Claire Mulai Masuk ke Perusahaan

 Bab 2.

“Selamat Datang di Perusahaan, Nona Harrington. Kami Menanti Anda, Mencintai Anda, dan Mohon Petunjuknya.”

Demikian bunyi spanduk besar yang sengaja digantungkan di dekat pintu masuk hotel, untuk menyambut kedatangan Claire Harrington, puteri tunggal dari almarhum Derby Harrington, pemilik hotel berbintang lima, ‘Harrington’.

Senyum tipis mengembang dari bibir Claire yang indah, ketika ia berjalan menuju pintu masuk hotel milik keluarganya, seturunnya dari mobil Mercedez hitam yang membawanya dari rumah, bersama Raven.

Dua barisan pegawai hotel yang memakai pakaian seragam, menundukkan kepala memberi hormat pada Claire yang melangkahkan kakinya dengan halus dan berwibawa.

Claire memandang ke kiri dan kanan, melempar senyum, dan membuka kacamata hitamnya yang tipis begitu kakinya sampai di dalam hotel.

“Silakan Nona…,” seorang pegawai hotel wanita yang sepertinya memiliki jabatan yang cukup tinggi di hotel itu, karena terlihat dari pakaian seragamnya yang agak berbeda dari pegawai yang lain, menuntun langkah-langkah kaki Claire untuk dibawa ke suatu tempat.

Claire menganggukkan kepalanya dengan anggun. Raven terus berada di sisinya. Akhirnya wanita itu menuntun mereka sampai di sebuah ruangan khusus yang memang telah disediakan untuk Claire.

“Terima kasih,” sekali lagi Claire menganggukkan kepala.

“Oh iya, ini Nona Caroline, Manajer di sini,” kata Raven memperkenalkan wanita itu pada Claire.

“Iya…,” Claire melirik sejenak pada wanita berusia sekitar 30-an itu. Lumayan rapi, sopan, dan cukup berwibawa, pikirnya.

“Nona Caroline yang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang berlaku di sini. Dan sekarang, dia akan bertanggung jawab langsung padamu,” jelas Raven lagi.

“Iya, kau boleh pergi sekarang,” Claire berkata pada sang manajer. “Aku akan memanggilmu lagi nanti.”

“Terima kasih, Nona, mohon petunjuknya,” Caroline membungkukkan badannya ke arah Claire dan Raven, lalu mundur tiga langkah dan membalikkan badannya, keluar dari ruangan itu.

Sekarang Claire berjalan menuju meja kerjanya yang besar. Sepadan dengan ukuran ruangan itu yang memang besar. Sofa lembut yang tertata rapi di atas karpet merah yang terhampar di atas beludru biru. Lemari besar dengan rak buku yang memuat puluhan buku yang tersusun rapi. Komputer, laptop, dan seperangkat peralatan kerja di atas meja.Kursi empuk dengan sandaran tinggi berpasangan dengan meja tadi. Dan TV berlayar lebar terpampang di sudut ruangan.

“Di mana ruanganmu, Raven?” tanya Claire sambil menduduki kursi empuknya, dan memutarnya ke kiri dan ke kanan.

“Aku…, sebenarnya aku ingin meminta ijin padamu untuk memakai ruangan bekas papamu, Claire. Karena aku pikir sayang kalau dibiarkan kosong begitu saja. Bahkan rumah kosong pun kalau dibiarkan, kadang akan menjadi rusak bukan?”

“Iya, terserah padamu sajalah, Raven. Lakukan saja apa yang menurutmu baik,” kata Claire.

Raven menganggukkan kepalanya, sebagai tanda terima kasih.

“Jadi, apa yang harus kukerjakan hari ini, Raven?” tanya Claire lebih lanjut.

“Nanti Nona Caroline akan membawakan berkas-berkas laporan tentang perusahaan kita. Kau bisa membaca dan mempelajarinya. Kalau ada yang tidak kau mengerti, kau boleh bertanya langsung padanya.”

“Bertanya langsung padanya?” Claire mengernyitkan kening. “Mengapa harus bertanya ke dia? Apakah selanjutnya harus begitu?” tanya Claire.

“Iya,” jawab Raven pendek.

“Tapi katamu, kau yang akan membimbingku langsung?” protes Claire.

“Oh, maksudku, aku belum tentu setiap hari ada di perusahaan, jadi kalau tiba-tiba kau ingin bertanya sesuatu, tentu kau harus bertanya pada orang yang ada di dekatmu.”

