"Siapa yang membual? Kami memang akan segera menikah." suara bariton Juna mengalihkan tatapan semua orang dari Freya. Semua orang terkejut dengan kehadiran Juna, termasuk Freya.
"Tuan Juna, kenapa anda di sini?" Jodi begitu terkejut hingga berdiri dan akan menghampiri Juna, tapi Juna mengisyaratkan Jodi untuk berhenti dengan tangannya. Jodi pun tak jadi melangkah.
Dengan santai Juna duduk di sebelah Freya. Freya menatap Juna tak percaya. Bagaimana bisa laki-laki itu ada di sini sekarang.
"Tuan Juna selamat datang. Apa yang membawa anda datang kemari?" tanya Jodi sungkan. Freya yang melihat itu hanya tertawa mencibir.
"Sebenarnya saya berniat memberitahu tentang pernikahan saya dengan Freya. Tadinya saya ingin meminta Freya pada anda secara baik-baik layaknya menantu dan calon mertua pada umumnya. Tapi melihat perlakuan kalian pada Freya tadi, saya rasa itu tak perlu sekarang." Juna tersenyum miring, sedangkan Jodi sudah pucat pasi karena memahami maksud perkataan Juna.
"Tuan Juna sungguh-sungguh akan menikahi Freya? Tapi Freya…"
"Saya akan mengirimkan undangan pernikahan kami nanti, saya harap anda datang." Ucap Juna dengan tegas menyela perkataan Jodi. Jodi membeku di tempat.
"Ayo sayang, kita pulang." Juna meraih tangan Freya dengan lembut, lalu menuntunnya berdiri. Juna tak berniat pamitan pada Jodi.
"Tuan, Nyonya, saya permisi dulu," pamit Freya sambil tersenyum penuh kesopanan, yang malah membuat Tasya bergidik ngeri.
Tanpa menunggu respon dari Jodi sekeluarga, Juna menuntun Freya keluar dari rumah ayahnya. Melihat Freya hanya pasrah digandeng, Juna tak menyia-nyiakan kesempatan. Ia memindahkan tangannya ke pinggang ramping Freya, menarik tubuh wanita itu merapat padanya. Juna tersenyum saat Freya tak protes.
"Kamu baik-baik saja kan?" tanya Juna khawatir.
"Ya." gumam Freya lirih. Melihat Freya hanya diam saja membuat hati Juna sakit. Dibanding Freya yang pendiam begini, Juna lebih suka Freya yang cerewet dan suka membantah. Tapi Juna tahu jika Freya sedang tak baik-baik saja. Juna memang tak pernah tahu bagaimana hubungan Freya dan keluarganya. Dia baru tahu sekarang jika keluarga Freya memperlakukan Freya dengan tidak baik.
"Freya, jangan cemberut dong. Ada Rain di dalam mobil." bujuk Juna.
Freya yang termenung seketika mendongak menatap Juna. "Benarkah? Kamu udah jemput Rain?"
Juna mengangguk, "sebelum ke sini tadi aku jemput Rain dulu. Tersenyumlah, jangan sampai Rain melihat wajah sedihmu."
"Baiklah," Freya mencoba bersikap biasa dan menarik bibirnya hingga tersenyum.
"Nah gitu dong. Kan makin cantik calon istriku kalau senyum gitu," goda Juna.
"Emang udah cantik dari lahir." jawab Freya penuh percaya diri.
"Iya deh iya, percaya." Juna mengacak rambut Freya dengan gemas.
Juna membuka pintu mobil untuk Freya. Freya langsung tersenyum senang melihat Rain di dalam mobil.
"Tapi aku bawa mobil sendiri," ucap Freya bimbang. "Mobilku gimana?" tanya Freya pada Juna.
"Biar Roy yang bawa mobil kamu. Kita ke catatan sipil dulu ya, kamu bawa berkas-berkasnya kan?"
