Misteri Pemutus Cinta Raven
“Tabahkan hatimu, Claire!” Raven memeluk pundak Claire dengan sebelah tangannya yang kekar, sementara jari-jemarinya mengusap lembut rambut gadis itu yang terurai berombak sampai ke punggung, dipermainkan angin sepoi-sepoi nan sejuk.
Claire, puteri semata wayang almarhum Derby Harrington, pemilik jaringan hotel berbintang lima yang terkemuka, hanya mampu menunduk dengan wajah pucat. Air mukanya melukiskan kesedihan yang amat sangat, dan seolah-olah ada sesuatu beban berat yang ditanggung oleh gadis cantik itu.
“Aku tak apa-apa,” Claire menyusut air matanya yang hampir kering. Dengan tangan kirinya ia balas menyentuh tangan kekar laki-laki itu yang bersandar di pundaknya. Tanpa berusaha tersenyum, ia melanjutkan, “Mama meninggalkanku ketika aku masih berusia 10 tahun. Dan sekarang Papa menyusulnya, 13 tahun kemudian. Aku sudah siap, Raven! Aku sudah siap bila sekarang aku harus menjadi sebatang kara di dunia yang kejam ini….”
Ucapan gadis itu terhenti sampai di situ, matanya memandang tak percaya pada gundukan tanah yang masih merah di hadapannya. Di sana, adalah tempat peristirahatan terakhir orang yang sangat dikasihinya, Papanya, tempatnya bersandar selama ini. Tempatnya bermanja dan beroleh segala hal yang diinginkannya tanpa pernah sekalipun kekurangan. Karena Derby Harrington, sang Papa sangat mengasihi puteri satu\-satunya itu, sehingga memberikannya segala kehidupan mewah yang bergelimangan tanpa pernah merasa kesusahan.
“Kau tidak sebatang kara di dunia ini, Claire,” Raven mempererat pelukannya, sehingga sekarang bahu gadis itu bersandar pada dadanya yang bidang. “Aku ada bersamamu, dan untuk selamanya aku akan tetap bersamamu. Aku akan menjagamu seperti pesan papamu selama ini. Lagipula, aku sudah berjanji pada papamu untuk menjagamu selalu. Tidak akan kubiarkan seorang pun menyakitimu, Claire.”
Gadis itu tergugu. Dalam isaknya ia menumpahkan segala keluh kesahnya di dada laki-laki yang selama ini selalu ada di sampingnya. Laki-laki yang sudah dibesarkan oleh papanya selama 10 tahun belakangan ini semenjak orang tua laki-laki itu meninggal. Bahkan, papanya selalu berkata kalau Raven itu sudah seperti anaknya sendiri.
“Benarkah itu?” tanyanya bagai tak percaya. “Benarkah kau akan selalu menjagaku, Raven? Kau tidak akan pernah meninggalkanku?”
“Tidak akan pernah, Claire,” jawabnya pasti. “Aku pasti tidak akan pernah meninggalkanmu. Aku akan selalu menjagamu. Menjagamu….” bisiknya perlahan.
Kini wajahnya sudah menyentuh kepala gadis itu. Dengan lembut ia mencium kepalanya dan semakin mempererat pelukannya.
Angin sepoi-sepoi yang bertiup lembut tadi, tiba-tiba berubah kencang dan seperti mendesau. Langit mulai berubah mendung. Tak lama kemudian, hujan turun rintik-rintik. Petir dan kilat berbunyi saling menyambar di atas langit, seolah-olah turut bersedih atas kejadian yang menimpa gadis itu. Juga seolah-olah menjadi saksi atas ucapan Raven untuk menjaga dan tidak meninggalkan gadis itu selamanya.
Kerumuman di sekeliling makam itu bubar dengan sendirinya. Orang-orang berpakaian hitam mencari tempat berteduh, menghindar dari curahan hujan yang kemudian berubah deras.
Raven menerima payung besar yang diberikan oleh orangnya Claire. Lalu dengan payung itu ia melindungi gadis itu dari siraman air hujan. Berdua, mereka berjalan beriringan di bawah payung menuju tempat perteduhan….
* * *
Bab 1.
“Nona Claire sedang tidak enak badan!” kata pengasuh yang sudah menjaga gadis itu selama belasan tahun belakangan ini, semenjak mama gadis itu meninggal.
“Oh ya?” Raven tampak cemas mendengar berita yang menyambutnya ketika langkahnya sampai di pintu utama rumah megah bagai istana itu. Rumah yang selama sepuluh tahun ini dihuninya bersama Claire, papanya Claire, pengasuh, dan belasan pelayan yang selalu siap sedia melayani mereka sampai untuk hal-hal yang kecil sekalipun.
