Bab 19.
Seluruh karyawan Hotel “Harrington” sudah tahu kalau Raven dan Claire akan menikah. Hal itu sudah diumumkan melalui papan pengumuman di hotel itu.
Raven sengaja menulisnya di sana.
Para karyawan turut senang melihat kebahagiaan yang bakal diraih oleh sepasang manusia itu, karena mereka sudah lama selalu bersama. Dan mereka juga adalah pasangan yang serasi dalam memimpin perusahaan.
Claire merasa hatinya sedang berbunga-bunga, demikian juga Raven.
Hari ini, Raven masuk kantor agak telat dari biasanya, karena tadi malam ia merencanakan acara pernikahannya dengan Claire sampai larut malam.
Sambil bersiul, Raven memasuki ruang kerjanya dan berjalan ke arah mejanya. Ia meletakkan tas kerjanya ke samping, lalu duduk di kursi, bersiap-siap untuk menekuni pekerjaannya hari itu.
Tangannya membolak-balik berkas-berkas di mejanya dan menghidupkan laptop. Matanya baru saja hendak melihat ke layar laptop ketika tiba-tiba secarik kertas yang terselip di antara berkas-berkas di mejanya itu menarik perhatiannya.
Raven mengambil secarik kertas itu dan membaca tulisan yang tertera di situ.
“Ada hal yang amat penting yang harus Anda ketahui mengenai calon pengantin Anda. Ia bukanlah wanita yang cocok untuk mendampingi Anda di kehidupan ini. Kalau memang Anda perduli, datanglah saat ini juga ke rumah bercat kuning di Jalan W! Rumah bernomor 232! Anda akan tahu segalanya.”
Begitulah isi dari tulisan di kertas itu. Entah siapa yang menulisnya, Raven tidak tahu, karena tulisannya seolah-olah sengaja disamarkan dengan cara menulisnya compang-camping.
Rumah bercat kuning dan bernomor 232 di Jalan W? Rumah siapa itu? Dan apa hubungannya si penulis kertas ini dengan Claire, calon pengantinnya Raven?
Lalu, sebenarnya apa rahasia mengenai Claire yang tidak diketahuinya? Bukankah seluruh hal mengenai Claire sudah diketahuinya sejak dulu, karena ia mengenal gadis itu sudah sepuluh tahun lebih dan mereka juga selalu bersama?
Tapi tak urung, Raven merasa penasaran juga ingin mengetahui siapa orang iseng yang menulis tulisan di kertas itu dan menaruhnya di meja kerjanya. Pasti orang itu menaruhnya pagi-pagi sekali tadi, sebelum ia datang. Tentunya dengan cara sembunyi-sembunyi masuk ke ruang kerjanya.
Satu-satunya cara untuk mengetahui maksud orang itu, adalah dengan cara mendatangi rumah bercat kuning dan bernomor 232 di Jalan W!
* * *
Mobil Raven berhenti di halaman rumah bercat kuning itu. Rumah bernomor 232 ! Pagar depannya terbuka setengah, cukup untuk jalan masuk sebuah mobil. Pagar, pintu, dan tembok rumah itu bercat kuning.
Setelah memarkirkan mobilnya di dalam pagar atau di pekarangan rumah itu, Raven pun berjalan mendekati pintu.
Mulanya ia ingin mengetuk pintu itu, tetapi ia melihat pintu itu bagaikan tidak terkunci. Dengan sekali dorong, pintu pun terbuka lebar.
Raven merasa, orang yang berada di dalam rumah itu pasti sedang menunggu kedatangannya. Karena itu, ia melangkah masuk dengan hati-hati, seolah menjaga jangan sampai tapak-tapak kakinya menimbulkan suara.
Ia berjalan dan terus berjalan ke setiap sudut rumah itu, tetapi tampaknya tidak ada seorang pun di sana.
Dengan perasaan was-was, Raven pun berbalik dan menaiki tangga lebar yang tadi dilewatinya di ruang depan.
