Karena mobil Freya ada di apartemen, Freya pun memakai mobil Juna untuk ke perusahaan. Dan dari kesekian mobil mewah yang berbaris rapi di garasi yang sangat luas, Freya menjatuhkan pilihannya pada mobil sport warna kuning, warna favoritnya.
Seorang satpam membukakan gerbang untuk Freya setelah Freya sampai di Gedung Angkasa Mandiri Group.
"Selamat siang, dimana aku harus memarkir mobilku?" tanya Freya pada satpam yang bernama Prapto itu.
"Pa.. parkir di mana saja boleh, Nona."
"Baiklah. Terima kasih Pak Prapto." Mobil yang dikendarai Freya pun berlalu dari hadapan Prapto. Laki-laki paruh baya itu masih saja melongo meski mobil yang dikendarai Freya sudah menghilang dari pandangan.
"Pak, kenapa nggak ditutup lagi gerbangnya?" Yanto menepuk pundak Prapto hingga laki-laki itu berjingkat.
"Eh, Yanto. Kamu tahu nggak siapa barusan yang datang?" Prapto malah bertanya membuat alis Yanto mengkerut.
"Ya tau lah Pak. Itu tadi kan mobil Tuan Juna, ya jelas Tuan Juna lah yang datang. Gimana sih Pak Prapto."
"Nah itu dia Yanto."
Yanto meringis karena bahunya ditabok oleh Prapto.
"Itu tadi memang mobil Tuan Juna. Tapi yang nyetir bukan Tuan Juna. Perempuan cantik banget, pakai kacamata hitam. Mirip artis, Yantoo.."
Yanto tampak berpikir, "perempuan cantik pak? Apa Nona Jenny sudah kembali dari luar negeri?" tebak Yanto.
"Bukan Nona Jenny juga. Beda, ini mah kaya artis."
"Au ah Pak. Mending kita tutup aja gerbangnya sekarang, ketimbang ada orang gila masuk sini lagi kaya kemarin." omel Yanto.
***
Freya memarkirkan mobilnya di dekat pintu lobi perusahaan. Ia pun segera menghampiri resepsionis yang berjaga di lobi.
"Selamat siang, kak. Ada yang bisa kami bantu?" sapa wanita muda bernama Sarah itu dengan lembut dan sopan.
"Selamat siang. Saya ingin ketemu Pak Juna. Ada?"
"Sebentar ya kak, saya tanyakan pada sekretaris Tuan Juna dulu." Sarah menghubungi sekretaris Juna, sementara Freya melepas kacamata hitamnya lalu ia masukkan ke dalam tas.
"Maaf kak, Pak Juna sedang ada pertemuan di luar. Apakah kakak sudah membuat janji sebelumnya? Kalau belim silahkan buat janji temu terlebih dahulu." ucap petugas resepsionis setelah selesai menelpon ke ruangan Juna.
Freya melongo. Apa katanya tadi? Buat janji dulu. Hey ..Aku istrinya Juna, buat apa harus bikin janji dulu hanya untuk bertemu dengan laki-laki itu? Ingin rasanya Freya berteriak begitu.
"Eh.. aku cuma mau ketemu Juna sebentar saja kok. Biar aku tunggu di sana saja." Freya menunjuk kursi yang tak jauh dari meja resepsionis.
"Baik kakak, silakan."
Freya pun melenggang dan duduk di kursi yang tadi dia tunjuk. Seandainya saja ia tidak mengemban amanat dari sang ibu mertua, Freya pasti sudah memilih tancap gas dari sini, daripada harus menunggu orang yang tak tahu kapan akan datang. Freya mengeluarkan ponselnya. Untuk mengusir rasa suntuk, Freya membuka aplikasi toktok dan melihat berbagai video menarik.
Karena sekarang adalah jam istirahat, banyak karyawan berlalu lalang keluar masuk kantor. Toby cs sedang berjalan keluar untuk makan di kantin yang ada di samping gedung perusahaan. Mereka tengah berdebat tentang makanan apa yang mau dimakan.
"Enaknya soto aja siang-siang gini mah. Panas, pedas, segar, mantap pokoknya." saran Nono.
"Eh buset jangan soto lagi lah. Kemarin kan sudah soto. Ganti yang lain!" tolak Toby, si paling merasa tampan.
"Tau nih si Nono makannya soto mulu. Sekali-kali ganti yang lebih berkelas napa," protes Joni.
"Lah emang apa makanan yang lebih berkelas dari soto?"
"Kare." jawab Joni enteng.
"Huuu.. sama ajalah. Cuma sodaranya aja."
"Eh, liat. Bukankah itu Freya?" tunjuk Nono saat melewati tempat Freya duduk.