“Akh! Repot sekali!” gumam Claire. “Bagaimana kalau aku tidak usah mempelajari semua laporan itu, tapi kau saja yang menjelaskan padaku.”

Giliran Raven yang mengernyitkan kening. Katanya mau kerja, tapi dasar Nona Besar, maunya cari cara yang gampang saja. Mana mau menguras pikiran?

“Baiklah…,” Raven mengiyakan dengan berat.

“Nah, begitu kan lebih baik!” Claire tersenyum senang.

Raven mengangkat gagang telepon yang ada di meja Claire, lalu memijit sebuah nomor, ruangan Caroline. Setelah telepon tersambung, Raven berkata, “Caroline, bawa sekarang semua laporan yang diperlukan untuk Nona Claire!”

“Iya, Tuan Raven,” jawab Caroline dari ruang kerjanya di seberang sana.

Tak lama kemudian, Caroline muncul. Tangannya membawa setumpuk berkas-berkas laporan yang tersusun di dalam beberapa buah map besar,

Caroline menaruhnya di atas meja Claire, lalu berkata, “Ini adalah laporan tentang sejarah perusahaan ini, perkembangannya dari dulu sampai sekarang, berbagai anak cabang yang tersebar dan berada di bawah naungan perusahaan, laporan keuangan sepuluh tahun terakhir, sistem perusahaan, rencana jangka pendek dan jangka panjang, proyek-proyek yang telah dan sedang dijalani oleh perusahaan, dan sebagainya.”

“Wah, banyak sekali!” seru Claire menanggapi penjelasan dari Caroline.

Caroline membungkukkan badannya sedikit. “Bila Nona berkenan, aku bersedia menjelaskan pada Nona satu persatu,” katanya perlahan.

“Ah, tidak usah, merepotkan kau saja! Apa di sini ada data-data tentang para pegawai hotel ini?” tanya Claire sambil membolak-balik beberapa buah map.

“Oh…, apa itu yang Nona perlukan?” tanya Caroline bagai tersadar.

“Iya dong!” jawab Claire. “Masak kau suruh aku baca semua laporan ini, tapi setelah aku susah-susah membacanya, aku masih tidak tahu tentang orang-orang yang bekerja di perusahaanku?” sindir Claire langsung.

“Bukan begitu, Nona. Maksudku, aku pikir itu bukan hal yang penting bagi Nona.”

“Tentu saja penting!” ketus Claire sambil menutup map yang dibacanya.

Caroline melirik Raven sejenak yang berdiri di sampingnya. Raven menganggguk sedikit, sebagai isyarat agar Caroline melakukan saja apa kata Claire. Sekali lagi Caroline membungkukkan badan ke arah Claire dengan sopan. “Akan aku ambilkan,” katanya lalu meninggalkan ruangan itu.

Sepeninggal Caroline, Raven berkata, “Sebenarnya kau tidak usah berhubungan langsung dengan para pegawai di hotel ini, Claire. Karena itu sudah menjadi tugas dari Caroline untuk membawahi mereka semua dan bertanggung jawab penuh atas segala hal dan tindak-tanduk yang anak buahnya lakukan. Kalau ada apa-apa yang tidak berkenan di hatimu, kau tinggal mengatakannya pada Caroline, nanti dia yang akan bertindak.”

“Hah? Sebegitu pentingkah kedudukannya di perusahaanku ini?” tanya Claire tajam.

Raven menundukkan kepala sedikit, “Iya!”

“Jadi, sudah berapa lama dia bekerja di sini?” tanya Claire lagi.

“Seingatku, sewaktu dulu aku masuk bergabung dengan perusahaan, dia sudah terlebih dahulu ada di sini. Papamu bilang Caroline bisa diandalkan, karena sifatnya yang tegas, berwibawa, tekun, dan loyal pada perusahaan.”

“Ooh…, jadi begitu…,” desis Claire sambil manggut-manggut. “Jadi, apa kegiatanmu hari ini, Raven?” tanyanya tiba-tiba.

“Kupikir, hari ini aku akan pergi meninjau langsung proyek pembangunan hotel baru kita yang ada di Utara. Lalu mengadakan pertemuan dengan klienku. Setelah itu aku….”

“Oops! Oops!” Claire segera memotong perkataan Raven sambil mengibas-ibaskan tangannya sebagai pertanda jangan diteruskan.