Ruangan demi ruangan ia jelajahi tetapi tidak ada orang di sana.
Akhirnya sampailah ia di salah satu ruangan yang tatanannya menyerupai ruang kerja pribadi. Raven masuk ke dalam dan sebuah suara yang menyapanya, serasa membuat jantungnya berdegup kencang.
“Akhirnya kau datang juga!” suara itu, suara seorang pria. Suara yang amat dikenalnya.
Raven berbalik cepat, dan saat itu juga ia melihat Kyle sudah ada di depannya! Berdiri dengan tampang dingin dan tatapan mata setajam pisau belati.
“Kyle?” Raven berucap tak percaya.
“Kyle? Kaukah yang menulis pesan di secarik kertas itu?” tanyanya penasaran.
“Memang aku!” jawab Kyle kaku.
“Untuk apa, Kyle? Untuk apa? Mengapa kaukatakan, Claire bukanlah wanita yang cocok untukku?”
“Tentu saja karena aku tidak ingin kalian menikah!”
“Apa hubungannya denganmu?” Raven merasa bingung.
“Karena aku mencintainya, Raven! Tidak boleh ada orang lain yang memilikinya selain aku!” Kyle berucap tegang.
Raven menggeleng-geleng, seolah merasa lucu. “Tapi Claire toh tidak mencintaimu, Kyle. Jadi kau tidak bisa melarang kami untuk menikah. Ia harusnya menikah dengan laki-laki yang dicintainya, dan orang itu adalah aku.”
“Cinta bukan satu-satunya alasan, Raven. Kau tidak boleh menikah dengan Claire, karena ia telah banyak melakukan kesalahan terhadapmu. Kau tahu siapa yang menyebabkan kematian Vanessa? Claire-lah orangnya!”
“Kita semua tahu Vanessa mati bunuh diri. Apa hubungannya dengan Claire?”
“Vanessa bukannya bunuh diri, Raven. Tapi ia sengaja dibunuh seolah-olah seperti bunuh diri.”
Raven tercengang sesaat. “Walaupun Vanessa dibunuh, tapi bukan Claire yang membunuhnya, karena saat Vanessa mati, Claire ada bersamaku.”
“Kau sungguh bodoh, Raven! Apa aku bilang Claire yang membunuh Vanessa? Memang bukan dia yang turun tangan langsung, tapi melalui tanganku. Akulah yang membunuhnya!”
Dada Raven terkesiap. Dengan sorot mata marah, ia menatap Kyle yang berdiri kira-kira tiga meter jauhnya dari dia. “Jadi benar kata Caroline, kalau kau yang membunuh Vanessa!”
“Caroline?” Kyle mengernyitkan alis. “Caroline Manajer hotel itu? Bukankah ia sudah mati terjatuh ke dalam jurang?”
“Caroline belum mati, Kyle! Kau kaget bukan?” Raven berkata sinis. “Dialah yang memberitahuku dua hari lalu, kalau kau yang membunuh Vanessa dan membuatnya seolah-olah seperti mati bunuh diri.”
Caroline menelepon Raven saat itu, dan menyuruhnya bertemu di Taman Z di dekat sebuah patung bergambar seorang tuan puteri.
Di sanalah Caroline menceritakan semuanya. Bahwa ketika ia datang ke villa itu, seperti perintah Raven untuk menjenguk Vanessa, pintu villa itu sudah terbuka.
Ia merasa curiga dan naik ke lantai atas. Di depan pintu kamar Vanessa yang terbuka lebar, ia seperti tak percaya melihat Kyle sedang menggantung Vanessa dengan seutas kain di langit-langit kamarnya.
Ketika Kyle berbalik, ia melihat Caroline sedang tercengang memperhatikannya.
Merasa Caroline bakal menceritakan tindakannya itu, Kyle pun berusaha mengejarnya.
