Menyelamatkan Hati

Seraphina pulang tepat pukul 8 malam. Semua lampu di dalam penthouse sudah dinyalakan oleh seseorang. Tak terasa waktu berlalu dengan begitu cepat, padahal Seraphina hanya mengobrol ringan bersama dengan Rayden, tanpa terasa hari sudah berganti malam.

"Aku pulang..." Seraphina berujar lirih, tak berharap akan ada yang mendengar ucapan salamnya yang sangat pelan.

"Dari mana saja?"

Jantung Seraphina nyaris melompat turun dari tempatnya. Suara rendah khas lelaki memecah keheningan di sekitar ruang tamu.

Rupanya Theodore duduk di sofa panjang yang berhadapan dengan televisi 75 inch yang jarang sekali dinyalakan.

"Kau mengejutkanku!" pekik Seraphina, sambil mengelus bagian d@dánya, guna menenangkan debaran jantungnya yang menggila. "Aku hanya keluar sebentar dengan Irene, kenapa?" jawabnya, membalas pertanyaan Theodore.

Sebelah alis Theodore sedikit terangkat ke atas. Sedikit tidak mempercayai jawaban Seraphina.

"Berdua saja?"

Seraphina menghela nafas lelah. "Aku bertemu teman lama juga tadi, jadi kami lanjut mengobrol. Sudah ya, aku mau membersihkan badan dulu." Tanpa membiarkan Theodore bertanya lebih lanjut, Seraphina bergegas naik menuju kamar.

Mengabaikan Theodore yang kini menatap heran ke arah punggung sang istri yang perlahan menjauh darinya.

Bukan tanpa alasan mengapa Theodore bersikap seolah-olah sedang mengintrogasi Seraphina, ini disebabkan karena adanya laporan dari salah satu bodyguard yang mengawal Seraphina, yang mengatakan bahwa istrinya sedang berbincang riang bersama seorang lelaki tak dikenal.

Panik?

Tidak juga sih.

Jika bisa, Theodore sangat menghindari adanya gossip miring atau rumor buruk tentang dirinya maupun Seraphina, demi menyembunyikan fakta bahwa pernikahan mereka tidaklah seharmonis seperti yang mereka tunjukkan di luar.

Jadi, ini bukan semata-mata karena hatinya merasa tidak tenang hanya karena laporan yang dibawakan oleh salah satu bodyguard andalannya, Theodore cuma tak ingin menimbulkan kehebohan yang tidak penting untuk konsumsi publik.

'Aku akan menanyainya lagi besok. Mungkin dia sedang lelah, lebih baik aku menunggu saat yang tepat.'

Memaksa Seraphina untuk menjelaskan sampai detail juga tak mungkin Theodore lakukan, sebab sedari awal dirinya ingin memberikan ruang gerak yang bebas dan menghormati privasi istrinya. Apapun boleh Seraphina lakukan, asalkan tidak merusak reputasi dan menimbulkan kontroversi yang tidak berguna.

...🌸...

Theodore pikir sikap Seraphina yang aneh hanya sebatas perasaannya semata. Nyatanya, apa yang dia rasakan selama ini memang benar adanya.

Intuisi Theodore semakin yakin bahwa Seraphina sedang memberi jarak dan membangun dinding tebal di antara mereka berdua. Entah mengapa, sikap acuh Seraphina terhadap dirinya sedikit membuatnya tak nyaman.

"Apa kamu tidak memasak sesuatu lagi untukku?"

Sudah terhitung 5 hari, Seraphina meninggalkan kewajibannya untuk memasak makanan rumahan untuk dirinya dan Theodore.

Seraphina selalu bangun tidur lebih siang, bahkan sebelum Theodore berangkat kerja pukul 7 pagi. Padahal biasanya, Seraphina sudah tampil rapi dan cantik dengan berbagai menu makanan tersedia di atas meja makan.

"Ah~ kamu lapar? Mau aku buatkan roti panggang saja? Aku tidak sempat memasak sesuatu," jawab Seraphina, sambil berjalan menuju dapur.

Seraphina merasa kepalanya sedikit pusing dan badannya juga tidak begitu sehat, jadi dia sering bangun kesiangan karena kondisinya tak begitu bagus.

Mungkin tekanan batin dan juga pikiran yang kusut berdampak cukup fatal pada kesehatannya, Seraphina harus bisa berpikiran sepositif mungkin demi kesehatan dirinya sendiri.

Dan salah satu cara yang bisa Seraphina lakukan adalah dengan mengurangi frekuensi pertemuannya dengan orang yang membuat hidupnya kacau bukan main.

Seraphina bahkan sebisa mungkin menghindari tatapan mata Theodore supaya hatinya tidak goyah terus menerus. Seraphina lemah melihat netra kebiruan milik sang suami yang indah bagaikan lautan dalam itu.