"Wah iya, itu Freya kan? Ayo ke sana." seru Toby. Merekapun berlomba-lomba berlari ke tempat Freya.
Freya mendongak saat mendengar banyak langkah kaki yang mendekat ke arahnya.
"Halo, Freya. Bolehkah kami minta tanda tangan?"
Freya memicing menatap gerombolan laki-laki itu.
"Kami fans beratmu Freya. Boleh ya, beri kami tanda tangan." rayu Toby.
"Oh, hai. Mana yang mau ditanda tangani?" Freya pun akhirnya tersenyum kepada para laki-laki itu.
"Buku nikah kita yang harus ditandatangani Freya." Joni mengeluarkan jurus gombalannya.
"Eaaaaaa…" yang lain pun menyoraki Joni.
Freya tertawa karenanya. "Kalian ini nggak bawa kertas sama pulpen kok minta tanda tangan."
"Aku bawa nih kak Freya," laki-laki berbadan kurus maju mendekati Freya.
"Eh Juki, apaan tuh? Bukannya itu buku diary?" tanya Nono sambil memperhatikan buku kecil di tangan Juki.
"Hehehe, untung aku bawa ini kemana-mana. Jadi bisa minta tanda tangan kak Freya nih." Juki merenges.
"Woylah curang lu Juki, siniin, bagi ke kita!" Toby merebut buku diary Juki juga pulpen yang dibawanya. Ia merobek selembar kertas lalu melempar buku diary Juki ke sembarang arah. Kemudian Toby mendekati Freya, "Freya, tolong tanda tangan di sini."
Sedangkan buku diary Juki sudah menjadi rebutan orang-orang yang semakin lama semakin bertambah banyak. Setelah mereka mendapat kertas, mereka pun mengantri untuk minta tandatangan Freya. Freya sampai geleng-geleng melihatnya.
"Terima kasih Freya," semuanya kompak mengucapkan terima kasih setelah berhasil mengantongi tanda tangan Freya.
Freya hanya mengangguk sambil tersenyum, tak sadar jika senyumannya membuat kaum adam di depannya kelojotan.
"Freya, sebelum berpisah, aku ingin mempersembahkan sebuah pantun untukmu," kata Nono dengan dramatis. Bisa bertemu secara langsung dengan Freya adalah sebuah keajaiban dunia bagi mereka, oleh karenanya, Nono ingin meninggalkan kesan mendalam bagi sang artis idola.
Freya mengangguk mempersilakan Nono untuk membaca pantun. Ada-ada saja kelakuan fansnya ini memang.
Nono berdehem sambil merapikan kerah baju juga rambutnya yang berantakan, bersiap untuk membacakan pantunnya.
"Ke pasar membeli batik." Nono memulai pantunnya.
"Cakeeeep." sahut yang lain.
"Jangan lupa mampir beli tahu."
"Cakep.."
"Untuk Freya yang paling cantik, Ai lov yuu.." lanjut Nono sambil cengar-cengir karena Freya tertawa sambil menatapnya.
"Ea…. eaaaaaa si Nono." yang lain lagsung heboh sendiri.
Mereka tak sadar jika sedari tadi Juna memperhatikan mereka. Tangan Juna mengepal erat mendengar si Nono mengatakan i love you pada Freya. Tadi Juna masih bisa mengendalikan diri karena Roy menahannya. Tapi sekarang Juna tak tahan lagi, hatinya meradang.
"MINGGIIRR!" Satu teriakan Juna menggema di lobi membuat semua orang yang sudah sangat hapal dengan suara Juna membeku di tempat. Orang-orang yang yang tadinya fokus pada Freya kini berbalik pada Juna. Dalam hati mereka sangat panik melihat Juna yang wajahnya memerah karena marah.
Semua orang pun menyingkir ke tepian untuk memberi ruang gerak bagi Juna. Dengan angkuh Juna berjalan melewati gerombolan karyawannya dan berhenti tepat di depan Nono.
"Kamu pikir kamu sangat hebat karena hanya karena bisa berpantun?" tanya Juna sinis sambil menatap Nono tajam. Nono sampai menundukkan wajahnya.
"Kalau cuma baca pantun gitu aku juga bisa."
Semua orang yang menunduk takut kini menatap Juna dengan penasaran. Benarkah bosnya yang gila kerja itu bisa berpantun? Bukankah sehari-harinya hanya mengurusi data perusahaan saja?
"Yakin Pak Juna bisa berpantun?" Toby yang paling pemberani bertanya.
"Bisa lah. Dengar ya." Juna berdehem, bersiap membacakan pantunnya. Semua orang dengan patuh menunggu sang pimpinan dalam diam.
"Ke pasar bawa banyak uang," Juna memulai pantunnya.
"Pulangnya beli banyak salak." lanjut Juna.