Tetapi Caroline berlari dengan cepat menuruni tangga lebar dan berlari ke pintu, tapi handbag-nya tersangkut di handle pintu.
Caroline terus berlari keluar dari villa itu dan menuju ke arah pebukitan yang amat sepi.
Kyle terus mengejarnya, dan di saat Caroline menemui jalan buntu di tepi sebuah jurang, sedangkan Kyle terus maju mendesaknya, Caroline pun nekad melompat ke dalam jurang yang dalam itu.
Tetapi ternyata maut masih belum menjemput Caroline, karena ia selamat setelah tangannya memegang sebatang ranting pohon, sebelum ranting itu patah dan ia pun terjatuh tidak berapa jauh dari tanah.
Selama sebulan Caroline menyembunyikan diri. Setelah merasa siap, ia pun bertekad untuk memberitahukan kejadian itu pada Raven.
Sedangkan SMS yang masuk ke handphone Raven, memang berasal dari handphone-nya Caroline yang tertinggal di handbag-nya, tapi bukan Caroline yang mengirimkannya, melainkan Kyle yang mengetik dan mengirimkannya, supaya Raven segera membatalkan acara pertunganannya dengan Vanessa.
Lalu berkat kunci mobil yang ada di dalam handbag Caroline itu pulalah, Kyle menjalankan mobil Caroline ke tepi jurang, dan menjatuhkan mobil itu ke dalam jurang, menyusul Caroline, untuk menghilangkan jejak yang ada. Atau kalaupun mobil itu ditemukan, orang-orang pasti akan berpikir kalau mobil Caroline masuk jurang dan Caroline tewas karenanya.
“Itu adalah rencana jenius dari calon pengantinmu, Raven!” Kyle tertawa senang. “Berkat cairan kimia yang diberikannya padaku, aku menaburkannya ke dalam bak mandi Vanessa di villa itu, dan itu sudah cukup membuat seluruh kulit tubuh dan wajahnya melepuh. Karena itulah aku membuatnya seolah-olah menggantung diri. Polisi akan berpikir kalau wajahnya yang berubah mengerikan itu adalah alasan kenapa ia harus bunuh diri. Jadi tidak ada yang bakal mencurigai Claire, karena seluruh orang pun tahu kalau Claire tidak menyukai hubunganmu dengan Vanessa!”
“Kenapa kalian harus lakukan itu, Kyle? Kenapa Claire hendak membunuh Vanessa?”
“Jelas karena kau sudah menampik kesempatan yang diberikannya padamu, untuk membatalkan rencanamu menikahi Vanessa. Claire ceritakan semuanya padaku, dan demi rasa cintaku, aku tak tega membiarkan wanita yang kukasihi menderita. Karena itulah kami merencanakan ini. Ohiya, aku lupa bilang, kalau Rachel, sekretarismu itu pun mati karena rencana kami.”
“Kau tega membunuh sahabatmu sendiri?” tanya Raven tak percaya.
“He-eh. Rachel tidak ada artinya dibandingkan dengan Claire. Ia sudah membuat Claire marah karena mengenalkan diriku padanya. Tindakan Rachel itu menunjukkan kalau sebenarnya ia ingin menjauhkan Claire darimu.”
Kyle mengeluarkan selembar kertas yang digulung dari dalam saku jasnya dan melemparkannya pada Raven.
Raven memungut kertas itu dan membuka gulungannya. Keningnya berkerut memperhatikan lukisan di kertas itu yang menyerupai sebuah cergam.
Cerita di gambar itu berturutan. Gambar pertama, seorang wanita hendak membuka pintu. Gambar kedua, seorang pria membekap mulut wanita itu di dekat pintu. Gambar ketiga, pria itu mendorong tubuh wanita itu ke dalam rumah. Gambar keempat, pria itu membekapkan sehelai sapu tangan pada mulut wanita itu. Dan gambar kelima, wanita itu pun terkulai tak bernyawa di atas lantai. Wajah wanita dan pria itu amat familiar bagi Raven. Wanita di cergam itu adalah Rachel, dan pria yang membunuhnya adalah Kyle!
“Kau percaya sekarang bukan?” Kyle lagi-lagi tertawa senang. “Itu adalah hasil coretannya Claire. Ia berikan padaku di hari pertama aku mengenalnya. Itulah tugasku yang pertama. Sebenarnya aku tidak butuh bubuk kimia yang diberikan Claire padaku, untuk ditaburkan di sapu tangan itu. Walaupun kuakui, bubuk itu membuat Rachel lebih cepat kehabisan napas. Semuanya harus dilakukan dengan cepat dan singkat, bukan?”
“Tak kusangka kau dan Claire merencanakan semua ini dengan keji!” kata Raven sedih. Tiba-tiba ia teringat Tracy. “Apakah kau juga yang membunuh Tracy?”
“Benar, akulah orangnya!” jawab Kyle lantang.
“Tapi Tracy dibunuh tak lama setelah Claire hampir dicelakai di malam itu. Karena Tracy ditemukan tewas pagi harinya. Mana mungkin Claire bisa secepat itu membalas dendam pada Tracy yang baru hendak mencelakainya malam itu?”
“Kematian Tracy bukan atas perintah Claire,” terang Kyle tenang. “Aku sendiri yang datang mencarinya ke rumahnya setelah menerima telepon dari Claire. Aku menangkap kalimat yang diucapkan Claire, ‘Kau baik-baik saja? Tidak kecelakaan seperti kata Tracy tadi?’ Dan kalimat ‘Raven baru habis berkelahi’. Jadi aku kaitkan kalimat itu, akhirnya aku mengerti dan mencari Tracy. Benarlah dugaanku setelah ia mengakui sendiri perbuatannya yang menyuruh orang untuk mencelakai Claire. Karena itulah aku amat marah dan langsung menghabisinya. Tidak sulit bagiku yang menguasai ilmu bela diri, untuk mematahkan urat nadi di bagian tubuhnya yang vital.”
“Kau menyalahgunakan ilmu bela diri yang seharusnya kaugunakan untuk menyelamatkan orang. Kau bukan saja kejam, Kyle. Tapi kau juga seperti seekor binatang buas.”
“Apapun akan kulakukan untuk Claire yang kucintai.”
Setelah berkata begitu, Kyle mengeluarkan sepucuk pistol dari balik jasnya. Sepucuk pistol berlaras pendek! Ia mengacungkannya tepat ke arah Raven, yang berdiri hanya berjarak sekitar tiga meter darinya.
“Sekarang kau sudah tahu semuanya, bukan? Jadi inilah saatnya bagimu untuk mati. Ucapkan selamat tinggal pada dunia ini, Raven!” Kyle bersiap-siap untuk menarik pelatuk pistol itu.
Tetapi sebelum ia sempat menariknya, kehadiran seseorang secara tiba-tiba, mengurungkan niatnya.
Claire muncul di ambang pintu! Raut wajahnya terlihat pucat dan gelisah. Napasnya ngos-ngosan seperti baru habis berlari.
“Jangan, Kyle! Jangan kaulakukan itu! Letakkan senjatamu, ayo…!” Claire hendak berjalan mendekati Kyle, tetapi Kyle malah menggerak-gerakkan pistol itu mengarah pada Claire dan Raven.
“Berhenti di situ, Claire! Jangan melangkah lagi, atau sekarang juga kutembak Raven!”
Claire menghentikan langkahnya.
“Mundur!” serunya, karena melihat jarak Claire cukup dekat dengan tempatnya berdiri.
Claire melangkah mundur hati-hati. Punggungnya menyentuh sebuah rak buku. Di bawah rak buku itu ada dua buah laci. Claire mengernyitkan alis.
Tiba-tiba dalam waktu singkat, ia teringat sesuatu. Ada sesuatu di dalam laci sebelah kanan! Ia ingat betul karena ia pernah mengunjungi ruang kerja Kyle sebelumnya.
“Untuk apa kau ke sini, Claire?” tanya Raven mengalihkan perhatian dari Kyle.
“Aku melihat secarik kertas berisi tulisan di atas meja kerjamu tadi. Aku tahu tulisan itu dibuat oleh Kyle walaupun sengaja disamarkan. Apalagi rumah yang disebutnya kukenal betul,” Claire menatap tajam pada Kyle yang masih mengacungkan pistolnya pada Raven.
“Kyle, kumohon, Raven tidak bersalah, kau jangan membunuhnya,” pinta Claire hati-hati. “Semua ini salahku, kalau kau ingin membunuhnya, bunuh saja aku. Karena aku yang menyebabkan kau jadi seperti ini. Kematian Rachel, Tracy, dan Vanessa, adalah karena diriku. Jadi aku pantas menerima balasannya. Tembaklah aku, Kyle! Tembaklah aku sekarang juga.”
“Aku tidak mungkin menembakmu,” Kyle berucap dingin. “Ravenlah yang harus kutembak karena rencana pernikahan kalian telah membuatku gelap mata dan berbuat nekad. Kalau aku tidak bisa memilikimu, maka Raven juga tidak. Lebih baik ia mati sekarang juga,” Kyle hendak menarik lagi pelatuk pistol di dalam genggamannya itu, tetapi Claire lagi-lagi mencegahnya.
“Jangan, Kyle! Jangan! Aku berjanji padamu akan membatalkan rencana pernikahan kami. Aku tidak akan pernah menikah dengan Raven, percayalah padaku! Asalkan kau tidak membunuhnya. Lepaskan saja dia, Kyle. Kumohon…,” sambil berkata begitu, tangan Claire yang tersembunyi di belakang pinggangnya, merogoh ke dalam laci kanan rak buku yang sedang disandarinya.
Ia telah berhasil membuka laci itu walaupun dengan cara memunggunginya, karena tadi Kyle sedang berkata-kata dan tidak memperhatikan gerakannya.
Sekarang tangannya sudah berhasil menemukan benda yang dicarinya di laci itu. Ia meraih dan menggenggamnya erat-erat.
“Sudah terlambat, Claire,” tolak Kyle.
“Raven sudah tahu segalanya. Aku tak mungkin membiarkannya hidup dan menjadi saksi segala perbuatanku.”
Kyle menarik pelatuk pistol yang berada di genggamannya.
Raven tidak mungkin bisa menghindar walaupun seandainya ia bisa terbang, karena jaraknya dengan Kyle cukup dekat. Apalagi laras pistol itu tepat mengarah ke bagian jantungnya.
“Doorrrr…!” suara tembakan terdengar menggema di dalam ruangan itu.
Raven menahan napasnya. Dilihatnya, Kyle sedang memegangi dadanya. Telapak tangan Kyle basah karena darah yang mengucur dari jantungnya sendiri.
Jantung Raven bagai terkesiap. Tetapi ia merasa dirinya masih bisa berdiri dengan kokoh, dan jantungnya sendiri masih berdetak. Ia masih hidup!
Sementara Kyle yang berdiri di depannya, tiba-tiba terjatuh ke lantai dengan darah bercucuran dari jantungnya yang tertembak.
“Ke..na..pa..? Ke..na..pa.., Cla…ire…?” ucapan Kyle tak bersambung, karena nafasnya terhenti kemudian. Ia mati penasaran.
Maut sudah memisahkannya dari wanita yang dicintainya. Ironisnya, wanita yang dicintainya itu malah yang menghabisinya.
Claire menggeleng-geleng tak percaya, melihat pada pistol di tangannya yang tadi diambilnya dari dalam laci.
Suara tembakan tadi berasal dari pelatuk pistol yang ditariknya, lebih cepat sepersekian detik dari pelatuk pistol Kyle, sebelum Kyle sempat menyelesaikan tarikannya.
“Aku membunuh Kyle. Aku membunuhnya. Aku ini seorang pembunuh…,” Claire menggeleng-geleng melihat tangannya yang sedang memegang pistol.
Dengan gemetar, Claire melepaskan genggamannya, dan pistol itu pun jatuh ke lantai menimbulkan suara berdebum.
“Kenapa kau bunuh dia, Claire?” tanya Raven setelah ia memeriksa napas Kyle yang sudah tidak ada lagi.
“Kalau aku tidak membunuhnya, maka dialah yang akan membunuhmu.”
“Kau tidak perlu lakukan itu untukku, Claire. Aku tidak akan berterima kasih padamu, setelah dua pembunuhan keji terhadap Rachel dan Vanessa yang kaurencanakan.”
“Aku memang tidak meminta kau untuk memaafkanku, Raven,” kata Claire dengan bibir bergetar. “Dan kau memang tidak usah memaafkanku maupun papaku, yang telah menyebabkan kematian kedua orangtuamu.”
“Apa maksudmu, Claire?” tanya Raven tak mengerti.
Claire tersenyum hambar. “Ada suatu rahasia besar yang tidak kauketahui, Raven. Suatu rahasia yang diceritakan papaku padaku menjelang ajalnya. Kau pasti tidak tahu, kalau papaku adalah orang yang harus bertanggung jawab atas kematian kedua orangtuamu.”
“Aku sama sekali tidak mengerti kata-katamu,” kata Raven. “Papaku meninggal karena kecelakaan, dan mamaku bunuh diri karenanya. Itulah yang kuingat. Jadi apa maksudmu, mengatakan kalau papamulah yang bertanggung jawab atas kematian mereka?”
“Memang papamu meninggal karena kecelakaan mobil, Raven. Tapi itu karena papaku telah mengakali mobil papamu sebelumnya dan sengaja mengirim papamu bertugas ke luar kota. Karena itulah terjadi kecelakaan,” terang Claire.
“Tapi untuk apa? Untuk apa papamu melakukan hal itu?” Raven masih tak mengerti.
Claire mulai bercerita, “Sebenarnya, sebelum mamamu menikah dengan papamu, ia adalah kekasih dari papaku. Tetapi kakekku memaksa papaku untuk menikah dengan gadis lain, yaitu mamaku. Setelah mamaku tiada, papaku kembali menjalin hubungan dengan mamamu secara diam-diam. Lalu papaku merencanakan untuk melenyapkan papamu, karena itulah ia mengakali mobil papamu sampai terjadi kecelakaan. Tetapi papaku ternyata salah sangka, karena mamamu tidak bisa terima perbuatan papaku, lalu ia pun bunuh diri. Karena itulah aku katakan, kalau kematian mereka disebabkan oleh perbuatan papaku.” Claire mengakhiri ceritanya.
Raven menggeleng-geleng tak percaya. “Aku tidak pernah tahu hal ini sebelumnya. Tak kusangka, Tuan Harrington yang telah membesarkanku dan sudah kuanggap sebagai orangtuaku selama ini, berbuat hal sekeji itu pada keluargaku. Aku sungguh tidak dapat menerimanya,” Raven berucap sedih.
“Aku juga tidak,” Claire menimpali. “Karena itulah aku marah pada papaku dan berteriak-teriak di depannya, sampai ia terkena serangan jantung. Sebenarnya, aku masih dapat menyelamatkan papaku saat itu, dengan cara mengambilkan obatnya yang ada di lemari makan. Tetapi aku tidak lakukan hal itu, karena aku merasa marah sekali. Ia berpesan padaku, tidak boleh menikah denganmu, walaupun kau boleh mendampingiku seumur hidup ini. Tidak mungkin kita menikah, Raven. Karena kematian kedua orangtuamu disebabkan oleh perbuatan papaku. Maafkan aku, Raven…,” Claire menunduk dan menangis terisak. Dadanya terasa sesak oleh berbagai macam masalah yang menimpanya akhir-akhir ini.
Biasanya, bila Claire sedang menangis, maka Raven akan datang menghiburnya, memeluknya, dan membenamkan kepalanya ke dadanya yang bidang. Lalu mengelus kepalanya dengan lembut dan penuh kasih sayang, sambil membisikkan kata-kata yang menyenangkan di telinganya.
Tetapi kali ini Raven tidak berbuat demikian Raven tiba-tiba merasa gadis itu asing baginya.
Gadis itu seolah menyimpan sebilah pisau di dalam hatinya, dan pisau itu amatlah tajam!
Pisau itu telah melukai hati Raven, melukai hati Kyle, dan bahkan pisau itu telah membunuh tiga orang wanita sekaligus. Pisau itu adalah pisau hati!
Bila tidak disentuh, pisau itu tidak akan menyebabkan petaka. Tetapi bila sudah disentuh dan tidak hati-hati mempergunakannya, pisau itu bisa melukai siapa saja! Bukan saja melukai hati orang lain, tetapi juga bisa membunuh mereka!
Itulah yang terjadi pada Claire. Pisau di hatinya telah melukai banyak orang, bahkan membunuh mereka!
“Raven, maafkan aku…, juga maafkanlah perbuatan papaku…,” sekali lagi Claire memohon. Nada suaranya terdengar amat memprihatinkan.
Tampaknya, ia benar-benar menyesal, juga menyesali perbuatan papanya. Karena perbuatan papanya itu pulalah, Claire selalu tidak berani untuk mengutarakan cinta di hadapan Raven.
Ia tidak pernah berani meminta Raven untuk menjadi kekasihnya, atau bahkan menikahinya.
Ia berada di dalam posisi yang serba sulit, karena di sisi lain ia tidak ingin melihat Raven bersama dengan wanita lain selain dirinya.
Kalau bukan karena Raven yang duluan mengutarakan niatnya untuk menikah dengan Claire, pastilah seumur hidup ini Claire tidak akan berani mengungkapkannya. Dan untuk selamanya mereka tidak akan pernah bersatu!
Raven tidak menjawab. Hatinya serasa dingin dan membeku. Demikian juga aliran darah di tubuhnya. Ia tidak mampu berpikir lagi, kepalanya terasa mau pecah memikirkan kejadian demi kejadian belakangan ini yang tidak disangkanya sama sekali.
Bahkan cerita Claire tentang perbuatan papanya terhadap kedua orang tua Raven, membuatnya makin tidak bisa berpikir lagi. Raven merasa pasrah. Biarlah semuanya berjalan apa adanya.
Sirene mobil polisi terdengar meraung-raung di bawah sana. Tapak-tapak kaki yang masuk ke dalam rumah itu, berjalan menaiki tangga, menyusuri koridor, dan berhenti di ruang kerja Kyle.
Polisi-polisi itu menemukan ada orang yang tewas di ruangan itu dan dua pucuk senjata pistol berlaras pendek tergeletak di lantai.
Dua orang yang ada di sana, yaitu Raven dan Claire, diamankan oleh mereka. Claire dan Raven sama-sama dibawa ke kantor polisi, menunggu interogasi.
Sebelumnya, para tetangga mendengar suara ribut-ribut dan suara tembakan di rumah bercat kuning itu.
Mereka yakin telah terjadi sesuatu di dalam rumah itu, karena itulah mereka menghubungi polisi.
Dan dalam waktu singkat, polisi telah datang mengamankan semuanya. Korban, barang-barang bukti, dan juga para tersangka.
* * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Dewi Ws
❤❤
2020-11-10
2
سافيرا ريسكا
semangat kerenn
2020-11-04
2
Nur Hayani
semagattt authorrr💪
2020-10-23
2