Seraphina sadar, semakin dia jatuh cinta pada Theodore, maka semakin lemah pula hatinya pada sosok yang membuat hatinya sengsara seperti sekarang.

Theodore memang tidak pernah melukai Seraphina secara fisik, akan tetapi sikap dan perkataan lelaki itu cukup melukai perasaan Seraphina yang benar-benar tulus mencintai Theodore, bahkan sejak mereka beranjak remaja.

Cinta bertepuk sebelah tangan yang sudah cukup lama sekali Seraphina pendam. Setiap kali memikirkan cintanya yang tak akan pernah terbalaskan, semakin sedih dan kecewalah Seraphina.

"Seraphina? Ada apa?"

Theodore terus memperhatikan gerak gerik Seraphina yang tengah membelakangi dirinya. Entah mengapa, sikap sang istri semakin mencurigakan dimatanya. Tetapi, layaknya seorang pengecut, Theodore enggan bertanya lebih lanjut terkait kondisi Seraphina.

Seraphina yang lagi-lagi tenggelam dalam lamunannya buru-buru mengedipkan kedua matanya yang nyaris menitikkan air mata. Hanya mendengar suara lelaki itu saja sanggup menggetarkan hatinya yang sedang rapuh.

"Tidak...tidak ada apa-apa. Jadi, kamu mau bawa roti panggang atau tidak?"

"Tidak perlu. Sepertinya kau lelah, istirahat saja di kamar. Kamu bisa minta seseorang untuk mengantarkanmu kalau mau pergi," pesan Theodore sebelum meninggalkan Seraphina.

Suara Seraphina terasa seperti tercekat di tenggorokan, sampai membuatnya sedikit kesulitan ketika hendak berbicara senormal mungkin tanpa terdengar bergetar.

"Ya, terima kasih...hati-hati di jalan."

Hanya itu obrolan singkat mereka pagi ini.

Suara pintu tertutup mengakhiri interaksi keduanya yang sudah sangat minim sekali.

Seketika hening menyelimuti penthouse luas nan besar milik Theodore. Seraphina mungkin sudah terbiasa dengan kesunyian yang ada di sekitarnya, tetapi kini rasanya semakin sulit dideskripsikan dengan kata-kata.

"Seumur hidup...haha...apa aku benar-benar sanggup menjalani kehidupan monoton seperti ini untuk selamanya?"

Seraphina kira dengan dia berusaha lebih keras, dapat mengetuk pintu hati Theodore. Tetapi lelaki dingin itu bahkan sama sekali tak bereaksi seperti yang Seraphina inginkan.

'Haruskah aku menyerah?'

Seraphina merasa air matanya hampir mengering. Jika Theodore mau berusaha akrab dengannya layaknya sahabat baik, Seraphina masih sanggup melanjutkan pernikahan mereka. Namun nyatanya, jarak dan dinding tebal yang dibangun Theodore sulit sekali digoyahkan hingga membuat Seraphina frustasi sendiri.

"Membangun hubungan yang akrab dan harmonis, tidakkah kau ingin melakukan itu denganku, Theo?"

Seraphina berbicara pada angin, berharap angin dapat meneruskan ucapannya langsung pada orang yang bersangkutan meski itu sangat mustahil.

Senyum getir terpatri dibibir pucat Seraphina.

'Aku tidak sanggup berpikir sendiri, aku ingin pergi...'

Kedua mata Seraphina terpejam, memikirkan Theodore dan hatinya yang dingin tidak akan menguntungkan apa-apa baginya, justru hanya akan semakin melukai hatinya.

Lantas Seraphina beranjak dari dapur, mengambil segelas air dari dalam kulkas sebelum kembali ke dalam kamarnya.

Mungkin Seraphina akan melakukan beberapa trip liburan bersama seseorang untuk menyegarkan hati serta pikirannya. Kemana saja asalkan tidak ada Theodore di depan matanya.

Jika Theodore tidak ingin membuka hatinya, mungkin jalan terbaik untuk Seraphina adalah menutup pintu hatinya.

Walaupun itu berarti mereka akan menjalani rumah tangga yang toxic, setidaknya Seraphina masih bisa menyelamatkan hatinya dari kehancuran yang lebih buruk dari ini.

'Tak apa Seraphina, kamu pasti bisa melewati cobaan ini!'

Terpopuler

Comments

Reni Marlina

Reni Marlina

ceritamu mengandung bawang thorr..
tapi aku sukaa

2024-07-31

1

Uthie

Uthie

Suka niiii.... balasan timbal balik dari di acuhkan nya perasaan 👍😁

2024-06-19

0

Milo28

Milo28

kamu kuat Sera :(

2024-02-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!