Rumah itu sangat mewah. Berdiri di atas lahan seluas tiga hektar. Pagar besar dengan deretan beberapa pohon tinggi di depannya. Garasi mobil besar untuk memuat tiga buah mobil bahkan lebih. Halaman yang sangat luas di sekeliling rumah itu. Taman depan di hiasi tanaman-tanaman hias. Pintu utama yang besar dan megah. Juga beberapa pintu samping. Ada teras depan dan teras belakang. Di dekat teras belakang ada kolam renang besar.
Memasuki rumah itu, lengkap dengan ruangan-ruangan yang nyaman dan asri. Kamar tidur ada belasan buah. Tentu saja, kamar tidur Claire adalah kamar tidur utama dan terletak di lantai dua. Sedangkan kamar Raven berseberangan dengan kamar Claire. Juga ada ruangan kerja bekas papanya Claire yang dilengkapi dengan pernak-pernik, perpustakaan, meja, komputer dan laptop. Juga ada laboratorium pribadi.
Karena Raven bekerja di perusahaan papanya Claire dan tinggal di rumah papanya Claire, maka dia juga punya sebuah ruang kerja pribadi yang tak kalah lengkapnya. Raven sering berkutat dengan komputer dan laptopnya di malam hari selepas kerja. Raven ikut berjuang membantu papanya Claire yang telah berbaik hati menampungnya semenjak dia menjadi seorang yatim piatu 10 tahun lalu.
Ia tidak mungkin bisa membalas semua budi baik orang tua itu yang telah membesarkan dan menyekolahkannya di sekolah terfavorit sampai mendapatkan gelar kesarjanaan. Dan sekarang, di usianya yang menginjak 24 tahun, lebih tua satu tahun dari Claire, ia sudah dipercaya menjadi tangan kanan orang nomor satu di perusahaan.
Beberapa tahun belakangan ini ia sudah belajar banyak selama berada di samping papanya Claire. Belajar banyak tentang seluk-beluk perusahaan yang amat kompleks dan menguras pikiran. Tapi ia rela, karena hanya dengan kesungguhan yang ia tunjukkanlah ia bisa membalas budi baik orang tua itu sedikit demi sedikit.
Sekarang, orang tua itu telah tiada, dan meninggalkan seorang puteri kesayangan yang harus ia jaga dengan sepenuh hati. Tapi puteri itu sedang sakit.
“Apakah serius Ma’am?” tanya Raven. Ia biasa memanggil pengasuh setengah baya itu dengan sebutan Ma’am, seperti orang-orang di rumah itu memanggilnya begitu. Claire juga demikian.
“Tampaknya cukup serius,” jawab wanita yang dipanggil Ma’am itu. Langkah kakinya tergopoh-gopoh mengiringi langkah-langkah kaki Raven yang tegar dan cepat. Tampaknya ia agak kesusahan karena kaki-kakinya yang gemuk cukup terbebani oleh berat badannya yang berlebih.
“Tadi Dokter Aaron sudah datang,” kata wanita itu lagi. Mereka berjalan menuju tangga untuk ke lantai dua.
“Apa katanya?” tanya Raven. Dokter Aaron adalah dokter pribadi keluarga Harrington.
“Katanya Nona kecapekan. Mungkin karena terlalu sedih ditinggal oleh almarhum Tuan Besar, sampai Nona menangis setiap hari. Nona terus mengurung diri di kamar semenjak kematian papanya, jarang mau makan sampai-sampai sakit dan mengigau.
Raven tidak bertanya lagi. Sekarang yang ada di benaknya adalah segera sampai di kamar Claire dan melihat gadis itu. Memang, selama seminggu ini ia tidak pulang ke rumah. Semua perkerjaan papanya Claire terbengkalai selama tiga hari mereka berkabung dengan tidak melakukan aktivitas apapun. Jadi setelah masuk kantor di hotel itu, banyak sekali yang harus ia benahi. Siang dan malam ia bekerja di perusahaan sampai tidak sempat pulang ke rumah dan bermalam di kamar khusus yang memang disediakan di hotel itu.
“Claire…,” Raven membuka pintu kamar Claire dan segera melangkahkan kakinya ke dalam disusul oleh si pengasuh.
Wajah cantik yang tampak kuyu itu menoleh. Sejenak, ia tersenyum, tetapi senyumnya begitu hambar.