“Kalau diteruskan, tidak akan ada habisnya bukan?” tanyanya bagai menebak. Raven menarik napas panjang.

Claire tersenyum tipis. “Hari ini adalah hari pertama aku bergabung dengan perusahaan, jadi aku ingin hari ini seharian kau ada bersamaku. Kau jangan pergi ke mana-mana dan melakukan tugas apapun, okey?”

“Tapi…"

“Jangan membantah perkataanku!” pungkas Claire. “Batalkan saja semua rencanamu!”

Raven mengatupkan bibirnya. Ia tahu sifat Claire sejak kecil. Karena terlalu dimanja oleh papanya, maka ia tidak boleh dibantah oleh siapapun.

Dengan sabar Raven mengangkat kembali gagang telepon yang ada di meja Claire dan menekan sebuah nomor. Setelah tersambung, ia berkata, “Rachel, batalkan semua agenda kerjaku hari ini! Aku tidak mau diganggu!”

“Iya, Tuan…,” jawab suara wanita di seberang sana.

“Rachel…? Siapa itu?” tanya Claire sambil mengernyitkan kening.

“Itu adalah sekretarisku,” jawab Raven.

“Ooh…, begitu ya,” Claire menyandarkan punggungnya ke kursi dan tampak seperti berpikir.

Tak lama berselang, Caroline masuk dengan sebuah map besar berisi data-data para pegawai hotel itu.

“Ini yang Anda perlukan, Nona,” kata Caroline sambil meletakkan map itu ke meja Claire.

“Iya,” sahut Claire pendek.

Merasa tak dibutuhkan lagi, Caroline pun pamit untuk pergi.

Claire tidak membuka map itu, malah ia menatap Raven lekat-lekat. “Hari ini kau harus menemaniku meninjau langsung setiap sudut dari hotel kita ini. Kau yang harus memperkenalkan setiap tempat dan sarana yang ada, juga mereka yang bekerja di sini, satu-persatu aku ingin tahu.”

“Kalau memang itu yang kau inginkan, aku bersedia,” Raven mengangguk.

Claire tersenyum lagi. Ia bangkit dari kursinya dan berjalan memutar, mendekati Raven yang berdiri di depan mejanya. Dengan anggun ia menaikkan sedikit pergelangan tangannya, dan sebagai laki-laki sejati, Raven pun menyambut uluran pergelangan tangan Claire, memegangnya dengan lembut, seolah memegang tangan seorang Tuan Puteri yang amat halus yang tidak boleh terlukai oleh goresan sekecil apapun.

Raven dan Claire berjalan keluar dari ruangan itu. Beberapa orang pegawai hotel kebetulan lewat dan berpapasan dengan mereka. Dengan sopan para pegawai itu memberi hormat.

Raven membawa Claire jalan-jalan di semua sudut hotel itu. Atas permintaan Claire pula, kadang-kadang ruangan-ruangan tertentu pun dimasuki olehnya. Bahkan ruangan Caroline pun tak luput dari pengamatannya tadi.

“Ini, siapa di dalam?” tanya Claire ketika langkah mereka sampai di depan pintu sebuah ruangan besar.

“Ini ruanganku,” kata Raven seolah tak ingin Claire masuk ke dalam.

“Aku ingin masuk.”

“Tidak perlu, Claire! Apakah kau juga curiga padaku? Tidakkah kau melihat wajah Caroline tadi ketika kita meninjau ruang kerjanya? Dan tindakanmu yang membolak-balik berkas-berkas yang ada di mejanya, membuatnya merasa seolah kau mencurigainya.”

“Memangnya aku curiga apa?” tanya Claire heran. “Apa ada yang patut dicurigai? Kalau tidak berbuat salah, apakah harus merasa takut?”

“Tindakanmu sungguh kekanak-kanakan, Claire! Papamu tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya. Bisa-bisa kau dianggap mengganggu privacy mereka.”

“Kalau keberatan dengan tindakanku, dia boleh kok minta keluar!” sungut Claire.

“Tidak gampang seperti itu, Claire. Caroline adalah seorang Manajer yang sangat baik dan loyal, sulit menemukan orang seperti dia. Papamu saja sangat menghargainya.”

Claire membuang muka. Ketika mereka hendak pergi, pintu ruangan Raven tiba-tiba terbuka dan seorang wanita cantik keluar dari sana.

Dengan curiga Claire memandang pada wanita itu yang tampak salah tingkah dipandangi oleh Claire.

