Suasana menjadi hening sesaat, beberapa berbisik tak enak kala melihat situasi yang berbalik.
"Selena!"
Semua perhatian kini tertuju pada seorang pria yang datang dengan terburu-buru, di belakangnya diikuti oleh beberapa pria lainnya.
'Seperti anak ayam yang mengikuti induknya.' Luna berujar dalam hati, dia pikir mungkin sebentar lagi akan terlibat hal yang lebih merepotkan.
"Lo apa-apaan?!" Pria yang baru datang itu langung membentak Selena dan membawa Luna ke belakang badannya, seolah melindunginya.
"Abian! Kenapa kamu malah bela gadis miskin itu?!" Selena tak terima dan balik membantak pria yang adalah kekasihnya itu.
Sedangkan Luna, gadis itu hanya diam dengan ekspresi malas, dia benci jika harus terlibat dengan masalah percintaan orang lain, disaat dirinya sendiri bahkan belum pernah mengalami hal itu.
"Udah gue bilang berapa kali? Jangan ganggu Luna! Lu ngerti gak! Hah!?"
Luna menaikkan salah satu alisnya, hei, ini berlebihan bukan, bahkan bukan hanya Selena yang terdiam, semua orang yang melihat juga terdiam.
"Maaf menyela, tapi anda siapa?"
Suasana tegang itu entah kenapa terasa awkward, Luna bertanya dengan nada kesal pada Abian yang berada di hadapannya.
"Senior, apa dia yang katanya kau bilang kekasihmu itu?" Luna kembali bertanya, kali ini pada Selena yang di balas anggukan kaku gadis itu.
Luna membuang nafas lelah, "Maaf saja, tapi aku bahkan tidak mengenalnya. Dan lagi, dia bukan tipeku." Perkataan itu tentu saja mendapat berbagai macam reaksi, ada yang shock, tertawa, dan tak bisa berkata-kata.
Yah, sejak dulu dia tinggal di kediaman Bellmore, selera pria yang menjadi kriterianya tinggi, karena semua keturunan Bellmore memiliki paras menawan yang dapat membuat para gadis mabuk kepayang.
"Ha? Gue bukan tipe lo? Emangnya tipe lo yang kayak gimana? Gue bisa menyesuaikan diri." Abian bertanya dengan percaya diri, membuat Selena semakin kesal dan hendak berbicara, tapi terhenti saat mendengar apa yang keluar dari bibir Luna.
"Yang tidak main tangan, tidak kasar pada pasangannya, tidak meninggikan intonasi suara pada pasangannya, tidak main belakang, tidak mempermalukan pasangannya, tidak dengan mudahnya berpaling dari pasangannya. Intinya, pria yang benar-benar pria, seorang gentleman."
Lagi, semua terdiam, mereka diam-diam melirik pada Abian yang secara tidak langsung di sendiri dengan sindiran halus. Lihatlah wajah yang terlihat menahan amarah itu.
"Oh, senior, apa kau ingin pergi ke kamar mandi? Kenapa menahannya? Kau tidak boleh menahan sesuatu yang ingin keluar, biarkan bebas, cepat pergi ke kamar mandi!"
"Ffttt-"
Kali ini semua orang tak dapat menahan tawa mereka, peduli setan dengan Abian yang seorang pemimpin sebuah geng, mereka juga ingin tertawa. Apalagi Luna mengatakan itu dengan polosnya, lihatlah wajah yang seakan menyiratkan kekhawatiran itu.
"Sial*n! Berani lo sama gue?!"
Tidak ada yang menyangka jika Abian akan mengangkat tangannya untuk mendaratkan pukulan pada Luna yang hanya diam saja, gadis itu tak sempat bereaksi dan hanya bisa berharap agar pukulan itu meleset di saat terakhir.
Luna terdiam dengan mata tertutup, dia tidak merasakan rasa sakit, melainkan sebuah rengkuhan hangat yang di dapatkan, dan setelahnya suara bariton seseorang terdengar.
"Kau pikir apa yang kau lakukan?"
Dengan perlahan Luna membuka matanya, hal pertama yang dilihatnya adalah wajah tampan yang mirip dengan kakak pertamanya, Calvin.
"Kak Luke?"
Panggilan spontan itu membuat pria yang di panggil Luke itu membulatkan matanya sesaat, kemudian menghempaskan tangan Abian yang di tahannya.
Wajah dingin dan tanpa ekspresi tadi kini berganti saat menatap Luna, ekspresi hangat dan senyuman manis yang menggantung apik di bibir itu.
"Yes? Princess?"
*****
Setelah kejadian di lapangan tadi, semua langsung bubar setelah guru datang. Disaat semua orang kembali ke kelas masing-masing, tapi tidak dengan dua orang yang tadi menjadi pusat perhatian.
Luna yang tadi hendak buru-buru kembali ke kelas, malah di tarik ke arah berlawanan oleh Luke. Dan di sinilah mereka sekarang, di taman belakang yang sepi, karena memang sekarang proses belajar sedang berlangsung.
Sekitar sepuluh menit Luna dan Luke disana, dan selama itu juga Luke memeluk Luna, pria itu langsung membawa Luna dalam dekapannya segera setelah mereka sampai tadi.
Luna tidak bersuara, dia hanya diam, begitupun Luke yang betah dengan posisinya.