“Raven…,” ucapnya kecil dengan suara serak. “Akhirnya kau datang…. Aku sudah lama menunggumu….”
“Maafkan aku, Claire,” Raven segera menempatkan diri di sisi pembaringan. Ia berjongkok di sana dan meraih tangan gadis itu dalam genggamannya.
“Maafkan aku…,” ulangnya lagi. “Aku tidak pulang selama seminggu ini. Aku ada di kantor, Claire. Banyak perkerjaan papamu yang terbengkalai yang harus aku benahi. Hari ini aku memaksa untuk pulang karena mendapat telepon dari Ma’am yang mengabarkan kalau kau sakit dan terus mengigau memanggil namaku. Kau mencariku? Ada apa? Maaf ya, Claire, sekarang aku sudah ada di sampingmu. Kau harus sembuh ya?”
Claire tersenyum. Kali ini, senyumnya tidak lagi hambar. Mulai ada setetes kebahagiaan di sana setelah mendengar penjelasan dari laki-laki itu.
“Aku pikir kau melupakanku, Raven,” katanya manja dengan suara lemah.
“Tidak mungkin, Claire. Aku sudah berjanji padamu bukan?”
Claire tersenyum lagi. Raven mencium lembut tangannya.
Seorang pelayan masuk, membawa beraneka macam makanan untuk Claire yang tersaji di tempayan. Pengasuh itu menerimanya dan pelayan itu keluar.
“Kau harus makan, Claire,” kata Raven lalu menerima makanan itu dari si pengasuh. “Kata Ma’am, kau jarang mau makan selama beberapa hari ini. Jangan begitu ya, kau jangan terus-terusan bersedih. Banyak yang menyayangimu. Aku, Ma’am, dan semua orang di sekelilingmu menyayangimu. Kalau kau sakit, kita semua akan sedih. Terutama lagi papamu yang mungkin mengawasimu dari atas sana.”
Ma’am membantu mendudukkan Claire yang sedang berbaring. Dia meninggikan bantal besar tempat Claire bersandar dan merapikan rambutnya.
Raven menyendok makanan dari mangkok dan menyuapkannya ke mulut Claire.
Dengan perlahan Claire membuka mulutnya dan mencicipi makanan yang disuapkan oleh Raven. Mulutnya terasa kaku dan kering karena sudah lama tidak digerakkan.
“Aku mau minum…,” katanya terbata. Makanan itu hampir saja tersekat di kerongkongannya dan ia terbatuk sesaat.
Pengasuh itu cepat-cepat mengambilkan minuman untuk Claire.
Claire melanjutkan makannya. Setelah beberapa suapan, Raven berhenti.
“Obatnya diminum ya, Nona!” kata Ma’am. Lalu dia memasukkan beberapa butir obat yang diberikan oleh Dokter Aaron tadi ke dalam mulut Claire.
Sesaat, Raven membiarkan Claire tenang sejenak. Dia membantu gadis itu membaringkan tubuhnya kembali.
Suasana dalam kamar tidur Claire yang besar benar-benar memberikan nuansa sejuk dan nyaman dalam desain kemewahan yang super lux. Pasti banyak orang yang beranggapan bahwa Claire adalah seorang gadis muda multijutawan yang amat beruntung, karena hidup dalam kemewahan dan mewarisi seluruh kekayaan orang tuanya.
Tetapi sebenarnya Claire tidak begitu beruntung. Karena mamanya meninggal pada saat ia masih berusia 10 tahun, dan papanya juga tidak selalu ada di sampingnya. Beliau terlalu sibuk mengurus bisnis besarnya.
Sejak mamanya tiada, dia diurus oleh seorang pengasuh yang dengan setia selalu menemani dan melayaninya bak seorang tuan puteri yang tak ternilai harganya. Selain itu juga ada belasan pelayan yang memasak, membereskan rumah dan melayani pemilik rumah itu.
Claire kecil kehilangan kasih sayang seorang ibu, dan juga kekurangan kasih sayang dari seorang ayah. Di saat kebanyakan orang bergembira bersama keluarganya, Claire kecil lebih banyak diam di rumah, bermain sendirian.
Tetapi untunglah di saat usianya 13 tahun, papanya membawa pulang seorang teman untuknya. Seorang laki-laki beranjak remaja yang tampan dan hampir sebaya dengannya. Yaitu Raven.
Papanya Raven yang adalah asistennya papa Claire, meninggal 10 tahun lalu dalam kecelakaan mobil, sedangkan mamanya Raven menyusulnya kemudian karena bunuh diri.