"Iya udah aku bawa kok. Nih kuncinya kasih Roy." Freya memberikan kunci mobilnya pada Juna.
"Rain," Freya segera menghambur ke dalam mobil memeluk Rain.
"Mammy, akhirnya Mammy datang. Mammy, itu rumah siapa?" tanya Rain penasaran.
"Itu rumah kenalan Mammy." jawab Freya malas. Ia memang tak pernah cerita ke Rain tentang ayahnya dan keluarganya.
"Rain tadi di jemput Papi ya?" Freya mengalihkan topik pembicaraan.
"Iya Mammy. Tau nggak Mammy, tadi guru-guru Rain tak percaya jika aku punya Papi sekarang. Tapi setelah liat Papi, mereka baru percaya," Rain menceritakan kejadian tadi dengan semangat. Freya tersenyum melihat Rain yang pintar bercerita itu.
"Rain senang ada Papi?" tanya Freya.
"Huum," Rain mengangguk. "Rain bisa pamer ke yang lain kalau sekarang aku punya Papi keren." jawab Rain dengan bangga.
"Memangnya Mammy nggak keren?" Freya tak terima karena Rain malah memuji Juna.
"Mammy juga keren kok," hibur Rain. "Tapi pelit."
Senyum yang tadi akan berkembang di wajah Freya mendadak layu lagi saat dibilang Rain pelit.
***
Juna memberikan kunci mobil Freya pada Roy yang turun dari mobil. "Kamu bawa mobil Freya ya Roy. Aku ajak Rain ke Catatan Sipil sekalian, kamu tinggal aja mobil Freya di rumah," perintah Juna.
"Tuan, bolehkah saya bawa mobil Nona Freya ke perusahaan? Masih ada beberapa pekerjaan yang harus saya selesaikan." izin Roy.
"Oh, terserah kamu saja. Nanti aku kabari lagi kamu harus antar kemana mobil itu."
"Baik Tuan." Roy segera berlalu ke mobil Freya. Juna menatapnya hingga Roy masuk ke dalam mobil. Sudah berkali-kali Juna minta Roy supaya tak terlalu formal, tapi Roy tak mau menuruti. Juna pun segera masuk ke mobilnya. Ia yang akan menyetir mobil ke catatan sipil.
"Papi, kita mau ke mana sekarang?" tanya Rain penasaran karena jalan yang mereka lewati bukan jalan menuju rumah.
"Mammy sama Papi ada perlu sebentar Rain," Juna menengok ke belakang sebentar, lalu fokus lagi ke depan. "Rain mau makan apa nanti? Setelah urusan Papi dan Mammy selesai, kita cari makan," tanya Juna.
"Aku ingin makan eskrim," jawab Rain dengan semangat.
"Issss, memangnya nggak ada makanan selain eskrim?" komentar Freya.
"Hehehe… kan jarang-jarang Mammy… nggak tiap hari," rayu Rain. Boleh ya Mammy? Panas banget nih, aku mau yang dingin-dingin."
Freya melirik ke arah Rain yang menatapnya dengan penuh harap. Melihat wajah menggemaskan anak itu selalu membuat hati Freya meleleh. Bagaimana mungkin dia bisa menolak. " Baiklah, hari ini boleh makan eskrim."
"Yeeey…" Rain bersorak senang. Juna pun ikut tersenyum melihatnya.
Karena obrolan-obrolan santai dengan Rain, tak terasa mereka sudah sampai di kantor Catatan Sipil. Juna kesulitan mencari tempat parkir karena ternyata di sana cukup penuh.
"Bagaimana kalau kalian tunggu Papi di kantin saja? Sepertinya di dalam sangatlah ramai." Juna melihat antrian yang berdesak-desakan di dalam.
