Berita skandal antara Amelia dan Martin dengan cepat menyebar, bukan hanya dalam negeri, tapi juga luar negeri, karena pada dasarnya, keluarga Saptalaksana adalah pemilik dari perusahaan tambang minyak bumi yang menyuplai ke berbagai negara.
Seperti yang terjadi di masa lalu, Amelia di tendang dari sekolah, dan Martin kehilangan nama keluarga Saptalaksana, dia di ceraikan oleh istrinya dan hanya tidak di berikan sepeserpun uang.
Alasan mengapa sampai separah itu, karena Martin tidak pernah benar-benar bekerja, dia hanya melakukan pekerjaan yang menurutnya menyenangkan, sedangkan pekerjaan yang berat dan menyita banyak waktu, di serahkan pada adik iparnya.
Kebenaran lain juga terungkap saat penyelidikan, kebenaran jika ternyata Martin melakukan korupsi atas nama sang istri, dan mengirimkan uang dalam jumlah banyak pada keluarganya sendiri, dan istri barunya yang dia nikahi dua tahun lalu, tanpa sepengetahuan siapapun.
"Sampah."
Luna membaca artikel di ponselnya dengan tatapan jijik, orang memang tidak akan berbuah dengan mudah, apalagi mereka tidak seperti dirinya yang kembali ke masa lalu, jadi mereka tidak akan pernah menyesal, sebelum karma menyapa mereka.
"Princess, bisa tolong berhenti sibuk dengan benda mati itu?"
Luna tersentak, lalu menatap pada pria yang kini duduk di sebelah kanannya, dia kakak ketiganya, Luke.
"Kamu terlalu fokus pada berita sampah itu."
Kini Luna menoleh ke sisi lainnya, ada kakak pertamanya, Calvin.
"Kapan kalian datang?" Luna bertanya sambil celingukan melihat sekeliling.
Dia berada di ruang tamu, perasaannya tadi dia hanya sendirian, karena Yuni dan anak-anak pergi untuk bermain di taman.
"Kami sejak tadi di sini." Jawab Luke.
"Kamu terlalu fokus pada ponselmu." Timpal Calvin.
Luna hanya tersenyum polos menatap keduanya, dia memang terlalu fokus dan tidak memperhatikan sekitar. "Maaf, hehe." Ucapnya.
Calvin dan Luke hanya bisa mengangguk pasrah, mana bisa mereka memarahi adik kecil mereka yang cantik ini.
"Oh iya, kenapa kalian datang ke sini?" Luna kembali bertanya, dia menutup ponselnya dan meletakkannya di meja.
Luke menaikkan sebelah alisnya, "Tidak boleh?" Tanyanya balik.
Luna menggelengkan kepalanya, "Bukan tidak boleh, tapi kalian pasti sibuk bukan?"
"Kami selalu memiliki waktu jika itu untukmu." Calvin angkat bicara, di beri anggukan setuju oleh Luke.
Luna tersenyum, kemudian berdiri dari duduknya dan mengambil ponselnya. "Kalau begitu, ayo ikut aku!" Ajaknya pada kedua pria yang menatapnya tak mengerti.
"Kemana?" Tanya mereka bersamaan.
Senyum Luna semakin lebar, matanya menyipit bagai bulan sabit. "Bermain!"
Lalu, disinilah akhirnya mereka berada, di sebuah pantai yang berlokasi tak jauh dari panti, Yuni juga telah memberikan izin tadi.
"Kakak! Ayo ke sana!"
Luna menarik tangan kedua kakaknya, di bawanya mereka menuju pinggiran laut, hingga air laut menyentuh kaki mereka dan memberikan sensai sejuk yang menyenangkan.
"Princess, mari lepas dulu sandalmu, dan kita gulung celanamu." Calvin kembali membawa Luna ke pinggir, mereka menyimpan sandal tak jauh dari tempat tadi.
Sementara Calvin menggulung bagian bawah celana Luna, Luke menggulung bagian lengan bajunya, dia juga memakaikan topi yang selalu dia pakai jika berpegian untuk bermain.
"Done."
Calvin kembali berdiri, mengulurkan tangannya pada sang adik. "Mari bermain."
Luna mengangguk lalu menjabat uluran tangan Calvin, dan tangan yang satunya di genggam oleh Luke.
Ketiganya bermain dengan gembira, bermain air, membuat istana pasir, saling kejar-kejaran, dan meminum es kelapa muda.
Hari itu senyum Luna mengembang dengan sangat indah, tidak pernah terbayang oleh dirinya jika dia bisa menghabiskan waktu sesantai dan semenyenangkan itu dalam hidupnya.
"Terimakasih, kakak!"
Luke maupun Calvin tersenyum, keduanya mengecup pipi di masing-masing sisi Luna, mengatakan jika gadis itu tak perlu berterimakasih untuk sesuatu yang memang sudah seharusnya dia dapatkan.
Tak terasa, langit yang tadinya cerah kini telah berganti dengan warna jingga dan kuning, tapi ketiga kakak beradik itu belum mau untuk beranjak dari tempat mereka saat ini.
Ketiganya dengan tenang memperhatikan langit sore yang indah, mengabadikan momen dengan mengambil foto dan video bersama.
*****
Pagi senin datang, Luna dengan ogah-ogahan bersiap untuk pergi sekolah, dia memang suka pergi sekolah, rapi tetap saja, hari senin adalah hari yang ingin sekali dia hindari.
Sudahlah pagi-pagi harus upacara, pelajaran pertama adalah fisika, dan sebelum pulang adalah kimia. Walau Luna adalah gadis yang pintar, tapi dia tetaplah anak sekolahan yang sangat benci jika dua pelajaran sulit di satukan dalam satu hari!
"Selamat pagi."
Luna berucap sambil menghampiri meja makan, Yuni tengah menata makanan dan adik-adiknya yang lain tengah menunggu dengan tenang.
"Celamat pagi, kak!" Balas anak paling kecil.
"Pagi Hilmi."
Luna mengecup pipi si gadis kecil, lalu beralih pada pria kecil di samping Hilmi, "Pagi, Zien."
"Pagi, kak." Balas anak bernama Zien itu.
"Selamat pagi, Hiro." Luna beralih pada anak terakhir.
"Eum, selamat pagi, kak."
Yuni lalu kembali ke meja makan membawa piring, "Pagi, Ibu." Luna mengecup pipi Yuni, dan di balas kecupan juga di kening oleh wanita itu.
"Pagi juga, sayang. Ayo kita makan."
Mereka mulai makan bersama, Luna membantu menyuapi Hilmi yang belum bisa makan dengan benar, gadis kecil itu baru berusia lima tahun.
Zien mengambil lauk dan memakannya dengan baik, anak itu berusia delapan tahun, dia telah masuk sekolah dasar dan duduk di bangku kelas tiga. Sedangkan Hiro berusia sepuluh tahun, dia duduk di bangku kelas lima.
Selesai makan, Luna, Hiro dan Zien berpamitan untuk pergi ke sekolah. Luna sendiri pergi untuk mengantar Zien dan Hiro, karena sebelum-sebelumnya juga dirinyalah yang sering mengantar kedua anak itu.
Tapi karena beberapa hari ini kedua kakinya suka datang menjemput, jadi Yuni yang harus mengantar Zien dan Hiro. Tapi untuk kali ini, dia meminta agar baik Calvin atau Luke untuk tidak datang menjemputnya, karena ini adalah hari terakhir dirinya berada di panti asuhan.
"Kakak, apa kakak akan pergi setalah ini?" Tanya Hiro tiba-tiba, saat ini mereka telah berada sangat jauh dari panti, dan sebentar lagi akan sampai di sekolahnya.
Tubuh Luna menengang dan langsung berhenti berjalan, dia menatap Hiro yang juga menatapnya sedu. "Apa maksudmu? Kakak tentu saja akan pergi ke sekolah juga."
Hiro menggunakan kepalanya. "Kami tau, kakak akan kembali ke keluarga kakak, bukan?"
Deg!
"Bagaimana kalian tahu?" Luna bertanya dengan lirih, dia tidak pernah memberi tahu adik-adiknya tentang ini, apakah Yuni telah menjelaskannya?
"Kami tahu, karena kami juga sudah mengerti. Kakak tidak perlu khawatir, kami akan baik-baik saja, kami yang akan membantu Ibu dan menjaga Hilmi, kakak hanya perlu melakukan apa yang harus kakak lakukan." Hiro menjelaskan panjang lebar.
Zien menarik tangan Luna untuk mensejajarkan tinggi mereka, "Tidak apa, kakak bisa percaya pada kami, kami akan melakukannya dengan baik." Ucapnya sambil mengusap air mata Luna yang entah sejak kapan telah jatuh.
"Hanya saja, datanglah berkunjung sesekali, kami pasti akan sangat merindukanmu." Ucap Hiro, anak itu juga telah meneteskan air matanya, begitupun dengan Zien.
Luna segera membawa keduanya dalam pelukannya, dia mengucapkan kata maaf berulang kali. "Kakak harus bahagia, maka kami juga akan bahagia."
•
•
•
•
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Diah Susanti
5 tahun udah masuk SD dong
2024-02-18
0
Diah Susanti
kirain nama anak cowok
2024-02-18
0
Diah Susanti
aq yang hanya lulusan SMP, tidak pernah ngerasain pelajaran kimia. menurutku mending belajar rumus fisika dari pada matematika, apalagi kalo yang nongol x/y langsung mumet
2024-02-18
0