Mengingat Raven adalah putra dari seorang bawahannya yang dengan setia telah mengabdi padanya selama puluhan tahun ini, maka dengan hati ikhlas dan tangan terbuka Derby Harrington menampung anak itu di rumahnya, sekaligus menjadi teman bermain putrinya.
Mulai hari itu, Raven dan Claire tinggal di rumah yang sama. Bermain bersama, bersekolah di sekolah yang sama, dan kemana-mana selalu bersama. Raven selalu melindunginya dari kejahilan siapapun dan tidak membiarkan seorang pun menyakitinya.
Tetapi beberapa tahun belakangan ini, Claire merasa Raven telah menjauh darinya. Semenjak Raven beranjak dewasa dan mulai terjun dalam bisnis besar mengikuti jejak papanya Claire, dia jadi jarang ada di rumah dan jarang menemani gadis itu. Setiap hari dia lebih banyak ada di samping papanya Claire, menemani ke mana saja Beliau pergi, dan mempelajari langkah-langkah bisnisnya. Kadang dia dipercayai menangani suatu proyek besar dan dari sanalah dia belajar menjadi lebih pintar.
“Aku ingin mengajukan satu permintaan padamu, Raven,” kata Claire kemudian.
“Ohya? Permintaan apa itu?” tanya Raven tertarik.
Claire diam sejenak. “Aku ingin…, belajar bekerja di perusahaan. Aku ingin bekerja seperti Papa. Tapi…, aku tidak tahu apakah aku mampu, karena sedari dulu aku tidak pernah aktif di perusahaan. Kau tahu kan, aku terlalu dimanja oleh Papa sampai-sampai tidak bisa melakukan apa-apa kecuali belajar terus.”
Raven tersenyum. “Itukah permintaanmu, Claire?” tanyanya merasa geli. Tuan Puteri ingin bekerja. Tuan Puteri yang selama ini hanya tahu kuliah, bersenang-senang, dan menikmati kemewahan, kini ingin bekerja.
“Tapi jurusan yang kau ambil di universitas, bukan di bidang ekonomi, tidak seperti aku, Claire. Aku juga heran, kenapa kau sampai mau mengambil jurusan eksakta, dan setiap hari melakukan percobaan-percobaan di lab pribadimu.”
“Itu salah satu hobiku, Raven. Kau tahu kan!” Claire tertunduk malu.
Sebenarnya, Claire bukan gadis kaya yang tidak tahu apa-apa. Karena ia pintar melukis, mendesain baju, dan bermain musik. Selain kuliah mengambil jurusan ilmu kimia di universitas, Claire juga mengikuti sekolah khusus melukis, kursus mendesain baju, dan kursus musik.
“Ya, sebenarnya tak mengapa, Claire. Kalau kau memang mau terjun ke perusahaan, aku bisa mengajarimu sedikit demi sedikit. Yang penting, kau ada minat belajar dan merasa tertarik. Walaupun kau sama sekali tidak tahu apa-apa tentang seluk-beluk perusahaan, tapi karena kau gadis yang pintar dan cerdas, aku yakin dalam waktu singkat kau pasti bisa menguasainya.”
“Kau akan mengajariku, Raven?” tanya Claire tak percaya. “Benarkah kau mau mengajariku? Tidakkah itu akan menambah beban dan tugasmu?”
Kali ini Raven tertawa. Dengan gemas ia mengacak-acak rambut Claire yang terurai panjang. “Tentu saja, Tuan Puteri,” katanya pasti. ”Apapun permintaanmu, akan aku kabulkan. Bukankah dari dulu selalu begitu? Tidak pernah sekalipun aku mengecewakanmu. Tapi yang paling penting sekarang ini, sebelum bekerja, kau harus sembuh dulu.”
“Aku pasti akan sembuh segera!” kata Claire semangat. “Aku sudah tidak betah lagi lama-lama berbaring di sini. Aku ingin bangkit lagi, dan memulai kehidupan baruku. Aku ingin merasakan kesusahan Papa setiap hari mengurus perusahaan dengan pernak-perniknya. Aku ingin Papa bisa melihat dari atas sana, kalau aku juga mampu bekerja seperti dia.”
“Kau boleh memulainya kapan saja kau siap, Claire. Kapan rencananya?” tanya Raven.
“Terima kasih, Raven, aku pikir secepatnya!” jawab gadis itu.
* * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
triana 13
mampir
2021-07-21
1
mutoharoh
like
2021-07-21
1
Your name
Hadir Thor, salam hangat juga buat semuanya.
2021-07-06
2