Luna diam karena dia tidak tahu harus berbuat apa dan berkata apa, dia juga sebenarnya penasaran kenapa kakak ketiganya ini bersikap seperti ini, berbeda dengan masa lalu.
Saat Luna hendak mengeluarkan suaranya, dia terdiam kembali saat suara Luke terdengar lebih dulu.
"Maaf, apa kamu marah?"
"Marah? Untuk apa?" Luna balik bertanya, dia tidak tahu kemana konteks pertanyaan kakaknya ini di tujukan.
"Semuanya."
Lagi, Luna semakin tak mengerti. "Maksudnya?"
Luke diam beberapa saat, tak lama Luna merasakan bahu tempat Luke menyandarkan kepalanya basah, apa pria itu menangis?
"Maaf ..." Suara yang keluar juga terdengar serak dan sedikit tertahan.
"Maaf kerena menemukanmu dalam waktu yang sangat lama, maaf karena membiarkan orang asing masuk kerumah kita, maaf karena tidak menyadarinya lebih awal, maaf untuk semuanya."
Deg!
Apa? Apakah Luke telah mengetahui identitasnya? Tapi bagaimana bisa? Kapan dia mengetahuinya?
"Kak-"
"Aku tahu dari kak Calvin." Luke memotong perkataan Luna, dia tahu apa yang ingin di katakan gadis itu.
Dengan pelan lalu melerai pelukannya dan menatap pada mata gadis itu yang bergetar, dia pasti sangat terkejut, karena Luke juga begitu saat pertama kali mengetahui kebenaran ini tadi pagi.
"Kakak akan melakukan apapun, tapi tolong, maafkan kakak, hm?" Luke mengambil kedua tangan Luna, dia mengecupnya dengan pelan dan dalam.
Karena tidak mendapatkan jawaban apapun, Luke lantas berlutut dan mendongak menatap Luna yang membulatkan matanya terkejut.
"Kak!"
"Kakak mohon, maafkan kakak. Luna... "
Luna membuang nafas dalam, lalu ikut berlutut menyamakan diri dengan sang kakak, "Aku sudah memaafkan kakak, dan yang lain juga. Melihat kalian tidak melupakanku, itu cukup untukku." Ucapnya lembut, mengusap air mata Luke yang turun semakin deras.
"Ta-tapi, kami terlambat menemukanmu."
Luna menggelengkan kepalanya, "Tidak, kalian tidak terlambat. tidak sama sekali."
"Bohong jika aku bilang aku tidak marah, bohong jika aku bilang aku tidak kecewa. Aku sangat marah dan kecewa, hari dimana Papa, Mama, dan Kak Calvin datang, benar-benar membuatku bahagia, tapi juga kecewa."
Luke diam mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut sang adik, dia tidak mengalihkan tatapannya barang sedetikpun dari Luna yang juga mulai menangis.
"Aku merasa marah dan kecewa karena kalian menemukanku begitu lama, aku menunggu kalian selama belasan tahun, hidup dalam harapan jika kalian akan segera datang menjemputku, aku menderita."
Tangan besar Luke terulur dan menghapus air mata sang adik, dia tidak suka melihatnya menangis, tidak karena hal-hal yang menyakitkan.
Luna mengambil tangan Luke dan meletakkannya di pipinya, "Tapi Kak, aku tahu, bukan hanya aku yang menderita, kalian juga. Mama yang bahkan harus berpisah setelah beberapa hari melahirkan, Papa yang selalu menyalahkan dirinya sendiri, dan Kak Calvin yang tidak pernah berhenti memikirkanku, kita sama-sama menderita, karena itu aku memaafkan kalian."
"Tapi Kak Calvin bilang kamu sudah mengetahui tentang Sabrina."
Luna mengangguk, "Ya, aku tahu. Dan jujur aku kecewa, tapi aku mengerti perasaan Mama, dia hanya terlalu merindukanku."
"Jadi kakak, berhenti menyalahkan dirimu sendiri, sekarang aku disini, aku baik-baik saja."
Luke mangangguk, dia lantas kembali membawa Luna pada pelukannya, dia selalu membayangkan keadaan adiknya yang telah hilang selama ini.
Luke sama seperti Calvin, selalu memikirkan Luna dan mempertanyakan keadaannya, mencari dengan berbagai macam cara dan selalu berakhir dengan jalan buntu.
Tapi baik dia maupun Calvin, tidak pernah menyerah dengan hasil itu, mereka terus menerus mencari dan berdo'a agar segera di pertemukan dengan adik mereka.
Dan sekarang Tuhan menjawab do'a-nyq, sekarang dia bisa memeluk adiknya itu dengan nyata, bukan hanya mimpi belaka, tapi kenyataan yang membuatnya sangat senang.
Dan apa yang di rasakannya sekarang pasti juga apa yang di rasakan oleh kakak dan adiknya yang lain, yang juga selalu menunggu kedatangan putri satu-satunya keluarga Bellmore.
•
•
•
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Retno Putri
dia yg dipanggil aq yg mleyoottt🤗🥰🥰
2024-05-12
0
✨imouto_sora"~
Omo!!!
2024-01-08
0
vio~~~~
mungkinkah mereka semua ikutan mengulang waktu, makanya jadi beda sikapnya dengan yg dulu...🤔
2023-12-28
3