hanya dalam lima belas nenit saja Freya sudah selesai membuat mie kuah porsi jumbo.
Mie kuah sudah berpindah ke dalam mangkuk besar bersanding dengan satu teko sedang jus mangga. Dan keduanya sudah tersusun berdampingan di meja depan tv. Freya tersenyum puas. Sudah beberapa bulan ini ia tak memanjakan diri seperti ini karena jadwal syuting dan juga rekaman yang padat. Freya terkadang merindukan hal-hal ini.
"Apa gue pensiun aja ya jadi artis? Kan gue udah jadi istri Juna. Tinggal ongkang-ongkang di rumah aja ngabisin duit Juna. Kan hartanya banyak, nggak habis tujuh turunan katanya. Tinggal mikir turunan yang ke delapan aja nanti. Nyonya Juna Davinson nggak sih gue sekarang, hihihi," Freya terkikik geli sendiri dengan pikiran konyolnya.
Freya meraih remot tv di depannya, ingin menonton film kartun kesukaan Rain tetapi bel apartemennya berbunyi.
Tingtong tingtong
"Siapa sih ganggu kesenangan orang aja," gerutu Freya sambil berjalan ke pintu. Padahal ia sudah bersiap menikmati mie kuah jumbonya. Ada-ada saja, batin Freya.
"Juna? Ngapain di sini?"
Juna merenges di depan pintu apartemen Freya, menampilkan barisan gigi putihnya yang rapi.
"Ngapain di sini?" ulang Freya karena Juna belum menjawab pertanyaannya.
"Hehe, mau bantuin kamu beres-beres lah."
"Telat! Udah kelar semua baru mau bantuin," ketus Freya.
"Hehehe, maaf sayang, tadi meetingnya molor jadi aku telat nih bantuin kamu."
"Ya udah sana balik ie kantor lagi aja. Aku udah selesai beberes, bentar lagi mau pulang." usir Freya hendak menutup pintu lagi.
"Wah bau apa nih? Kamu lagi masak ya?" tanya Juna sambil mengendus-endus melalui celah pintu.
"Nggak ada! Tuh tetangga kali yang masak. Udah sana balik kantor," usir Freya dengan tak sabar. Ia sudah sangat lapar, dan lagi mienya keburu mengembang ntar.
"Aku lapar, Frey, aku ikut makan ya. Aku tahu kamu habis masak, ini baunya dari dalam unit kamu." pinta Juna dengan sedikit memaksa.
"Ckkk.. yaudah masuk!" titah Freya.
Juna pun masuk ke dalam apartemen Freya dengan tersenyum senang. Ia duduk di dekat meja depan tv. "Eh, kamu masak mie segini banyak?" tanya Juna kaget melihat mie kuah ukuran jumbo di depannya. "Untuk siapa aja nih? Banyak amat masaknya? Ahaa.. aku tahu, kamu pasti masak ini buat aku juga kan? Tau aja nih istriku sayang kalau suaminya mau mampir. Jadi makin cinta deh."
"Heh, jangan kepedean kenapa sih Tuan Juna? itu semua punya aku ya. Nggak ada bikinin kamu." jawab Freya sebal sambil berlalu ke dapur. Freya datang lagi dengan mangkuk ukuran standart beserta sendok dan garpu, juga gelas kecil.
Freya mengisi mangkuk yang ia bawa dengan mie beserta kuahnya. Juga mengisi gelas itu dengan jus mangga, lalu memberikannya pada Juna.
"Nih jatahmu. jangan minta bagianku."
Freya duduk dan langsung memakan mie jumbonya dengan cepat. Juna malah terbengong, ia hanya diberi mie sedikit, sedangkan dimangkuk Freya masih tersisa sangat banyak. Tapi Juna tidak berani protes.
"Lebih baik di kasih sedikit daripada tidak sama sekali," gumam Juna menghibur diri. Juna pun mulai memakan bagiannya. "Hmmm… enak juga ya ternyata mie instan gini." Juna yang seumur-umur belum pernah makan yang namanya mie instan terkejut karena ternyata mie instan cukup enak. Ia pun dengan cepat menghabiskan mie di mangkuknya.
***
"Ah, kenyang…" Freya bersandar di sofa setelah menghabiskan mie dan jus mangga berukuran jumbo itu. Juna bahkan masih melongo menyaksikan Freya menghabiskan mie dalam porsi besar itu. Ia menolak percaya seorang wanita berbadan ramping itu mampu menghabiskan makanan dalam jumlah banyak.
"Juna, aku mau jual aja ini apartemen. Bagaimana menurutmu?" tanya Freya.
"Kenapa di jual? Nggak disewakan aja? Nanti kalau sudah pindah tangan bakal sulit lho dapetin lagi." Juna memberi pendapat.
"Iya juga ya." Freya tampak berfikir kembali. "Tau ah.. pikir besok aja. Nah mumpung kamu di sini, bantuin angkat koper-koper sama kardus-kardus ke mobil ya," pinta Freya.
"Aku? angkat-angkat kardus?" tunjuk Juna pada diri sendiri.
Freya menepuk dahi, "lupa aku kalau Tuan Muda Juna Davinson tidak pernah mengangkat kardus." sindir Freya.
Tetapi Juna tak merasa tersinggung, bahkan malah tersenyum bangga. "Tidak perlu bawa banyak barang-barang ke rumah. Aku udah siapin semua kebutuhan kamu. Tas, sepatu, baju rumahan, baju kerja, baju pesta, perhiasan, perlengkapan mandi, make up, underwear, semua udah aku siapin. Bawa aja barang-barang berharga kamu seperlunya. Sisanya di bawa ke rumah jalan Kenanga saja."
"Serius?" tanya Freya tak percaya.
"Hmmm," Juna mengangguk lalu mengeluarkan ponselnya. Ia menunjukkan potret barang-barang yang ia sebutkan tadi pada Freya. "Nih liat!"
"Serius?" tanya Freya lagi setelah melihat foto-foto yang Juna tunjukkan.
"Iya. Makanya ayo buruan pulang ke rumah."
"Barang-barang yang itu gimana?" Freya menunjuk ie kardus-kardus dan koper yang siap diangkut.
"Biar diurus anak buah Roy ntar. Tinggal aja di sini dulu." jawab Juna santai.
"Okey, aku cuci ini dulu." Freya membawa peralatan makan yang kotor ke dapur untuk dicuci. Tak sabar ingin cepat pulang ke rumah Juna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Reyn Hizkia
lanjut thor
2023-11-29
1