"Apa tidak papa jika kamu sendiri yang mengurusnya di dalam?" Freya melihat bolak-balik antara Juna dan Rain. Ia ingin menemani Juna karena penasaran dengan prosedur pendaftaran pernikahan, tapi juga kasihan pada Rain jika harus berdesak-desakan dengan manusia dewasa di dalam sana.
"Tenang saja, percayakan padaku. Aku pastikan semuanya beres," ucap Juna dengan penuh percaya diri sambil mengedipkan sebelah mata.
"Okey, aku dan Rain tunggu disana ya," Freya menunjuk kantin.
Juna mengangguk lalu masuk ke dalam kantor Catatan Sipil. Sebenarnya dia sudah janjian dengan seseorang di dalam. Kemarin Roy sudah memberitahu pihak yang mengurus pencatatan pernikahan tentang rencana kedatangan Juna. Jadi Juna tak perlu ikut mengantri dengan yang lain karena ia langsung menuju ruangan yang sudah disebutkan sebelumnya. Dan Juna hanya butuh waktu cepat untuk mengurus semua keperluannya.
Tak lama kemudian, Juna sudah menghampiri Freya dan Rain di kantin samping kantor Catatan Sipil. Freya kaget melihat Juna keluar dengan sangat cepat.
"Kenapa cepat sekali? Apa ada masalah?" tanya Freya khawatir.
Juna malah tersenyum melihat wajah khawatir Freya karena Freya jadi sangat menggemaskan. "Tidak ada masalah, semua sudah beres. Kita akan mendapatkan akta pernikahan saat selesai pemberkatan besok." Juna menjelaskan dengan sangat bahagia. Freya dapat melihatnya dengan jelas di wajah tampan Juna.
Hati Freya sedikit tak nyaman melihat itu. Entah bagaimana perasaannya, ia tak merasa senang sedikitpun, apalagi mengingat kejadian di rumah ayahnya tadi. Yah sejauh ini ia twk bisa mempercayai laki-laki seratus persen. Ada ketakutan tersendiri saat mulai menjalin hubungann dengan laki-laki, itulah kenapa Freya selalu menjomblo. Tapi melihat wajah bahagia Juna, Freya mencoba menetralkan ekspresinya supaya tak menyinggung laki-laki itu.
"Papi sudah selesai? Apakah kita sudah bisa beli es krim sekarang?" tanya Rain dengan tak sabar. Juna terkekeh mendengarnya.
"Iya Papi sudah selesai. Bagaimana kalau kita sekalian jalan-jalan di mall saja? Nanti Rain bisa bermain dulu , baru setelah itu makan dan beli es krim. Mau?"
"Mauuuu…" jawab Rain penuh semangat. "Ayo Mammy. Kita ke mall," ajak Rain pada Freya.
"Baiklah.." Freya hanya pasrah saat Rain menggandengnya untuk mengikuti Juna ke mobil.
***
"Rain, mau papi gendong?" tawar Juna saat mereka berjalan memasuki mall.
"Tidak papi, aku suka jalan sendiri," tolak Rain dan memilih berjalan sambil sesekali melompat kecil.
"Hati-hati Rain, jangan jauh-jauh dari Mammy." Freya memperingatkan.
"Baik Mammy."
Freya menatap sendu pada Rain yang terlihat sangat bahagia berjalan ke dalam Mall. Ia merasa bersalah karena sangat jarang mengajak Rain keluar seperti ini. Selain karena sibuk, Freya juga harus menyamar tiap kali pergi keluar bareng Rain, dan itu membuat tak leluasa.
"Kamu ingin makan siang apa nanti?" Juna meraih jemari Freya dan menggenggamnya tiba-tiba. Freya terkejut, ia menarik tangannya dengan cepat tapi Juna menggenggamnya erat. "Jangan menolak. Nanti dilihat paparazi dan disangka kita berantem kalau nggak gandengan."
Freya memutar mata dengan malas. Membiarkan Juna tetap menggandengnya. Bagaimana lagi, ia harus selalu waspada jika di depan umum begini. Juna tersenyum karena mulai sekarang dan seterusnya ia akan punya gandengan saat kemana-mana.
"Truk aja gandengan, masa gue enggak. Malu dong." batin Juna.
"Papi, boleh aku naik kuda-kudaan itu?" tanya Rain saat mereka sampai di playground Mall.
"Boleh. Papi beli kartunya dulu ya, supaya kamu bisa main sepuasnya."
Juna pun membeli kartu bermain dan membiarkan Rain bermain sepuasnya di sana.
"Terima kasih ya Papi. Aku sangat senang hari ini puas bermain." ucap Rain.
"Sama-sama Rain. Lain kali kita akan ke sini lagi kalau kami suka. Sekarang kita makan dulu ya."
Rain mengangguk senang. Mereka pun menuju Foodcourt untuk makan siang. Tak lupa Juna membelikan Rain es krim kesukaannya. Juna sangat senang bisa menghabiskan waktu siang itu bersama Rain dan Freya. Hal yang tak pernah berani ia impikan sebelumnya.
***
Freya duduk termenung di sofa dalam kamarnya. Di tangannya ada pulpen, dan di meja depannya ada beberapa lembar kertas putih yang masih kosong. Freya sedang memikirkan apa saja persyaratan yang akan ia ajukan pada Juna sebelum menikah. Freya benar-benar merasa takut untuk menikah, tapi demi kebaikan Rain dia akan mengadu nasib dalam pernikahannya dengan Juna. Mengenang apa yang terjadi dalam pernikahan ayah dan ibunya membuat Freya selalu meragu pada laki-laki.
Tok tok tok
"Mammy sudah tidur?" terdengar suara Rain dari balik pintu kamar Freya.
"Belum Rain, masuk saja." seru Freya.
Tak lama kemudian pintu terbuka dan Rain masuk ke dalam kamar Freya. Rain langsung duduk di dekat ibunya. Freya mengacak rambut Rain dengan gemas.
"Kenapa belum tidur hmmm?" tanya Freya.
"Aku belum bisa tidur Mammy. Maukah Mammy temani aku tidur?" pinta Rain.
"Sebenarnya Mammy masih ada sedikit pekerjaan, tapi tak apa, ayo mammy temani kamu dulu." Freya meletakkan pulpennya di atas meja, lalu menuntun Rain menuju kamarnya.
Freya memeluk tubuh kecil Rain supaya cepat tidur. Biasanya Rain tidur sendiri, tapi terkadang juga manja minta di temani.
"Apakah Mammy tidak bahagia akan menikah dengan papi?" tanya Rain tiba-tiba.
"Kenapa Rain tanya gitu? Memangnya Mammy keliatan tidak bahagia?" tanya Freya kaget.
"Iya. Wajah Mammy tidak bersinar seperti Papi. Apa Mammy nggak suka sama papi?"
Freya menghela nafas. Ia tak menyangka Rain akan begitu memperhatikannya. "Kalau kamu bagaimana Rain? Kamu kelihatannya sangat suka Papi." tanya Freya balik.
"Aku menyukai Papi. Tapi aku tak akan memaksa Mammy menikah dengan Papi. Karena menikah itu harus saling menyukai dan mencintai." kata Rain sungguh sungguh.
"Freya tertawa mendengarnya. "Dari mana kamu tahu kata-kata itu?"
"Hehehe, Kakak Luna kan suka nonton film Mammy. Aku diam-diam ikut melihat," jawab Rain jujur.
"Dasar, bandel," Freya mencubit pipi Rain pelan. "Kalau Rain menyukai Papi, Mammy akan menikah dengannya. Rain harus hidup lebih bahagia dari Mammy ya. Sekarang ayo kita tidur." Freya pura-pura memejamkan matanya supaya Rain juga ikut tertidur. Ia masih harus menulis surat perjanjian pranikah nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments