Claire Dipenjara

Bab 20.

 “Ada tamu untuk Anda, Nona Claire,” seruan dari sipir penjara itu menyadarkan Claire dari lamunan panjangnya.

Claire bangkit dari duduknya di lantai yang ada di balik jeruji besi itu.

Sipir penjara itu membuka jeruji besi itu, dan Claire pun berjalan keluar dari sana.

Ia berjalan terus sampai langkahnya tiba di depan, di tempat para tahanan biasanya bicara dengan para penjenguk.

Claire melihat Raven dan Caroline datang menjenguknya. Mereka sedang menunggu kedatangannya.

Claire duduk di salah satu kursi yang berjejer dan mengambil telepon untuk bicara dengan Raven.

Ia tidak bisa bersentuhan dengan Raven maupun Caroline, karena posisi berhadapan mereka dipisahkan oleh kaca pembatas yang tinggi. Dan telepon itu adalah alat untuk menghubungkan mereka.

“Kau baik-baik saja?” tanya Raven melalui alat itu.

“Iya,” jawab Claire balik.

“Aku sudah ceritakan semuanya pada Caroline,” Raven bicara lagi.

Claire melirik sejenak pada Caroline yang duduk di sebelah Raven.

Raven melanjutkan, “Dengan berlapang hati, Caroline menyuruhku untuk menjengukmu. Ia tidak menaruh dendam padamu, walaupun karena rencanamu, hampir saja nyawanya melayang. Bukan itu saja, Claire. Asal kau tahu, atas usul Caroline pulalah, aku akan mencarikan seorang pengacara yang paling handal supaya bisa membelamu nanti di pengadilan.”

“Tidak usah, Raven,” Claire menggeleng. “Aku tidak mau dibela. Biarkan saja jaksa menuntutku dan aku siap menerima hukuman yang dijatuhkan, berapa pun lamanya. Bahkan bila itu adalah hukuman mati, aku juga sudah siap. Karena aku pantas menerimanya.”

“Claire…,” Raven menyebut nama gadis itu. Sesaat, perasaan iba muncul di hatinya, menggantikan kebencian yang timbul sejak ia tahu Claire berbuat keji, demikian juga kekejian yang dilakukan oleh papanya Claire, yang menyebabkan kedua orang tua Raven meninggal.

“Aku tidak apa-apa, Raven,” kata Claire. “Sekarang, semua urusan perusahaan kuserahkan padamu. Di tanganmulah, perusahaan akan berjalan dengan baik dan lancar. Ohya, boleh aku bicara dengan Caroline sebentar?” tanya Claire sambil melihat Caroline yang sedari tadi hanya diam memperhatikan mereka.

Raven menyerahkan alat itu pada Caroline.

“Iya?” tanya Caroline.

“Caroline, maafkan perbuatanku, ya? Karena aku, kau hampir saja dibunuh Kyle. Semoga kau mau memaafkanku,” pinta Claire tulus.

“Sudah kumaafkan sejak dari tempo hari, Nona,” Caroline berlapang dada.

“Kalau begitu, terima kasih, ya? Kau harus bekerja kembali di perusahaan. Bantulah Raven untuk mengurus dan memajukan perusahaan. Jangan pernah menyerah. Aku percayakan perusahaan papaku di tangan kalian berdua.”

“Akan aku laksanakan,” jawab Caroline.

“Teetttt…!” Bel di ruangan itu berbunyi, pertanda waktu kunjungan sudah habis.

Claire meletakkan teleponnya dan berdiri. Sesaat, ia menatap Raven dan Caroline. Lalu saat berikutnya ia menundukkan kepalanya, dan berjalan pergi. Meninggalkan Raven dan Caroline yang masih menatapnya dengan iba.

 * * *

Penutup:

Raven meletakkan karangan bunga itu di atas kedua makam orangtuanya yang letaknya berdampingan. Ia memanjatkan doa sebentar.

Setelah siap berdoa, ia pun berkata-kata sendiri, seperti sedang berbicara dengan kedua orangtuanya yang sudah beristirahat dengan tenang.

Tak lama kemudian, ia berjalan beberapa meter jauhnya dari situ, menyinggahi makam yang satu lagi. Ini adalah makam papanya Claire. Raven meletakkan karangan bunga yang tersisa di tangannya ke atas makam itu.

“Maafkan aku, Paman,” Raven berkata-kata sendiri di depan makam itu. Ia biasa menyebut papanya Claire dengan sebutan Paman. “Maafkan aku karena aku tidak bisa menjaga Claire dengan baik. Bahkan karena diriku pulalah, ia telah mencelakakan banyak orang. Maafkan aku. Aku juga sudah memaafkan perbuatanmu terhadap mama dan papaku.”

Ia menarik napas panjang. Sekarang, hatinya terasa lega. Aliran darah di tubuhnya mengalir lancar. Jantungnya memompa dengan cepat, terasa bersemangat. Pikirannya pun sudah kembali tenang.

Raven membalikkan tubuhnya, berjalan pergi meninggalkan tempat itu. Matanya menatap lurus ke depan, ke banyak hal yang masih harus diselesaikan. Ia terus berjalan dan berjalan, tak menghiraukan segala rintangan yang akan menghalang. Karena di dalam hatinya, ia ingin menyongsong hari esok yang dipercayainya, pasti akan lebih cerah.

* * * TAMAT * * *

 

Terpopuler

Comments

Nailil Ilma

Nailil Ilma

semangat, udah mampir kak

2021-08-24

2

_rus

_rus

Aku mampir kembali, Thor. Dengan 5 like, maaf kalo telat datang... 😁

Salam Hangat dari "Sebuah Kisah Cintaku" 😆🙏🏼

2021-08-05

2

triana 13

triana 13

tetap semangat kak

2021-07-25

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!