Tak ada yang menyahut. Semua orang malah sibuk dengan pikiran masing-masing. Orang kaya mah suka-suka ke pasar bawa banyak uang, kalau orang biasa pasti bawa uang seperlunya saja, takut kena copet. Batin mereka.
Meski heran karena semua orang diam, Juna tetap melanjutkan pantunnya dengan percaya diri.
" Untuk Freya istriku tersayang, ayo kita bikin banyak anak." lanjut Juna.
"Whooaaa, Pak Juna to the point banget. Daebakk."
Prok prok prok…
Semua langsung berteriak heboh sambil bertepuk tangan dimana-mana, membuat Juna tersenyum bangga. Berbanding terbalik dengan Freya yang tertunduk malu mendengar kata-kata frontal Juna.
"Dasar Juna tak punya malu," geram Freya pelan.
"Sudah! Sekarang kalian bubar! Kembali ke meja kerja masing-masing! Waktu istirahat sudah habis." perintah Juna dengan tegas setelah tawa riuh mulai reda.
"Tapi pak, kita kan belum makan siang," protes Toby.
"Bodo amat, siapa suruh waktu istirahat bukannya makan malah godain istri orang," jawab Juna ketus.
Tak berani protes lagi, semua orang pun berjalan dengan lesu menuju ruang kerja masing-masing.
"Pakai ini!" Juna melempar dengan pelan jas yang sejak tadi ia selempangkan di bahu pada Freya.
Freya mendongak, tak mengerti apa maksud Juna.
"Buat apa?" tanya Freya heran.
"Ckk. lihat bajumu. Kamu sengaja ya ingin menggoda laki-laki lain dengan pakaian kaya gitu?" Juna menunjuk kaos yang di kenakan Freya. Kaos press badan berwarna putih itu melekat erat di tubuh Freya, memperlihatkan lekukan-lekukan sempurna wanita itu. Belum lagi celana pendek berbahan jins yang panjangnya di atas lutut. Di mata Juna, Freya terlihat sangatlah seksi dan menggoda.
"Menggoda apanya? Penampilanku memang seperti ini. Biasanya juga begini. Ada apa denganmu?" tanya Freya heran.
Juna merasa gemas sendiri karena Freya tak paham apa yang ia khawatirkan. Ia pun menarik tubuh Freya hingga berdiri. Kemudian merebut jasnya di tangan Freya dan memakaikannya pada tubuh istrinya, secepat kilat, sehingga Freya tak punya kesempatan menolak.
"Nah gitu baru bagus. Ayo ke ruanganku. Harusnya telepon aku dulu kalau mau ke sini. Atau kamu langsung masuk ke ruanganku saja, bukannya malah tebar pesona di sini." Juna menggandeng Freya menuju ruangannya sambil tak berhenti mengomel. Bibir Freya pun monyong kesana kemari menirukan ocehan Juna dengan tanpa suara. Ia sangat kesal karena harus memakai jas Juna yang panjangnya sampai lutut, bahkan celananya saja sampai tertutup sempurna. Freya merasa seperti orang-orangan sawah sekarang.
Roy hanya geleng-geleng kepala saja melihat kelakuan Tuannya. Setelah sampai di ruangannya, Juna langsung sibuk dengan berkas-berkas yang harus diperiksa sebelum ditandatangani.
"Makan dulu kuenya. Mommy udah susah-susah bikinnya lho, khusus buat kamu nih." Freya membuka kotak kue lalu memotongnya menjadi beberapa bagian.
"Nanti aja sayang, lagi sibuk nih. Sampai numpuk begini kerjaan aku." jawab Juna dengan mata tak beralih dari berkas di tangan.
"Huhh dasar, dimasakin susah-susah nggak menghargai banget. Dahlah aku makan sendiri aja," ketus Freya. Ia pun langsung mengambil sepotong kue dan memasukannya ke dalam mulut sampai penuh.
"Hmmm… enyak banget nih. Kue bikinanku ternyata enak juga ya," komentar Freya sambil mengunyah kue dengan sangat menikmati.
Juna melirik untuk melihat Freya makan, ia malah dibuat menelan ludah dengan susah payah saat melihat Freya menjilat krim yang tercecer di sekitar bibirnya. Di mata Juna, gerakan Freya sangat eksotis membuat pikirannya travelling.
"Aku mau juga dong sayang." melihat Freya makan Juna menjadi tergoda untuk ikut makan.
"Mau? Kemarilah. Masih banyak nih kuenya."
"Suapi dong sayang, suamimu sibuk banget nih," pinta Juna.
Melihat kertas-kertas yang menumpuk begitu tinggi di depan Juna, Freya mengalah dan menuruti kemauan pria yang sekarang jadi suaminya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments