Ucapan Juna tentunya membuat heboh semua wartawan yang ada di sana. Bagaimana tidak, selama ini Freya tak pernah terlibat berhubungan dengan siapapun. Meskipun banyak yang mendekati, juga fansnya menjodoh-jodohkan Freya dengan para lawan mainnya, namun Freya tak pernah menanggapi. Sekarang Juna mengaku telah menghamili Freya, mereka pasti bertanya-tanya apa hubungan keduanya.
Juna segera menarik Freya dari kerumunan wartawan, diikuti oleh Roy. Tak peduli dengan teriakan Freya yang menyuruhnya melepaskan tangan. Juna mendorong tubuh Freya ke dalam mobil setelah Roy membukanya. Juna ikut masuk dan segera menutup pintu.
"Aku mau pulang, turunkan aku! Aku bawa mobil sendiri!" teriak Freya saat mobil mulai meninggalkan studio Garuda Tv. Namun baik Juna maupun Roy tak ada yang menghiraukan Freya, mereka pura-pura tak mendengar. "Hey, turunkan aku!" Teriak Freya kencang sekali di telinga Juna, membuat Juna segera menjauhkan telinga dan menutupnya.
"Awwwww awww lepas Free… sakittt…" gantian Juna yang berteriak kencang karena Freya mencubit kulit lengannya hingga terasa panas dan perih, persis seperti digigit semut rangrang merah yang ada di pohon mangga. Roy yang sedang menyetir geleng-geleng kepala melihat kedua makhluk yang ada di belakangnya.
"Haisss, dasar pada kaya bocah." gerutu Roy pelan.
"Apa liat-liat? Masih kurang cubitannya?" tanya Freya sembari mendelik kesal kepada Juna. Huhh.. siapa suruh pura-pura nggak dengar.. Rasain..Batin Freya geram.
"Uhh.. jangan di cubit lagi dong. Panas tau.." Juna tak henti mengusap kulit bekas cubitan Freya. "Mending dicium aja daripada dicubit gini."
"Ogah amat!" ketus Freya sambil membuang muka membuat Juna terkekeh. Dilihat-lihat wajah Freya malah semakin imut sekarang. Apalagi bibirnya yang manyun, membuat semakin menggemaskan saja. Ingin rasanya Juna mencium bibir itu.
"Kenapa berhenti di sini? Aku mau pulang!" Protes Freya ketika menyadari mobil memasuki sebuah restoran milik salah satu artis terkenal lain.
"Kita makan dulu, nanti aku antar pulang. Kita perlu bicara Fre. Pliss.." pinta Juna.
"Huhhh… ya sudah buruan. Aku harus cepat pulang" Freya segera turun dari mobil. Ia teringat harus menjemput Rain. Freya ingin cepat-cepat menyelesaikan urusan dengan Juna supaya bisa cepat ke sekolah Rain.
Juna juga turun dari mobil, segera mengejar Freya dan menyamai langkahnya. "Hey, sudah lima tahun berlalu kenapa kamu nggak tambah tinggi?" ledek Juna.
Freya mendongak menatap wajah Juna. Benar, rasanya perbedaan tinggi badan mereka semakin timpang. "Aku tumbuh normal ya. Kamu yang tumbuh tinggi terlalu cepat. Kaya Onta." jawab Freya kesal. Freya mempunyai tubuh yang proporsional. Tinggi badannya juga di atas rata-rata, tapi jika bersanding dengan Juna, Freya hanya sedadanya saja.
"Haha, biarin, yang penting kan nggak kaya jerapah, yang tinggi lehernya doang." jawab Juna santai, namun bagi Freya itu sangat menyebalkan.
"Roy, kamu pesan privat room cepat!" titah Juna pada Roy. Roy mengangguk," siap Tuan." Dalam sekejap Roy berjalan cepat mendahului Freya dan Juna untuk memesan privat room.
Juna menarik lengan Freya menuju privat room restoran yang biasa ia pesan. Roy sudah menunggu di sana. Di dalam privat room, Juna duduk di dekat Freya.
"Jangan di situ!"
Roy yang sudah menarik kursi dan hendak duduk di seberang Juna dan Freya terlonjak kaget mendengar teriakan Juna.
"Kenapa Tuan?" tanya Roy heran. Freya juga menatap Juna dengan heran.
"Kamu duduk di sana, yang paling ujung!" Juna menunjuk kursi yang ada di meja paling ujung, cukup jauh dari tempatnya.
Roy tak menyahut, tapi segera mengembalikan kursi seperti semula, lalu berjalan menuju kursi yang ditunjuk Juna. Freya mencebik bibirnya, mengerti maksud Juna menyuruh Roy duduk jauh.
"Dasar modus.." gumam Freya lirih, tapi masih bisa di dengar Juna.
Juna tersenyum karena kini bisa berduaan saja tanpa rasa bersalah. "Mau makan apa Fre?" tanya Juna sambil menunjukkan buku menu.
Freya menatap malas pada buku menu yang disodorkan Juna." Terserah," jawab Freya acuh sambil menepisnya. Meskipun lapar, tapi ia tak begitu antusias memilih menu, karena yang di dalam pikirannya hanya Rain saja saat ini. Ia takut Rain menunggu terlalu lama. Freya mengeluarkan ponsel dari dalam tas, lalu mengirim pesan pada Miss Rere supaya menemani Rain dulu.
Juna berdecak kesal karena Freya tak mau memilih menu yang diinginkan. Juna melihat-lihat menu sebentar, lalu memanggil pelayan mendekat. "Aku mau yang ini 3, sama minumnya ini saja, 3 juga."
"Siap Tuan,mohon tunggu sebentar." pelayan itu pun pergi untuk menyiapkan pesanan. Beberapa menit kemudian pesanan datang. Mencium aroma rempah yang wangi, Freya mengalihkan tatapannya dari ponsel. Ikan bakar bumbu rempah denga sambal matah tersaji di piring yang cantik. Baru melihat saja Freya sudah ngiler dibuatnya.
"Ayo makan, jangan sungkan-sungkan." ajak Juna. Freya melihat Juna sudah mengambil nasi, juga meletakkan daging ikan beserta sambalnya di atas nasi. Satu suapan besar segera masuk ke mulut Juna. Freya menelan ludah melihat ekspresi Juna yang begitu menikmati makanannya.
"Hmmm, karena udah terlanjur dipesan, ya udah aku makan." ucap Freya dengan datar. Lalu dengan kecepatan penuh menghabiskan segala makanan yang ada di depannya. Juna tersenyum melihat Freya makan dengan lahap. Ikan bakar rempah dengan sambal matah memang makanan kesukaan Freya, Juna tahu itu.
"Wah… cantik-cantik tapi rakus juga ternyata," gumam Roy yang terheran-heran melihat cara makan Freya yang tak ada anggun-anggunnya.
***
"Kapan kamu ada waktu Frey? Kita harus mengurus pernikahan secepatnya," ucap Juna sembari menyapu bibirnya yang basah dengan tisu.
"Huukkkk." Freya tersedak es jeruk yang sedang diminumnya. "Siapa juga yang mau menikah denganmu?" tanya Freya dengan panik.
Freya pikir Juna tak serius dengan pernikahan yang ia katakan. Ia pikir Juna hanya ingin memberinya muka di depan wartawan tadi.
"Kita harus menikah, Frey. Apa kata dunia jika aku tidak menikahimu? Ayah dan ibuku sudah tahu kita punya anak. Dan juga, kasian jika Rain tidak punya keluarga yang lengkap."
Huhhh.. Freya menghela nafas panjang. Menikah? Itu adalah satu-satunya hal yang tak pernah Freya pikirkan walaupun sudah melahirkan anak. Baginya mempunyai Rain saja sudah cukup, ia tak membutuhkan pernikahan yang akan ada banyak drama di dalamnya, yah seperti pernikahan ayahnya.
"Kami, aku dan Rain, baik-baik saja sekarang. Kami tak memerlukan orang lain. Aku bisa membahagiakan Rain, menjadi ayah sekaligus ibu untuknya. Aku tak ingin menikah dengan siapapun." jawab Freya datar. Menjadi ayah sekaligus ibu? Wah, Freya mengabaikan fakta bahwa ia selalu sibuk dengan pekerjaan. Mana mungkin ia benar-benar menjadi ayah sekaligus ibu.
"Kamu yakin? Aku tahu kamu bisa menghidupi Rain dengan layak. Tapi Rain tetap butuh sosok ayah. Aku yakin dia juga ingin seperti teman-temannya, memiliki ayah dan ibu yang lengkap. Ayolah Frey, pikirkan tentang Rain." pinta Juna.
"Apa yang kamu harapkan dengan menikah? Aku tak mungkin jadi istri penurut untukmu Juna. Aku mencintai karirku, aku tak akan meninggalkannya. Juga, aku tak akan pernah memenuhi kebutuhan biologismu. Aku tak siap dengan itu." jawab Freya dengan lesu. Berakting adalah pekerjaan yang sangat Freya sukai. Ia tak akan pernah meninggalkannya. Karena selain hobi, berakting adalah pekerjaan yang telah menghidupinya sejak umur tujuh tahun.
"Aku tidak akan mengekangmu, aku janji. Aku juga tidak akan memaksamu bercinta denganku jika belum siap. Aku ingin menikahimu semata-mata hanya untuk memberi keluarga yang lengkap untuk Rain, juga untuk bertanggung jawab pada kalian." ucap Juna sungguh-sungguh.
"Aku pikirkan dulu." jawab Freya malas. Ia melihat jam di tangannya. Sudah hampir pukul sebelas. " Aku akan pergi sekarang. Kita bicarakan besok saja."
"Kalau kamu tak mau menikah denganku, jangan salahkan jika aku akan merebut hak asuh Rain darimu." ancam Juna. Freya kembali duduk, menatap Juna yang terlihat sangat serius sekarang. Freya sedikit gemetar melihat wajah Juna yang lebih seram daripada chef terkenal di tv.
"Rain anakku, tak ada yang bisa merebutnya dariku." bantah Freya, mengabaikan sedikit rasa takut di hatinya. Ia harus terlihat kuat di depan Juna.
"Kamu lupa aku punya uang, punya kuasa? Merebut hak asuh Rain bukan hal yang sulit. Kamu tak punya pilihan selain menikah denganku." ucap Juna tegas.
"Baiklah, kita menikah. Tapi aku punya beberapa syarat. Aku akan buat surat perjanjian pranikah nanti aku kasih kamu," ucap Freya pada akhirnya. Ia tak punya pilihan lain, yang dikatakan Juna memang benar adanya. " Aku harus menjemput Rain, aku pergi sekarang." Freya berdiri dan akan meninggalkan ruangan, seketika ia menyadari ucapannya barusan, Freya menepuk mulutnya sendiri. Kenapa ia harus bilang akan menjemput Rain?
"Kita jemput sama-sama. Setelahnya kita akan kerumah Ayah dan ibuku, kita bahas pernikahan kita." Juna menarik tangan Freya supaya mengikutinya. Haihhh.. Akhirnya tiba juga saat dimana Rain akan ketemu ayahnya.
***
Freya duduk dengan gelisah di dalam mobil. Ia memikirkan bagaimana reaksi Rain nanti saat bertemu dengan Juna. Ia juga bertanya-tanya bagaimana pendapat anak itu jika ia menikah dengan Juna. Freya tahu Rain kesepian selama ini. Freya tahu Rain benar-benar menginginkan kehadiran seorang ayah. Sayangnya Freya tak menginginkan ada sosok suami di sampingnya. Ia sudah biasa hidup sendiri sebelum ada Rain. Entah bagaimana nanti jika ia menikah.
"Sudah sampai."
Suara bariton Juna membuyarkan lamunan Freya. Freya bahkan tak sadar jika mobil sudah berhenti di pelataran sekolah Rain.
"Tunggulah di sini, aku panggil Rain dulu." perintah Freya sebelum keluar dari mobil.
Juna memandang kepergian Freya dengan jantung yang berdebar. Matanya tak lepas menatap Freya yang berjalan anggun menuju salah satu ruang kelas.
"Apakah anda gugup Tuan Juna?" tanya Roy yang melihat Juna duduk dengan gelisah.
"Kau tau Roy, aku lebih gugup sekarang ini daripada saat akan menghadapi investor dari luar negeri." jawab Juna tanpa mengalihkan pandangan dari pintu tempat Freya masuk.
"Itu wajar Tuan, karena anda akan bertemu dengan anak kecil yang lebih sulit ditebak jalan pikirannya." Roy terkekeh.
"Hahaha.. benar sekali." Juna tertawa sumbang. Ia pun turun dari mobil. Ingin rasanya Juna masuk ke dalam kelas Rain karena tak sabar untuk melihat secara langsung anak laki-lakinya. Tapi Juna tak punya nyali. Ia pun bersandar di badan mobil menunggu Freya membawa Rain keluar kelas.
"Maafkan aku Miss Rere, ada keperluan mendadak sekali tadi." ucap Freya sungkan seraya mendekati meja Rain. Miss Rere sedang menunggui Rain membaca buku tadi. Suasana kelas sangat hening karena teman-teman Rain sudah pulang semua. Ia sangat terlambat menjemput Rain rupanya.
"Tak apa Nona Freya, saya juga sedang senggang kok." Miss Rere tersenyum, memaklumi kesibukan yang Freya miliki.
"Bagaimana dengan Rain? Dia tidak merepotkan Miss Rere kan?" tanya Freya memandangi Rain yang sibuk berkemas dalam diam. Freya tahu Rain sedang ngambek jika dalam mode sangat diam begitu.
"Tidak Nona Freya tenang saja. Rain sangat pintar."
"Baiklah terimakasih untuk hari ini ya Miss Rere. Kami pulang dulu. Ayo Rain." ajak Freya.
"Aku pulang dulu Miss Rere. Selamat siang." Rain membungkuk penuh hormat pada Miss Rere, membuat wanita berambut keriting itu tertawa kecil.
"Hati-hati ya anak ganteng." pesan Miss Rere.
"Mari Miss Rere." Freya menggandeng tangan Rain keluar dari kelas.
"Maafkan Mammy Rain, tadi Mammy ada keperluan mendesak." ujar Freya.
" Huh Mammy selalu begitu." ucap Rain dengan jutek, Freya gemas melihat pipi Rain yang menggembung. Rain berjalan cepat mendahului Freya. Namun langkahnya berhenti kala tatapan matanya bertemu dengan Juna yang tersenyum.
"Halo My son."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Praised93
terima kasih
2024-01-08
0