“Selamat siang, Nona Claire,” sapa wanita yang baru keluar itu. Ia membungkukkan badan. “Saya Rachel, sekretarisnya Tuan Raven.”

“Ooh…, jadi namamu Rachel?” Claire mengulang sambil mengernyitkan kening.

“Iya, Nona. Permisi…,” Rachel lewat di antara mereka.

Setelah Rachel pergi, Claire bertanya, “Kenapa di rumah kau tidak pernah cerita padaku, Raven?”

“Cerita? Cerita apa?” Raven balik bertanya.

“Cerita kalau kau punya sekretaris yang cantik, muda, dan seksi.”

“Ah, apakah itu penting bagimu?” tanya Raven merasa lucu.

“Tentu saja penting!” kata Claire.

“Kadang, apa yang dianggap oleh pria sebagai hal yang tidak penting untuk diceritakan, tapi kebalikannya bagi wanita, merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui.”

“Kalian ini para wanita, selalu saja sulit dimengerti dan punya rasa curiga yang berlebihan,” kata Raven sambil mendengus.

“Kalau para pria bisa dipercaya, tentu saja para wanita tidak perlu lagi ada rasa curiga!” bela Claire.

“Sudahlah, Nona Besar. Sekarang kau mau ke mana lagi?” tanya Raven menyudahi. “Aku sudah capek menemanimu sedari tadi. Semua sudut hotel ini sudah kaujelajahi. Semua pegawai yang ingin kau kenal pun sudah kukenalkan. Bahkan ruangan kerja mereka juga sudah kaumasuki. Cuma satu yang belum, toilet pria. Apa perlu kita ke sana sekarang?” Raven berujar sambil tersenyum.

“Kau ini…!” Claire meninju perut Raven yang tertawa cekikian. “Aku ingin makan siang. Rasanya perutku lapar sekali.”

“Kalau itu maumu, gampang saja. Kita tinggal pergi ke restoran hotel ini. Semua makanan yang kauinginkan, bisa kau peroleh di sana.”

“Ah, begitu tidak seru dong Raven,” tolak Claire. Masak aku makan di restoranku sendiri. Bagaimana kalau kau ajak aku keliling-keliling di sekitar sini dan merasakan masakan yang paling enak menurutmu. Aku kan ingin tahu juga?”

“Baiklah, aku akan mengajakmu ke sana,” kata Raven pendek.

Raven membawa Claire keluar dari hotel itu. Mobil Mercedez hitam yang tadi mereka tumpangi, telah menanti di halaman parkir gedung tersebut. Raven menyebutkan nama sebuah tempat kepada supirnya, lalu mobil pun melaju menuju tempat yang diinginkan.

Di dalam mobil, Claire duduk di samping Raven di jok belakang. Dengan leluasa ia menyandarkan kepalanya di bahu bidang laki-laki itu. Tangannya meraih tangan Raven dalam genggamannya. Ia memegangnya erat-erat, seolah takut laki-laki itu akan pergi dari sisinya.

Raven memang gambaran laki-laki yang diinginkan oleh para wantia. Bertubuh tinggi tegap dengan bahu bidang bak seorang atlet olahraga. Berwajah tampan dan cool dengan potongan rambut halus yang tersisir rapi , dan sedikit berombak di bawahnya. Pandangan matanya dingin dan menggambarkan keteguhan hati seorang laki-laki. Makanya jika menatap langsung ke dalam matanya, hati banyak wanita akan langsung meleleh, seperti es….

Tak heran jika Claire amat bangga bila sedang berada di samping Raven. Sejak kecil mereka selalu bersama. Cuma beberapa tahun belakangan ini saja Raven sangat sibuk dengan pekerjaannya, jadi Claire kehilangan waktu untuk bersamanya. Sekarang, mereka bekerja di tempat yang sama, dan juga tinggal di rumah yang sama. Jadi kesempatan Claire untuk terus bersama dengan Raven, akan terbuka lebar.

* * *

Terpopuler

Comments

Fira Ummu Arfi

Fira Ummu Arfi

lanjuuuttt yaaaa kak

ASIYAH AKHIR ZAMAN mendukungmu

2021-04-12

1

Whiteyellow

Whiteyellow

semangat ya

2021-03-27

1

🌻Ruby Kejora

🌻Ruby Kejora

3 like meluncur mulus thor

2021-02-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!